Chapter I Part 2

7 1 0
                                    

Youngjae dan ibunya terkejut dengan pernyataan dokter dan terus menanyakan alasan dan apa yang sebenarnya terjadi pada Youngjae.

“Gejala yang dialami Youngjae adalah skrizofrenia, Gangguan kejiwaan kronis ketika pengidapnya mengalami halusinasi, delusi, dan juga menunjukan perubahan sikap.” jelas dokter.

Ibu Youngjae pun tampak melemas setelah diagnosis dokter.

“Tapi, perlu dilakukan beberapa tes seperti wawancara psikiatrik, tes pencitraan otak, dan beberapa tes lainnya. Bila diagnosis skrizofrenia sudah dipastikan, diperlukan tes fungsi luhur untuk melihat kemampuan kognitif pasien serta rencana terapi. Pada umunya penyebabnya adalah kelainan pada otak dan sistem transmisi saraf, juga kelainan sistem kekebalan tubuh.” jelas dokter.

Setelah sekitar 4 minggu Youngjae melakukan beberapa tes dan dinyatakan ia mengidap skizofrenia.

Keluarganya pun setuju agar Youngjae mendapat perawatan di rumah sakit selama beberapa waktu.

Antipsikotik (obat untuk meredakan gejala-gejala skizofrenia seperti halusinasi dan delusi) membuatnya tampak lusuh.

Mulut kering, pergerakan tubuh menjadi kaku, lambat, dan tak terkontrol, dan terkadang tubuhnya mengalami tremor.

Apabila ingin menengok Youngjae sang ibu hanya bisa melihat dari luar pintu agar Youngjae tak mengalami episode (perubahan mood).

Sementara di tengah makan malam keluarga Go, tuan Go Kwangjae yang merupakan ayah Youngjae menyinggung tentang masalah kesehatan Youngjae.

“Apa ada perkembangan dengannya ? kapan ia akan mulai bekerja ? sudah banyak rumor yang beredar di kantor bahwa dia gila.” tanya ayah Youngjae di tengah-tengah makan malam.

“Apa kau benar ayah Youngjae ?! kau bahkan tak menanyakan kabar anakmu, dan hanya memedulikan urusan kantor.” balas ibu Youngjae dengan ketus.

“Bila seperti ini terus Youngjae akan dikenal sebagai orang gila, Ia sangat bijaksana dan kompeten dalam pekerjaannya. Dia mungkin akan memimpin Gojae nanti, tapi apa yang akan terjadi bila ia cacat mental seperti itu ?” jelas ayah Youngjae.

Kyungjae yang merupakan kakak Youngjae pun turut andil dalam pembicaraan tersebut.

“Ayah sudah memutuskan Youngjae yang akan memimpin ? lalu bagaimana denganku ? apa yang akan aku lakukan ? aku harap dia akan tetap gila seperti itu.” ujar Kyungjae kecewa.

“Kau sadarlah ! kau masih tinggal dengan kami apa yang bisa kau dapatkan ? aku tak pernah memaksamu untuk belajar keras waktu kau bersekolah, cobalah untuk hidup mandiri !” tegas ayahnya pada Kyungjae.

“YOUNGJAE ! YOUNGJAE ! YOUNGJAE ! Aku lelah mendengar kalian membanggakan namanya ! dari awal memang kalian tak pernah mengharapkan apapun dariku kan ? karena itu kalian hanya memerhatikan Youngjae.” ujar
Kyungjae dengan penuh amarah.

Ibu Youngjae pun tak diam saja, ia berdiri dan menampar pipi anak sulungnya untuk menyadarkan bahwa pernyataan itu salah.

“Ibu ! apa yang ibu lakukan ?!” ketus Kyungjae.

“Jaga ucapanmu ! kami tak pernah melakukan hal seperti itu ! kami akan mendukungmu apabila kau tertarik pada sesuatu ! dan kau tak pernah mengatakannya. Dan juga Youngjae tidak gila ! dia sakit sekarang.” balas ibu Youngjae dengan ketus kepada suami dan putranya.

Makan malam keluarga Go pada malam itu berantakan.

Ibu Youngjae pun masuk ke dalam kamar Youngjae saat ia masih tinggal di rumah keluarga Go dan menyadari sesuatu yang ada di atas meja kerjanya, ia pun mengambil benda tersebut yang merupakan kartu nama seseorang.

Sang ibu sempat bingung dari mana kartu nama itu didapatkan, namun ia langsung mengingatnya ia mendapatkannya saat Youngjae menjatuhkan kartu nama di jalanan.

Pada malam itu juga Jihye wanita yang tak sengaja hampir menabrak Youngjae tadi, sedang mendapat masalah tentang kliniknya.

Ia tengah membicarakan hal itu kepada ibunya agar mendapat jalan keluar.

“Bukan ibu tak percaya padamu, tapi sebelum klinik itu bangkrut. Bagaimana kalau kau kerja di rumah sakit besar, ibu punya koneksi dengan beberapa rumah sakit besar.” saran ibu Jihye.

“Bagaimana dengan ayah ? itu satu-satunya peninggalan ayah yang aku janjikan untukku jaga, ayah akan sedih melihat ini.” balas Jihye yang nampak putus asa.

“Ibu akan menjaganya, kita akan menutup gedung itu sementara. Kau bisa mengurusnya lagi saat kau sudah tahu cara mengatasi masalahnya.” saran ibu Jihye.

“Kita pikiran itu nanti saja, ibu maukah kau berlibur denganku ? kurasa aku butuh menghabiskan waktu dengan mu.” usul Jihye.

“Tiba-tiba kau ingin berlibur ?”  jawab ibu Jihye bingung.

“Tak usah jauh-jauh, banyak tempat di Korea yang bagus untuk dikunungi. Hmmm bagaimana Pulau Ulleung kita bisa naik kapal feri kesana.”  jelas Jihye yang berusaha untuk meyakinkan ibunya.

“Lakukan sesuka hati mu.” ujar ibu Jihye setuju.

“Baiklah akan ku atur semuanya, ibu tidur saja dulu.” ujar Jihye.

“Kau juga cepat tidur jangan terlalu banyak berpikir.” perintah ibu Jihye.

Jihye pun memasuki kamarnya, ia berpikir apa yang harus dilakukan untuk mengurus klinik peninggalan ayahnya.

Yang dibutuhkan untuk membangkitkan klinik itu adalah investor dan promosi.

Jihye sangat kurang dalam melakukan dua hal itu, ia juga berpikir tak buruk juga bekerja di rumah sakit besar.

Where I Ever Saw You ?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang