serbuk kepahitan

115 32 3
                                    

seluruh suara sudah terlelap tapi mengapa pilu betah bergema?

teruntuk fajar yang akan tiba
sutra begitu lembut kian panas membakar gundah, kian lenyap menelan amerta, kian hima mengusir nestapa

sahut menyahut menyambut gulita ditemani gemercik dukacita. asmaraloka merubah wujud seperti rindu binasa. perlahan serat menepis lalu melepas genggaman.

segudang kalimat penuh ketakutan terhadap malapetaka. puing hati tak lagi eka.

mana buana yang kau janjikan? mana indurasmi yang akan terpancar? mana kalis yang sudah dilucuti? mana lunglai yang ingin merapah?

siapa insan dapat mengerti? jadilah guru kehidupan rapuh ini.

aku tak paham arti tujuan, aku tak paham arti kesungguhan, aku tak paham aku tak paham
kalimat itu giat melantuni sekotak tanya dalam percakapanku.

siapa insan dapat mengerti? jadilah guru bahasa kalbu ini.

aku tak paham arti patah, aku tak paham arti sorak harsa, aku tak paham aku tak paham
kalimat itu giat melantuni sekotak nyata dalam percakapanku.

warsa selanjutnya akan tiba tetapi si dukacita tak mau berpindah.

apa aku berbeda? atau memang layak bergumul setiap rintik kepedihan?

jarum ini tak bosan menusuk. pundak bak ranting jatuh mencium tanah. surai bukan lagi hitam, namun kini akan hangus terbakar cengkraman.

cakrawala mimpi kian penuh diisi jejal. insan itu ingin terlelap lenyap dan semua iba menatap.

























⎙ terjeda nestapa
harsa datang























❝sembilan warsa menjalani roda kehidupan tapi masih tak mengerti ego dalam diri.
sembilan warsa menjalani dukacita tapi masih belajar menyambut pilu.❞








Helai Buana ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang