Romansa Hidup 3

4 0 0
                                    


Chapter 3 : Air Mata


"Dari mana kamu, sore-sore gini baru pulang.pasti dari main kan," terdengar suara teriakkan seperti orang tua dan itu adalah suara Ayahku.

"A-Aku dari eskul sekolah yah," ucapku menundukkan kepalaku.

"Hari pertama harus pulang selama ini?" tanya lagi sang Ayah hingga nadanya mulai tinggi.

"Ta-Tapi yah ..."

"Mau ngelawan orang tua hah?!!" amarah sudah berada mencapai otak ayahku.

 Aku menundukkan kepalaku dan tidak berani untuk menatap matanya, jangankan matanya untuk melihat kakinya saja aku tidak berani.habis terdengar suara Adzan Maghrib aku keluar rumah dan membawa gitarku.

"Semoga aja tempatnya ramai."

 Aku membawa gitarku dan pergi ke suatu tempat yang baru saja ku temui beberapa bulan yang lalu.15 Menit ku tempuh dengan berjalan kaki dan ntah kenapa aku melakukan hal ini membuatku menjadi semangat,"Pokoknya bisa buat nyicil beli LKS nanti, biar ga terlalu bebanin orang tua."

"Semoga saja aku dapat banyak hari ini," ucapku lalu berjalan ke pembatas tengah jalan.


"Ujian hidup yang selalu menerpamu

Yang berjuang untuk hidup yang hanya sementara

Rasa perihnya hujan di hatimu

Yang diberikan oleh rasa yang hanya sementara"


"Kita hidup di dunia yang penuh tanda tanya

Yang tak mungkin kau ubah dan terpaksa mengikutinya

Kita berada di antara benar atau salah

Yang tak mungkin dapat kau ukur dengan ras"


"Berdoalah, sampai kan pada Tuhan semua keluh kesahmu dia kan menjawabnya

Percayalah, dia kan menunjukkan kasihNya

Padamu melalui jalannya, percayalah"

 Lirik tiap lirik, sajak tiap sajak ku nyanyikan hingga waktu malam tiba dan aku harus kembali ke rumah tinggalku namun sebelum itu aku mengitung hasil yang ku kumpulkan dan bersyukur mendapatkan yang lumayan banyak.

 Bintang-bintang menghiasi angkasa, ternyata benar bintang itu benda ciptaan tuhan yang sangat indah karena mereka di ciptakan dengan bentuk yang sangat indah dan bulan sebagai pelengkap malam hari yang indah akan cahayanya.

"akhirnya sampai juga di rumah, cuci kaki, cuci tangan terus tidur deh."

 Keesokan harinya, tepat hari selasa aku berangkat sekolah kembali dan masa perkenalan sekolah pun masih di lakukan hingga esok hari.Semuanya berjalan seperti biasanya hingga semua murid ajaran baru berkumpul kembali di lapangan sekolah dan seperti biasa kepala sekolah kembali menyampaikan pesan-pesan penting saat-saat masa pengenalan sekolah.

"Baiklah,sekian dari bapak dan semangat menjalanin masa pengenalan sekolah."

 Semua murid di berikan istirahat untuk makan terlebih dahulu namun untukku waktu itu ku pakai untuk menulis di atas kertas buku hingga kakak kelas dari eskul musik menghampiri aku.

"Ram, bisa nyanyi kaya kemarin lagi ga tapi versi fullnya" ucap kak Rangga.

"Bisa kak, memangnya kapan ya?" tanya ku.

"Sekarang sih, sekalian mau dokumentasi juga."

"Baiklah kak."

 Akhirnya aku di ajak mereka untuk datang ke aula yang tempatnya lumayan luas dan terdapat juga banyak alat musik.Sesaat ku lihat ada gitar listrik yang berdebu karena tidak di pernah di pakai lagi saat liburan sekolah.

"Kamu bisa pakai gitar listrik kan?," tanya kak Rangga.

"Bentar kak aku coba dulu kak," saat ku test dan ku nyatakan bisa.

"Bisa kak," ucapku sembari angguk kepala.


"Terlalu banyak cerita, yang sering aku saksikan

Terlalu banyak problema, terlalu sering ku dengar

Andai ku bisa bicara, kumohon tolong hentikan

Hargai aku sebagai keturunan kalian

Dan ku tak tau apa-apa"


"Ibu tolonglah berhenti memakinya

Ayah jangan memukulnya

Entah siapa yang harus aku percaya

Kebencian menghancurkan semua"


"Kulihat wajah mereka, emosi semakin gila

Banyak barang yang terlempar, ku kira sebuah bencana

Ingatkah dulu kalian, ucapkan janji bersama

Ikrarkan sumpah dan cinta, tuk saling menjaga

Tapi kini semua telah berbeda"


 Aula di isi beberapa kakak kelas yang berada di pintu dan duduk di kursi yang ada di dalam aula, aku yang dari tadi nyanyi hanya menahan rasa malu karena sebelumnya tidak pernah bernyanyi di depan banyak orang.

"Keren juga suara kamu, Ram" puji kak Rangga.

"Makasih kak, nanti saat menjelang dewasa juga suaraku pasti berubah" ucapku merendah/

"Ya sudah lah, kamu juga nanti harus ke kelas buat lanjutin pengenalan sekolah," aku hanya mengangguk dan pamit pergi.

 Baru saja aku keluar dari aula ada seseorang menghampiriku ternyata dia adalah kak Sonya, "Haduh ngapain sih perasaan ketemu mulu."

"Hei Rama," sapanya.

"Eh ... Iya, hei juga kak Sonya," menyapanya balik.

"Bareng yuk sekalian ke kelas," ajaknya.

"Eh ... gimana ya, ya udah deh aku ngikut" aku hanya pasrah ketika di ajaknya.

"Ga di tali sekalian kak akunya?" gerutu dalam hati.

Aku hanya gelengkan kepala dan dia bertanya," kenapa sih?"

"Engga kok kak."

#Flashback on

 Suara tangisan terdengar keras hingga beberapa bagian tubuhku terasa sakit, apakah aku mampu berjalan?, ku gerakkan kakiku tapi yang kurasa hanya sakit.Masih teringat jelas ketika Abangku memarahiku akibat aku di tuduh mencuri barangnya dan mengambil sapu yang yang terbuat dari rotan untuk memukulku hingga keras, tepat di bagian tulang keringku yang ku rasakan.

 Aku ingin menangis sekencang mungkin namun apa ada seseorang ingin menolongku?, aku di pukulin saja mereka tidak ada yang membantu. Air mata demi air mata ku keluarkan hingga aku tertidur pulas

#Flashback off

"Hei melamun saja dari tadi, ada apa sih" pertanyaan kak Sonya membuatku kembali tersadar dari lamunanku.

"Tidak ada apa-apa kak, tadi aku hanya lupa sarapan kak," ucapku berbohong.

"Ya sudah sehabis ini kita makan di kantin."

 Lagi dan lagi aku harus menuruti perkataanya, karena jika aku menolaknya yang aku takutkan nanti dia nangis, "Ah dasar wanita, seenaknya aja hidupnya."

Romansa HidupTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang