Malang Diguyur Hujan

72 8 0
                                    

Pluviam

----

Hujan.

Malang sedang diguyur hujan deras-derasnya.

Keheningan suasana dalam mobil malam ini terbantu oleh ramainya suara air yang mengenai badan mobil di luar. Saya terdiam dan fokus dengan kemudi saya, sesekali menoleh ke belakang, memperhatikan mobil lain yang memang satu tujuan dengan saya. Perasaan yang tidak seharusnya muncul kini justru muncul ke permukaan, membuat saya lengah dan beberapa kali mendapatkan klakson dari beberapa kendaraan di sekitar saya.

Perdebatan kesekian saya bersama Ghibran hari ini membuat separuh kesadaran saya hampir menghilang.

Mungkin tepatnya setelah saya kembali bertemu dengan laki-laki itu.

Wafiq Abraham, yang mencuri 10 menit saya hanya untuk sekedar berbincang ringan, melupakan fakta bahwa ada seseorang lain yang menunggu saya dengan keadaannya yang memprihatinkan, sambil berharap cemas karena saya tidak kunjung datang.

"Apa kabar, Kin?" Pertanyaan yang terdengar dari Bang Wafiq membuat fokus saya melihat air hujan teralih sepenuhnya.

Saya menoleh untuk sekedar menemukan senyumnya yang tetap sama, yang dahulu selalu dia tujukan untuk saya sebelum waktu menampar kami, melempar kami untuk tidak boleh sekedar bertegur sapa.

Tapi apa ini?

Kenapa semuanya seakan mudah untuk Wafiq tapi tidak untuk saya?

"Ngg, alhamdulillah baik, Bang."

"Kamu nggak nanya kabar aku?" Tanyanya kemudian. Saya hampir melengos detik itu juga ketika saya masih mengingat tentang adab berbicara dengan orang lain. Apalagi dengan orang yang lebih tua jauh diatas saya.

"Hmm iya... Bang Wafiq apa kabar juga?"

Namun, ternyata saya salah.

Jawaban yang dilontarkannya sempat membuat saya lupa siapa saya sebenarnya saat ini.

"Masih selalu kangen sama kamu."

Saya berhasil dibius oleh kalimat-kalimatnya yang dahulu juga memiliki kekuatan magis untuk membuat saya luluh.

"Kenapa? Nggak boleh ya?"

"Kenapa?" Saya justru balik bertanya. Ketika tidak ada kata lain yang bisa saya berikan selain hanya kenapa.

Kenapa baru datang sekarang.

Kenapa datang untuk sekedar membuat saya terlempar pada kenangan buruk yang membuat saya tidak ingin untuk sekedar menoleh dan mengingat.

Dan kenapa yang lainnya, yang berhasil membisukan organ-organ dalam tubuh saya ketika berdiri disampingnya seperti ini.

"Ngelihat kamu yang keliatannya baik, malah ngebuat aku mikir keadaan nggak adil banget. Aku yang dalam 5 tahun ini selalu terjebak nostalgia dan kamu yang kelihatannya jauh baik-baik aja. Isn't it?"

Saya kembali menoleh dan menatapnya tak percaya.

5 tahun bagi saya setelah pertemuan dengan seseorang bernama Wafiq adalah 365 hari dikali 5 sebagai penanda tahun yang sungguh menyiksa batin saya sendiri.

"Dan 5 tahun yang lagi kamu bahas sekarang... adalah 5 tahun yang emang nggak mau aku inget."

Dia tertawa sinis dan saya tertawa miris.

Lelucon apa lagi yang semesta buat untuk saya saat ini?

"Good, happy for hear that, tandanya kamu bahagia."

AB IMO PECTORETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang