ᴀ ʟᴇᴛᴛᴇʀ

569 113 26
                                    

Rasanya jeongwoo sudah sangat lelah. Dia lelah dengan kehidupannya dan semuanya. Dia ingin pergi saja, pergi yang jauh dari sini, bahkan jika perlu dia mati. Ia sangat mengharapkan itu

Sejak orang tuanya berpisah, hak asuh jeongwoo jatuh ke tangan bundanya. Namun setahun yang lalu bundanya pergi meninggalkan dia untuk selama-lamanya. Tuhan sudah menyuruh bunda jeongwoo untuk pulang, sebabnya itu bunda pulang ke hadapan-Nya

Bunda jeongwoo sudah menikah lagi setelah berpisah dengan ayahnya. Oleh karenanya kini jeongwoo harus tinggal bersama ayah tirinya.

Dulu, ayah tiri jeongwoo sangat baik padanya. Berkat itu jeongwoo tak percaya sama yang katanya "orang tua tiri itu jahat." Sebab bukti yang bisa ia lihat langsung adalah ayah tirinya sangat baik.

Tapi itu dulu. Untuk sekarang jeongwoo tarik kembali perkataannya itu.

Sepeninggal bunda, ayah tiri jeongwoo baru menunjukkan sifatnya yang asli. Ia berubah menjadi sosok yang sangat keras terhadap jeongwoo. Apapun yang jeongwoo lakukan itu selalu salah di matanya. Sering sekali tubuh lemah jeongwoo dipukuli. Bahkan bukan cuma sekali atau dua kali jeongwoo diusir dari rumah oleh ayah tirinya itu. Syukurlah bibi jeongwoo memperbolehkan dirinya untuk tinggal dirumahnya.










































Sudah lewat 3 jam dari jadwal pulang sekolah, tetapi jeongwoo masih betah berlama lama di rooftop untuk menikmati indahnya pemandangan langit senja sambil merasakan sejuknya angin sore hari.

Jeongwoo berdiri di pagar pembatas rooftop sambil melihat ke atas langit.

“Bunda, bunda apa kabar? Bunda baik baik saja kan disana? Tak ada yang menyakiti bunda kan?” ia memberi jeda sebentar. “Bun, jeongwoo rindu.”

Hari ini adalah hari ke 2 tahun kepergian bunda jeongwoo.

Memang sudah menjadi kebiasaan jeongwoo, jika dirinya rindu dengan bunda, ia akan pergi ke rooftop dan menceritakan semua yang terjadi padanya di hari itu. Ia tahu jika bundanya tak mungkin bisa mendengar ceritanya, tak akan pernah bisa. Tetapi justru karena melakukan hal itu, perasaan jeongwoo menjadi sedikit membaik setelahnya.

Tetapi kali ini berbeda. Kali ini jeongwoo sudah benar benar lelah dengan semuanya. Sebanyak apapun ia berbicara ke bundanya, itu tak bisa membuat perasaannya membaik.

“Jeongwoo ingin ikut bunda.” Tetesan air mata jatuh ke pipi jeongwoo.

Jeongwoo melihat ke lapangan yang berada di bawah sana. Mungkin jika ia terjatuh dari sini dan mati, semua rasa sakitnya pasti hilang kan?

Dengan perlahan, kaki jeongwoo naik ke pagar pembatas.

Jeongwoo menutup kelopak matanya.

“HEH! KAU SUDAH GILA YA?” Teriakan itu membuat mata jeongwoo jadi terbuka lagi dan menoleh ke belakang. Ada seorang yang tak ia kenal dengan wajah paniknya. “TURUN CEPAT!”

“aku tak tahu apa masalahmu, tapi kau tak bisa seperti ini. Kau pikir dengan kau mati begitu saja, semuanya selesai? Tidak. Lebih baik sekarang kau turun.” Kata orang asing itu dan jeongwoo menurut begitu saja.

Turun dari pagar pembatas, jeongwoo berjongkok sambil menutupi wajahnya dengan kedua tangannya.

Ia menangis.

Orang asing yang melihat itu jadi merasa iba dengan jeongwoo. Pasti masalah yang ia lalui sangat berat hingga ia terpikirkan untuk bunuh diri dari atap sekolah.

“Seberat apapun masalahnya, kau tak boleh lari begitu saja dengan bunuh diri. Kau bisa ceritakan masalah itu ke orang tuamu, saudaramu, atau mungkin teman-temanmu. Banyak yang sayang denganmu. Kau tak sendiri.”

ꜱᴡᴇᴇᴛ ᴀɴᴅ ꜱᴏᴜʀ Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang