2. Sikap buruk

47 5 2
                                    

TK MUTIARA BEKASI

Agustus 2007, hari dimana aku masuk TK A untuk pertama kali. Hari pertama pendidikan ku di sekolah tersebut memiliki kesan yang sangat baik.

"Wow ada ayunan dan kolam renang nya"

kesan yang baik untuk sekolah di hari pertama. Menggunakan seragam putih dengan kotak-kotak terlihat lucu jika dibayangkan kembali.

Kenangan yang selalu kuingat adalah kenangan saat bertemu teman pertamaku.

"Halo! Namaku Dita" sahut seorang gadis

"Hai, namaku Arta"

Cantik, imut, lucu. Mungkin itu kesan pertamaku padanya. Yaa itu memang tidak salah lagi.

Bukan hanya aku, bahkan anak-anak lainnya dan orang tua kami semua mungkin setuju. Apalagi ibuku sendiri yang bilang bahwa gadis kecil itu memang cantik.

Sebenarnya TK & SD tempat aku tumbuh dan belajar adalah sekolah yang dibangun oleh kakekku sendiri.

Lahir dikeluarga yang kaya membuat diriku sombong, egois, licik, dan nakal. Karena itu juga aku merasa semua fasilitas adalah milikku dan aku berhak melakukan apapun yang aku mau.

Dalam ingatanku aku juga pernah menolak anak-anak lainnya untuk bermain di salah satu ayunan di sekolah itu. Aku bahkan memperingatkan mereka.

"Kamu gaboleh make ayunan ini! yang ini punyaku!"

Mendengar kata-kataku tersebut, teman-temanku yang lain hanya bisa mematuhi tanpa syarat. Dengan fakta bahwa kakekku adalah pemilik sekolah tersebut.

Tahun berikutnya pada saat aku TK B. Aku terkena penyakit pada alat pendengaranku.

Dito, salah seorang temanku. Dia iseng memegang dan menarik telingaku yang sedang sakit.

"Aaahhh..sakittt!!" Teriaku sambil melepaskan tangan nakalnya dari telingaku yang sedang sakit.

"DHUAK...!" Suara itu terdengar setelah emosiku meluap dan meninju telinga bagian kanan temanku, Dito.

"HUUUWAAAA......!!!" Dito berbaring di lantai sambil menangis dan memegangi telinga kanannya yang aku tinju.

Tidak cukup disitu, aku mulai mengepal tangan ku lagi dan berusaha meninjunya lagi.

"BUK...!" Sebelum tinju keduaku mencapai wajah Dito, guruku menepis tanganku dan melerai kami berdua.

Kejadian tersebut sampai di telinga semua orang tua murid. Dan ibuku memarahi dan menasehatiku atas perbuatan ku saat itu.

Awalnya aku berpikir kejadian itu hanya kejadian biasa. Keesokan harinya Dito tidak memasuki sekolah.

Dia tidak masuk sekolah karena pergi kedokter. Dan dokter mendiagnosis bahwa gendang telinganya retak.

Mendengar bahwa anaknya membuat anak lainnya menjadi seperti itu, Ibuku langsung membawaku kerumah Dito untuk silahturahmi sambil meminta maaf atas kelakuan anaknya.

"Mamah kita mau kemana?"

"Kita mau kerumah Dito"

Mendengar jawaban itu aku hanya terdiam di kursi mobil sambil membuka tas koper bergambar mobil. Lalu buku gambar Superhero kesukaanku.

Sesampainya di rumah Dito. Ibuku dan aku minta maaf tentang apa yang terjadi. Lalu mengobrol dengan orang tuanya Dito.

Karena aku masih bocah aku tidak peduli tentang apa yang mereka katakan.

Di TK B kami para anak ditanya oleh guru kami

"Apa cita-cita kalian?"

Yaa, seperti anak TK kebanyakannya. Pilihan bebarapa anak pasti menuju ke Dokter, Polisi, Tentara, dan Guru.

Profesi atau cita-cita tersebut memang menjadi pilihan hampir semua anak. Tetapi aku berbeda dengan mereka. Seseorang vertanya padaku.

"Arta cita-cita kamu jadi apa?"

"Jadi tulang!"

Mendengar jawabanku yang aneh semua teman-temanku tertawa, Layaknya jokes bocah pada saat itu.

Klo anak remaja mendengar jawaban aku. Gasalah lagi pasti diketawain. Juga pasti dibilang "receh banget ta.."

Tapi mereka cuman anak-anak jadi ngedenger kata-kata itu dan mereka cuman ketawa gitu aja...

Yaa jujur saja itu memang jawabanku, walaupun orang bilang aku hanya bercanda aku tidak peduli.

Satu hal yang mereka tidak tahu. Jawaban itu bukan candaan.

"Kenapa jawaban Arta kayak gitu?"

Pada akhirnya waktu yang bakal jawab kenapa cita-cita nya berbeda dari sebagian anak kecil lainnya.

Harapan Arta Untuk BahagiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang