Part 9 - Decide to go

223 21 5
                                    

Aku berada di ruangan Big Boss. Tempat ini, tidak terlihat seperti ruangan bagiku. Ini lebih terlihat seperti aula. Atau lebih tepatnya singgasana raja. Ruangan yang super lebar dengan banyak tiang beton sepanjang jalan menghadap Big Boss duduk.

Jangan bayangkan seperti di istana sungguhan. Ini hanya mirip. Ah, mungkin aku salah. Ini tak mirip sama sekali. Tiang betonnya sungguh jelek, tidak di cat atau dilapisi apapun. Tidak ada karpet merah. Yang ada hanya lantai biasa berwarna gelap.

Beberapa tiang beton ini ada yang sudah hancur, bekas pertempuran yang pernah terjadi di sini. Juga satu yang aku hancurkan kemarin masih diposisinya tak berubah sama sekali. Big Boss tidak mau mengeluarkan uang untuk memperbaiki ruangan ini. Aku jadi penasaran sekarang bagaimana rumah Big Boss.

Di ujung jalan ada sebuah kursi besar dengan meja besar, tempat Big Boss duduk. Meja dan kursinya terlihat cukup indah dengan ornamen yang memukau. Jika saja benda ini tidak diletakkan di sini akan terlihat elegan. Sayang sekali.

Jendela-jendela besar juga menempel di dinding-dinding ruang membuat ruangan jadi lebih terang. Lambu besar yang menggantung, aku tak tau harus mensyukuri adanya lampu tersebut atau tidak, maksudku, Itu seperti tidak berguna.

Ruangan ini sudah terang karena cahaya dari luar. Big Boss juga tak pernah ada di sini jika malam tiba. Entahlah. Ruangan ini jadi terlihat mengerikan jika malam tiba. Ditambah lagi, siapa juga yang mau berada di sini malam-malam. Tidak ada apa-apa di ruangan ini. Big Boss selalu menyuruh kedua bodyguard nya yang selalu berdiri dibelakangnya untuk membawa semua barang-barang miliknya kembali ke rumah.

"Ah, Diandra. Kau kembali begitu cepat. Bagaimana dengan misimu?" Big Boss langsung bertanya saat aku sampai di hadapannya.

"Berhenti berpura-pura. Aku tau kau yang menyelamatkan kami saat aku mengamuk di dekat perbatasan." Tatapanku tajam.

"Benarkah? Perbatasan apa yang kau maksud? Memang apa yang terjadi dengan kalian?"

"Tch, dengan diriku yang mengamuk tak terkendali, tidak mungkin kami bisa kembali ke villa tanpa diketahui. Pasti kau yang membawa kami pulang."

"Kenapa kau berpikir seperti itu, Diandra? Aku ini hanya manusia biasa. Dan lagi, aku tak tau kau mengamuk. Juga, setauku saat kau mengamuk kau akan kehilangan kesadaranmu. Bagaimana kau bisa mengingatnya? Apa itu cuma hipotesismu?"

"Berhenti bercanda, botak. Aku tau apa yang ku lakukan!"

"Oh, benarkah? Jadi, apa yang kau lakukan sekarang?" Tch, pria botak menyebalkan ini selalu mencoba mengelak. Dia tau apa yang terjadi pada kami. Aku tau itu. Entah bagaimana caranya. Aku selalu merasa ada yang aneh dengannya.

Big Boss telihat tersenyum. Apa dia tau apa yang kupikirkan? Tch, dia selalu bisa membuat segalanya berjalan sesuai keinginannya.

"Aku ingin melaporkan tentang misi kami." Ucapku setelah jengah dengan wajah menyebalkannya.

"Hahaha, aku tau kau ingin melaporkannya. Aku harap kau membawa kabar baik tentang ini."

"Misi kami kami gagal." Wajah Big Boss langsung berubah seketika. Ia tampak tidak suka.

"Apa maksudmu? Kau tau bahwa aku tak menerima kegagalan. Apa pembelaanmu?" nada bicara Big Boss menjadi sangat dingin. Sungguh mencekam. Aku bisa merasakannya. Tapi aku mempertahankan posisiku dan ekspresiku.

"Taget kami adalah kakak dari mateku. Aku—"

"APA PEDULIKU, HAH! DIA CUMA KAKAK DARI MATEMU, BUKAN MATEMU SENDIRI! AKU TAK MAU KALIAN GAGAL SETELAH APA YANG TERJADI!" Teriakan Big Boss seolah membuat dinding-dinding ruangan ini bergetar. Aku mundur satu langkah, satu karena terkejut dan satu lagi karena teriakan Big Boss memang mengerikan.

Mighty WolfTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang