Bila

81 6 0
                                    

Quod

----

Dari dulu hingga sekarang saya mengenal Adnan, baru kali ini saya dibuat terharu karena sikapnya. Saya dengan Adnan hanya terpaut usia satu tahun. Kami benar-benar tumbuh bersama dan saya menjadi saksi hidup segala sakit hati pun bahagia seorang Adnan Faid Myesach. Walaupun lebih banyak cibiran yang saling kami lempar tapi saya merasa Adnan adalah sosok yang lebih cocok menjadi kakak saya daripada dua kakak kandung saya dirumah.

Entahlah, saya hanya merasa Adnan bisa menjadi teman, sahabat, kakak, bahkan pacar di waktu yang bersamaan.

Akhir minggu ini saya putuskan untuk pulang ke Surabaya ketika melihat jadwal mingguan saya yang kosong. Dan Adnan entah kemampuan darimana dia bisa mengetahui kalau saya akan menghabiskan weekend saya di Surabaya. Perkiraan saya hanya dua : Pertama, Ghibran yang memberitahunya atau Kedua, ya Adnan sedang rindu melempar ejekan dengan saya.

Itu yang menjadikan saya sekarang duduk di jok mobil jeep merah kesayangan Adnan yang dia beri nama Temon. Iya, memang tidak elite tapi dia bilang nama itu akan membuat mood nya membaik sepanjang hari. Ugh, forget it, saya nggak mau bahas itu.

Dalihnya mengantarkan saya ke Surabaya adalah karena ada pekerjaan yang mengharuskan dia untuk berkeliling kota Surabaya pada sore hari ini. Tapi setelah melihat ada penumpang lain di jok belakang membuat saya tidak terlalu yakin tentang pekerjaan yang dia maksud.

Dan melihat tingkah Adnan yang mendadak kalem malah semakin membuat saya 100% tidak yakin.

"Ehem." Saya berdeham pelan untuk sekedar memecah keheningan yang ada sejak saya duduk disini 30 menit lalu.

"Kenapa lo?" Tanya Adnan sambil menoleh sekilas lalu kembali fokus pada kemudinya.

"Nggak. Kering aja tenggorokan."

Padahal saya sebenarnya sangat ingin melakukan interview eksklusif dengan perempuan di jok belakang itu.

"Ada kerjaan apa sih lo hari Jumat gini?" Tanya saya kemudian setelah rasa penasaran dalam benak saya sudah tidak terbendung lagi.

"Biasa, DayPhi. Pemotretan clothing line dan dari tim gue cuma gue aja yang bisa berangkat."

Tuh kan!

Saya makin merasa ada apa-apa setelah Adnan dengan mudahnya menjawab pertanyaan saya. Biasanya setelah saya bertanya pasti ada iringan obrolan saling melempar ejek sebelum kami masuk ke topik utama. Entah Adnan yang mengatakan, "nanya mulu lo kek bani Israel", "apa sih Bu Kinos nih kepo banget?", atau sekedar jawaban yang membuat saya melengos, "kenapa? Mau ikut lo ya? Bilang ajeee."

"Oh kiraiiiin." Respon saya ringan sambil sedikit melirik ke spion tengah untuk melihat perempuan di jok belakang yang memiliki wajah rupawan khas wanita lokal Indonesia itu.

"Kirain apa?" Tanya Adnan memancing saya.

Saya hanya mengerling usil sambil mencibir, "mau jalan sama mba yang di belakang." Ujar saya dan berhasil mengundang toyoran kesal dari Adnan.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 07, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

AB IMO PECTORETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang