BAGIAN 3

220 14 0
                                    

"Maling-maling...! Ayo, kejar! dia menuju pinggiran telaga yang dekat hutan sana!"
Terdengar teriakan keras membahana, menyeruak ketenangan Desa Tegal Sari. Sebentar saja, orang-orang desa itu sudah cepat berkumpul sambil mengacungkan segala jenis senjata tajam. Kemudian mereka menyusul yang lain untuk mengejar seseorang yang kini menjadi buronan.
"Kejar.... Jangan sampai lolos!"
"Hajar! Pecahkan kepalanya...!" teriak yang lain menimpali.
Hampir semua lelaki penduduk desa itu mengejar sosok yang diteriaki maling. Jumlah mereka tidak kurang tiga puluh lima orang.
Sementara itu orang yang dikejar adalah laki-laki berusia sekitar dua puluh enam tahun. Wajahnya lebar. Tubuhnya berukuran luar biasa. Bila ada orang yang bertubuh tinggi dan berbadan besar, tak ada apa-apanya dibanding tubuh lelaki itu. Maka ketika berlari kencang begitu, bumi laksana bergoncang oleh derap kakinya.
"Nah, nah...! Dia mulai kelabakan!" seru salah seorang penduduk desa ketika laki-laki bertubuh raksasa ini terjebak di pinggiran Telaga Maut.
Telaga itu sendiri lebar dan cukup dalam. Selama ini, penduduk Desa Tegal Sari jarang ada yang berani mendekatinya. Konon telaga ini memang angker. Beberapa orang yang jatuh dipastikan akan tenggelam dan tak akan tertolong lagi. Ketika mendekati telaga, semula mereka ragu. Namun amarah yang membakar hati, membuat mereka menguatkan diri dan terus mengejar buruan hingga terdesak.
"Mau ke mana kau, Buto Ijo?! Hari ini tamat riwayatmu! Tidak ada lagi pencurian ternak. Tidak akan ada lagi perusakan sawah ladang. Bila kau mati, maka segalanya akan berakhir!" dengus yang lain.
Orang yang barusan berkata tampak gemas. Sikapnya terlihat garang. Goloknya yang tergenggam di tangan kanan sesekali dimain-mainkan dengan sikap mengancam. Sementara para penduduk yang lain pun agaknya bersikap sama. Kelihatan mereka begitu geram dan mendendam pada pemuda bertubuh raksasa satu ini.
Para penduduk sebenarnya kenal laki-laki bertubuh raksasa bernama Darmo Angkor ini, sebab memang masih penduduk desa ini juga. Walaupun tempat tinggal Darmo Angkor yang dijuluki Buto Ijo agak jauh dari perkampungan penduduk.
Dari dulu kedua orang tua pemuda bertubuh raksasa itu memang jarang berbaur dengan penduduk lainnya. Entah kenapa. Namun sikap penduduk pun memang kelihatan enggan. Sebab mereka menduga kalau kedua orang tua Darmo Angkor adalah dukun sakti yang amat jahat. Semula memang tidak ada persoalan di antara mereka. Apalagi kedua orang tua Darmo Angkor yang dicurigai sebagai dukun jahat itu tidak pernah mengusik.
Sejak pemuda itu tumbuh besar dengan nafsu makan yang semakin menjadi-jadi, sementara orang tuanya tidak mampu mencukupi, maka mulailah perkampungan dijarahnya. Dan sejak itu, penduduk dibuat jengkel. Setiap hari ada saja yang kehilangan ternak. Baik ayam, kambing, maupun yang lainnya. Bahkan sawah ladang pun tidak luput dari kerusakan. Buah-buahan yang hendak dipetik, raib tak bersisa. Demikian pula padi-padian yang belum dipanen. Hilang tak berbekas!
Semula kecurigaan penduduk tidak tertuju pada pemuda bertubuh raksasa ini. Tapi suatu saat, salah seorang penduduk sempat memergoki Darmo Angkor yang tengah melahap ternak hasil curian. Maka kecurigaan terhadapnya sejak itu semakin menjadi-jadi. Beberapa orang penduduk pernah mendatangi orang tuanya dan melaporkan kejadian itu. Namun suami istri dukun sakti itu tidak bisa terima. Mereka marah dan mengusir penduduk yang datang. Karena tidak ada jalan lain, mereka segera meringkus Darmo Angkor untuk dimintai pertanggung-jawabannya.
"Sudah, Ki Soma! Bereskan saja Buto Ijo ini sekarang juga!" teriak salah seorang penduduk.
Orang yang dipanggil Ki Soma berusia lima puluh tahun lebih. Tubuhnya agak kurus, sehingga tulang dadanya terlihat menonjol. Namun begitu, sorot matanya terlihat tajam penuh wibawa. Orang-orang segan kepadanya. Maka tidak heran bila dia dipercaya memangku jabatan Kepala Desa Tegal Sari.
"Ya! Kita akan menghukumnya sekarang juga...," sahut orang tua itu dingin.
Baru saja selesai kata-kata Ki Soma, saat itu juga melompat beberapa orang pemuda dengan golok terhunus menyerang Darmo Angkor.
"Yeaaa!"
"Mampus kau, Buto Ijo...!"
Pemuda bertubuh raksasa itu tampak pucat ketakutan. Secara tidak sengaja, kedua tangannya disilangkan untuk melindungi muka dari sambaran golok. Dan....
Tak! Pletak!
"Heh?!" Kedua pemuda desa itu terkejut. Golok mereka sama sekali tidak mampu melukai kulit tubuh Darmo Angkor. Sekali lagi mereka menebas bagian lain yang lunak. Namun hasilnya tetap sama.
Sementara, Darmo Angkor sendiri hanya meringis menahan sakit. Namun begitu, pemuda yang kelihatan tolol ini tidak berusaha membalas. Dia malah tetap berdiri dengan wajah bingung, saat kedua pemuda desa ini terheran-heran.
"Ki Soma! Apa yang harus kita lakukan?! Buto Ijo ini ternyata kebal terhadap senjata tajam!" teriak seorang pemuda yang menyerang.
"Biar aku yang membereskannya. Minggir kalian!" sahut orang tua itu, langsung melompat mendekati Darmo Angkor.
Dan lagi-lagi, kekaguman penduduk desa semakin bertambah ketika melihat kehebatan orang tua ini. Ki Soma ternyata mampu berkelebat ringan, menggunakan ilmu meringankan tubuh yang cukup hebat.
"Darmo Angkor, bersiaplah.... Kau akan menerima hukuman atas perbuatanmu selama ini. Orang tuamu sudah tidak mau tahu lagi. Sehingga kau harus mempertanggungjawabkan sendiri!" desis Ki Soma, begitu berdiri di depan Darmo Angkor.
Orang tua itu menarik napas panjang. Kedua tangannya menyilang di dada, bersiap menghantam pemuda bertubuh raksasa itu dengan tenaga dalam kuat. Dengan sekali hajar, agaknya diyakini kalau Darmo Angkor akan terjungkal dan tenggelam ke dasar telaga di belakangnya. Namun sebelum pukulan Ki Soma terlepas....
"Tahan...!" Mendadak terdengar bentakan keras, membuat terkejut semua orang yang ada di situ.
Ki Soma menahan gerakannya. Seketika kepalanya berpaling kearah asal suara. Tampak sosok tubuh sudah mencelat ringan ke depannya. Mereka adalah sepasang suami istri bertubuh kurus. Yang lelaki berusia hampir sama dengan Ki Soma. Tubuhnya pun kurus serta kecil, dibalut pakaian serba hitam. Kepalanya memakai semacam blangkon hitam. Giginya hitam dan kotor. Beberapa buah terlihat tanggal ketika menyeringai lebar.
"Ayahhh...!" seru Darmo Angkor girang.
Wajah pemuda bertubuh raksasa itu langsung berseri-seri seperti bocah yang mendapatkan mainan kesukaannya. Dengan tergesa-gesa, dihampirinya suami istri itu. Lalu, dipeluknya satu persatu. Kemudian dia bersembunyi di belakang dua sosok yang ternyata orang tuanya.
"Kau hendak melindungi anakmu, Bungkelen?" sinis nada suara Ki Soma.

157. Pendekar Rajawali Sakti : Dendam Pendekar-Pendekar GilaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang