BAGIAN 4

198 12 0
                                    

Berpikir begitu, Darmo Angkor berbalik. Dia tegak berdiri, memandang Ki Soma. Bias ketakutan yang tadi menghiasi wajahnya, berubah cepat. Yang ada saat ini hanya kerut-merut penuh dendam, dan sorot mata galak dipenuhi hawa nafsu amarah.
"Orang tua! Kau telah membunuh ayah ibuku! Kau harus mati di tanganku!" dengus Darmo Angkor dengan suara sedikit parau. Seperti raungan gajah yang terluka, Darmo Angkor menerjang Ki Soma.
"Heaaa...!"
Plak!
Ki Soma menepis serangan Darmo Angkor. Bahkan saat itu juga dilepaskannya satu pukulan geledek ke dada pemuda itu.
Bugkh!
"Heh?!"
Betapa terkejutnya kepala desa ini. Bukan saja pukulannya tidak membawa hasil, tapi juga tangannya sendiri yang bergetar. Bahkan dia sampai terpekik kaget. Ki Soma jadi penasaran, seketika dilepaskannya satu tendangan dengan tenaga dalam penuh.
Deb!
"Uhhh...!"
Sekali lagi orang tua ini dibuat penasaran. Tendangannya yang berisi tenaga dalam tinggi ternyata sama sekali tidak berpengaruh terhadap Darmo Angkor. Pemuda itu menggeram, memperlihatkan kemarahannya. Tangannya cepat dikibaskan. Seketika itu pula, Ki Soma menangkis.
Plak!
Lagi-lagi Ki Soma merasakan tangannya linu bukan main.
"Gila! Orang ini agaknya bukan manusia...!" desis orang tua itu.
"Ki Soma! Biar kita bereskan dia sama-sama!" teriak seseorang.
"Ya! Kita bereskan dia! Ayo, biar tidak ada lagi perusuh di desa kita!" sambut yang lain bersemangat.
"Heaaat...!"
Ki Soma tidak menyahut, seperti menyetujui tindakan penduduk desa untuk mengeroyok Darmo Angkor.
"Goaaarrrgkh...!"
Mendadak saja Darmo Angkor menggerung mengerikan. Tubuhnya menggeliat dengan sorot mata buas menakutkan. Beberapa senjata tajam berhasil memapas tubuhnya. Namun tidak satu pun yang berhasil melukainya. Padahal mereka lakukan berulang-ulang. Dan kini Darmo Angkor mulai balas menyerang. Sekali tangannya dikibaskan, dua atau tiga orang lawannya terpelanting saling tubrukan.
Plak! Prak!
"Aaa...!"
Tulang-belulang mereka patah. Bahkan beberapa diantaranya terpental dengan kepala remuk. Sementara pemuda bertubuh raksasa itu terus mengamuk dahsyat!
"Yeaaat..!" Kali ini disertai teriakan keras, Ki Soma berusaha mendesak Darmo Angkor ke dalam telaga dengan tendangannya.
Des!
"Uhhh...!"
Tendangan orang tua itu tepat mengenai dada Darmo Angkor. Hingga mengeluh tertahan. Tubuhnya terhuyung-huyung sedikit ke belakang.
"Terus, Ki! Terus...! Desak dia ke telaga! Ceburkan Buto Ijo ke sana!" teriak yang lain memberi semangat.
Orang tua itu bergerak lincah. Begitu menjejakkan kaki, tubuhnya kembali mencelat melakukan tendangan menggeledek.
"Hiyaaa...!"
Tap! Wut!
Tidak seperti tadi, kali ini Darmo Angkor berhasil menangkap kaki Ki Soma dan dia bermaksud akan membantingnya. Masih untung Ki Soma berhasil melepaskan diri. Darmo Angkor tidak diam begitu saja. Pemuda bertubuh raksasa itu terus mengejar. Sementara beberapa pengeroyok lain tidak begitu dihiraukannya.
"Heaaa...!"
Ki Soma segera bergulingan menyelamatkan diri. Sementara Darmo Angkor sepertinya tak ingin memberi kesempatan sedikit pun. Tubuhnya langsung mencelat, dengan kaki terjulur kearah dada Ki Soma. Dan....
Jder...!
Tubuh kepala desa nyaris hancur luluh kalau saja tidak cepat menghindar dengan terus bergulingan. Tanah bekas hantaman kaki Darmo Angkor tampak berlubang dalam. Bahkan bumi di sekitarnya bergetar hebat membuat kaget para penduduk.
Setelah bergulingan, Ki Soma cepat melenting bangkit berdiri. Kemudian tubuhnya melesat, melakukan tendangan kembali ke perut. Darmo Angkor yang masih celingukan mencari-cari lawannya, tak sempat lagi mengelak ketika tubuh Ki Soma meluncur datang. Hingga....
Buk!
"Uhhh...!" Tubuh Darmo Angkor terhuyung-huyung ke belakang begitu tendangan kepala desa itu telak mendarat di sasaran. Namun belum juga tumbang. Melihat keadaan Darmo Angkor, Ki Soma segera mengerahkan tenaga dalam ke arah ayunan goloknya. Yang jadi sasaran adalah perut pemuda bertubuh raksasa ini.
Tak!
"Sial...!"
Kepala desa itu menggerutu geram. Goloknya ternyata tidak berhasil melukai kulit Darmo Angkor. Dan sekali lagi hal itu dilakukan, hasilnya tetap sama.
Darmo Angkor hanya mengeluh kesakitan. Juga ketika beberapa buah senjata tajam lainnya menghujani, pemuda itu berteriak agak keras. Namun begitu tidak mampu melukai kulitnya. Darmo Angkor menggerung geram, lalu mengamuk sejadi-jadinya. Kedua tangannya bergerak ke kanan dan kiri. Sementara kakinya sibuk menendang orang-orang yang berada di dekatnya.
Duk! Prak! Begkh!
"Aaa...!"
Beberapa pengeroyok berhasil menghindar. Namun yang lainnya menjadi korban. Mereka menjerit kesakitan. Di antaranya menderita patah tulang ketika diinjak Darmo Angkor. Bahkan ada juga yang kepalanya remuk.
"Heaaat...!"
Tengah pemuda itu mengamuk, sekonyong-konyong Ki Soma menendangnya dari belakang yang tak mampu dihindari lagi.
Begkh!
"Uhhh...!" Kali ini Darmo Angkor terjerembab setelah terhuyung-huyung ke depan.
Maka seketika itu pula orang-orang desa itu langsung mengerubutinya. Kali ini mereka menghujani batu-batu besar, sehingga membuat Darmo Angkor kebingungan. Beberapa kali dia berteriak-teriak kesakitan sambil mengibas-ngibaskan kedua tangan untuk melindungi bagian mukanya.
Ki Soma menggunakan kesempatan itu untuk menghajar. Seketika dilepaskannya tendangan ke selangkangan Darmo Angkor.
Tak!
"Aaakh...!" Pemuda itu menggerung setinggi langit menahan rasa sakit yang hebat. Sedang Ki Soma mendengus geram, sambil memandang sinis. Kali ini orang tua itu mengetahui kelemahan lawannya. Dan dengan sekali hajar lagi disertai pengerahan seluruh tenaga dalam diyakini pemuda itu segera menemui ajalnya.
"Pencuri busuk! Kau boleh mampus sekarang juga!" desis Ki Soma seraya mengayunkan tendangan. Dan sedikit lagi tendangan itu mendarat...
"Hiyaaa...!"
Mendadak saat itu juga terdengar bentakan nyaring. Akibatnya, niat orang tua itu terhenti.
Belum juga hilang gema teriakan tadi, tahu-tahu melesat sosok bayangan merah darah dengan gerakan cepat bukan main. Lalu....
Bret!
"Aaa...!" Beberapa penduduk desa tahu-tahu memekik kesakitan. Mereka ambruk dan tewas seketika dengan luka sabetan senjata tajam.
"Keparat!"
Ki Soma mendengus geram, begitu melihat sosok yang tengah mengamuk dahsyat. Dengan golok terhunus, langsung diterjangnya sosok yang ternyata seorang gadis cantik berbaju merah muda ini.
Trang! Bet!
"Uhhh...!" Golok Ki Soma menghantam senjata yang digunakan gadis berbaju merah muda itu. Tapi justru tangannya yang bergetar. Dia mengeluh pendek. Dan belum lagi sempat menguasai diri, sekonyong-konyong terasa angin tajam menyambar pinggang. Cepat bagai kilat Ki Soma berkelit dengan melompat kebelakang seraya mengibaskan golok.
Trang!
Orang tua itu berhasil menangkis senjata gadis berpakaian merah muda ini. Namun secara tak terduga gadis itu berputar, kembali mengkelebatkan senjatanya. Begitu cepatnya sehingga tidak mampu dielakkan.
Cras!
"Aaakh...!" Ki Soma menjerit kesakitan begitu pinggangnya robek lebar tersambar senjata gadis itu. Darah tampak mengucur deras dari lukanya.
"Hiyaaat...!"
Dan belum sempat Ki Soma berbuat apa-apa, gadis itu telah kembali menyerang dengan cepat dan ganas. Karena untuk menghindar sudah tak mungkin lagi, terpaksa goloknya dikelebatkan untuk memapak senjata gadis berbaju merah muda ini.
Trang!
Begitu habis memapak, Ki Soma terpaksa membuang diri ke samping. Karena saat itu pula, satu sambaran senjata yang lain mengancam ke leher. Agaknya baru disadari kalau gadis ini memiliki sepasang senjata untuk menghadapinya.
"Haiiit!"
Baru saja tubuh Ki soma bergulingan, gadis itu telah memutar tubuhnya. Tepat saat orang tua itu baru saja bangkit, gadis itu telah berkelebat sambil melepaskan satu tendangan geledek.
Des!
"Akh...!"
Tak ayal lagi, satu tendangan keras menghantam dada Ki Soma. Orang tua itu memekik keras. Tubuhnya terjungkal dan ambruk ke dalam telaga.
Byur...!
"Ouf, tolong...! Tolo... ng...!"
Teriakan Ki Soma hanya sesaat. Karena saat tubuhnya mulai bergerak, lumpur dasar telaga itu cepat menyedotnya ke bawah. Tubuhnya terus tenggelam. Tamatlah riwayatnya.
Orang-orang desa memang tidak sempat memberi pertolongan. Karena kejadian itu begitu singkat dan cepat. Mereka masih terkesima melihat kehadiran gadis berbaju merah muda.
"Yeaaat!"
Belum tuntas keterkejutan para penduduk, kembali dikagetkan teriakan lainnya. Tampak seorang gadis cantik berpakaian merah muda dengan kedua pedang di tangan, mengamuk hebat membantai para penduduk. Gadis yang tadi menjatuhkan Ki Soma itu membunuh orang-orang desa dengan mudah seperti membalikkan telapak tangan saja. Beberapa orang tewas. Sementara yang lainnya menyusul dengan cepat.
Pekik kematian dan mayat-mayat ambruk dalam keadaan mengerikan tak dapat dihindari lagi. Akibatnya para penduduk yang masih selamat menjadi ciut nyalinya melihat keganasan gadis itu. Dan mereka yang tersisa langsung kabur tunggang-langgang menyelamatkan diri.
"Hm...." Gadis berpakaian merah muda itu menggumam sinis tanpa mempedulikan mereka. Dia membersihkan pedangnya yang berlumuran darah menggunakan baju mayat-mayat yang menjadi korbannya.
Sempat matanya melirik sekilas orang-orang desa yang tinggal segelintir itu. Dalam sekejapan mata, bayangan mereka sudah tidak terlihat lagi. Kini gadis itu melangkah mendekati Darmo Angkor yang tegak berdiri memandanginya dengan wajah takjub.
"Siapa namamu...?" tanya gadis itu dingin.
"Eh, Darmo.... Darmo Angkor! Siapakah Kakak ini? Hebat sekali! Dalam sekejap mampu membuat mereka kabur ketakutan...!"
"Namaku Dewi Tanjung Putih. Tapi orang-orang menyebutku sebagai Bidadari Tangan Api...."
"Bidadari Tangan Api? Oh! Apakah Kakak berasal dari swargaloka? Jadi..., jadi tangan Kakak bisa mengeluarkan api?!" tanya Darmo Angkor dengan mata membelalak lebar dan wajah keheranan.
Gadis yang ternyata Bidadari Tangan Api tersenyum kecil. Dipandanginya wajah pemuda bertubuh raksasa ini. Kelihatan polos seperti bocah di bawah sepuluh tahun.
"Ya, aku dari swargaloka. Tanganku bisa mengeluarkan api, tapi tidak boleh sembarangan digunakan. Hanya untuk menghukum orang-orang jahat...," sahut Bidadari Tangan Api yang bernama asli Dewi Tanjung Putih enteng.
"Seperti orang-orang tadi?" tanya Darmo Angkor lugu.
"Ya...."
Tiba-tiba saja pemuda bertubuh raksasa itu termenung memandangi permukaan telaga. Kemudian kakinya melangkah pelan dan berhenti tepat di tepinya. Dipandanginya untuk beberapa saat seperti hendak menembus telaga yang kelihatan dangkal.
"Kenapa kau sedih...?" tanya Dewi Tanjung Putih.
"Orang tuaku.... Mereka berada di dasar telaga ini. Bisakah Kakak menolong untuk mengeluarkan mereka?" tanya Darmo Angkor dengan wajah lesu.
Dewi Tanjung Putih tersenyum, lalu melangkah mendekati Darmo Angkor.
"Mereka tengah beristirahat. Dan kau tidak boleh mengganggunya lagi...," sahut gadis berjuluk Bidadari Tangan Api ini sambil menepuk-nepuk pinggang pemuda itu.
"Tapi tapi.... Mereka adalah pelindungku. Kalau mereka beristirahat, lalu siapa yang melindungiku? Orang-orang itu ingin membunuhku. Mereka membenciku...!" ujar Darmo Angkor.
"Kenapa harus bingung? Apakah kau tidak mau menganggapku sebagai kakakmu? Aku akan melindungimu dari orang-orang jahat itu...," tandas Dewi Tanjung Putih cepat.
"Oh, benarkah?! Aku suka sekali kalau kau sudi menjadi kakakku?!" sahut pemuda itu seraya berlutut dan merangkapkan kedua tangan. Wajah Darmo Angkor tampak gembira dengan senyum mengembang lebar.
"Ya, mulai hari ini kita akan mengikat saudara. Kau menjadi adikku dan aku menjadi kakakmu. Sebagai seorang adik, kau harus patuh dan turut pada yang kukatakan."
"Tentu saja! Aku akan patuh dan menuruti semua kata-katamu. Tapi...."
"Ada apa, Darmo?"
"Perutku lapar. Kak...," sahut Darmo Angkor, lirih.
"Ayo berdiri! Kita ke desa itu dan cari makanan. Kau akan makan sepuasmu!"
"Tapi tapi.... Mereka akan membunuh kita nantinya...?!"
"Apakah kau tidak percaya kalau aku akan melindungimu? Ayo, bila mereka berani mengusik, akan kutebas lehernya!" sahut si Bidadari Tangan Api bersemangat.

***

"Siapa lagi yang bisa kau andalkan kini, orang tua? Serahkan putrimu. Dan kau boleh bebas pergi dengan nyawa utuh," ujar seorang pemuda tampan berpakaian baju jubah panjang dan tampak resik. Pada tangannya tergenggam sebuah suling. Rambutnya yang panjang digelung ke atas, diikat pita merah.
"Bajingan terkutuk, langkahi mayatku jika kau inginkan putriku!" dengus seorang laki-laki tua sambil mendekap seorang gadis berusia sekitar enam belas tahun.
Memang meski pemuda itu tampan, namun tidak membuat gadis ini menjadi senang. Malah tubuhnya menggigil ketakutan merapat ke tubuh laki-laki tua yang ternyata ayahnya. Bola matanya melirik sekilas pada mayat-mayat yang bergeletakan di sekitar mereka. Jumlahnya ada enam orang. Mereka tewas dengan cara mengerikan.
"Hm.... Jadi kau menginginkan mati ketimbang menyerahkan putrimu baik-baik?" tanya pemuda itu masih dengan sikap tenang.
"Huh! Terkutuklah kau! Orang sepertimu seharusnya tidak boleh hidup di dunia ini!" desis orang tua itu.
"Hahaha...! Begitukah menurutmu? Orang tua! Seharusnya kau merasa bangga karena anakmu berjodoh denganku. Aku Kamajaya, adalah orang terpandang. Berapa banyak gadis yang mengejar-ngejar, namun tak seorang pun yang berkenan di hatiku...," kata pemuda yang ternyata bernama Kamajaya.
"Siapa yang peduli segala omong kosong itu?!"
"Hm!"
Senyum Kamajaya seketika sirna mendengar kata-kata orang tua itu. Wajahnya berkerut Dan kelihatannya dia mulai tidak sabar menghadapi orang tua yang keras kepala ini.
"Aku telah cukup bersabar dan berbaik hati padamu. Tapi kau tidak juga mengerti niat baikku. Orang sepertimu agaknya harus dipaksa agar mengerti niat baik seseorang!" desis Kamajaya geram.
"Persetan dengan segala ocehanmu! Berani kau menyentuh putriku, maka pedang ini akan menebas lehermu!" ancam orang tua itu seraya menyilangkan pedang ke wajah.
"Pedang itu? Kau hendak menghadapi Pendekar Suling Emas? Huh! Kau boleh mimpi. Tolol! Tak seorang pun yang bisa menolak dari keinginanku. Tidak juga kau!" sentak Kamajaya yang berjuluk Pendekar Suling Emas.
Baru saja selesai berkata begitu, tubuh Kamajaya mencelat. Orang tua itu terkesiap, berusaha mengibaskan pedang. Namun senjatanya hanya menebas angin. Bahkan tiba-tiba saja tubuhnya terdorong ke samping oleh satu tenaga kuat. Dan bersamaan dengan itu....
"Ayaaah...!" Terdengar jeritan gadis yang tadi mengkeret dalam pelukan orang tuanya.
"Anakku...!" jerit laki-laki tua itu kaget. Bola mata orang tua ini melotot garang. Darahnya tersirap sampai ke ubun-ubun ketika mengetahui kalau putrinya telah berada dalam pelukan Kamajaya.
Pemuda itu sendiri tersenyum-senyum mengejek.
"Sekarang apa yang bisa kau lakukan? Dia dalam genggamanku, maka berarti milikku. Aku bisa berbuat apa saja terhadap milikku...," ejek Kamajaya.
"Bedebah! Lepaskan putriku! Lepaskan dia...!" geram si orang tua.
Sambil menghunus pedang, laki-laki tua itu mengejar penuh amarah. Namun ringan sekali gerakan Kamajaya saat melompat menghindar. Dan untuk kedua kalinya, senjata itu hanya menebas angin. Dan sebelum laki-laki tua itu bermaksud menyerang lagi....
"Berhenti, Orang Tua! Kalau tidak, aku tidak akan segan memecahkan batok kepala putrimu ini!" bentak Kamajaya, membuat gerakan laki-laki tua ini berhenti.
Laki-laki tua itu terkesiap melihat pemuda itu mengangkat sulingnya tepat di atas kepala putrinya. Memang, agaknya suling itu tidak bisa dianggap main-main. Buktinya tadi para pengawal orang tua ini binasa, terhajar suling yang kelihatannya aneh ini.
"Baguslah kau tahu gelagat. Nah, sekarang jangan ganggu lagi...," lanjut pemuda itu sambil menyeringai lebar.
"Tunggu dulu! Mau kau bawa ke mana putriku?" tahan laki-laki tua ini sebelum Kamajaya melangkah meninggalkan tempat itu.
"Kau tidak perlu tahu, sebab sekarang bukan urusanmu lagi. Hehehe...! Jangan coba bertindak bodoh. Dan aku tidak segan-segan memecahkan kepala putrimu ini!" sahut Kamajaya seraya menyeret gadis yang berusaha berontak sambil berteriak-teriak ketakutan.
Wajah gadis itu pucat. Tubuhnya tampak menggigil. Suaranya serak di kerongkongan. Laki-laki tua itu bisa merasakan ketakutan yang dialami putrinya. Dan dia tidak mampu berbuat apa-apa karena takut ancaman pemuda bernama Kamajaya. Namun....
"Kembalikan gadis itu pada orang tuanya!"
Terdengar bentakan nyaring menggelegar, mengejutkan semua orang yang ada di tempat ini.

***

157. Pendekar Rajawali Sakti : Dendam Pendekar-Pendekar GilaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang