Para Manusia

84 6 0
                                    

Et Homines

Et Homines

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

----

Labore Coffee Eatery Soekarno Hatta, Malang.

Duduk berjajar di depan meja yang sengaja di tata dan di reservasi untuk meeting malam ini membuat saya bergidik sendiri. Bergidik takut kalau-kalau acara besar yang kali ini akan kami adakan menjadi hancur tepat malam ini karena progress yang belum mengalami kemajuan sedari minggu lalu.

"Production manager nggak mau jelasin apa-apa ini?"

Saya melirik ke arah Ghibran yang duduk tepat di hadapan saya. Dia hanya menunduk tanpa mengucap sepatah katapun sedari tadi. Target yang selalu ditunjuk-tunjuk oleh Bang Rafli, selaku produser dalam event kali ini, yang sangat menekan Ghibran untuk bekerja habis-habisan dari awal tim dibentuk. Kali ini Ghibran menduduki posisi production manager yang mana paling besar tanggung jawabnya untuk menjadi koordinator seluruh kegiatan teknis produksi. Bang Rafli berdecak kesal ketika Ghibran tidak kunjung berucap apapun.

"Lapangan Rampal bisa dipake, Bang. Sekitaran tanggal 12 sampe 20." Tiba-tiba Hasbi menyahut membuat fokus kami teralih dari Ghibran yang tertunduk menjadi kepada orang di sebelahnya.

"Gue nggak lagi butuh production runner buat ngomong. Itu masalah nanti. Gimana manager produksi? Beneran lo nggak ada yang mau diomongin?" Bang Rafli menanggapi ketus dan kali ini mulai berdiri dari duduknya.

Saya menelan ludah susah payah. Ingin rasanya saya berteriak kalau beberapa hari ini Ghibran sedang banyak sekali masalah. Mulai dari urusan kuliah, DayPhi, dan juga EO. Saya tau Ghibran adalah sosok terpercaya yang belum pernah ingkar dari pekerjaannya. Tapi mungkin kali ini Ghibran sedang butuh istirahat. Terlihat dari kantong matanya menghitam yang bersembunyi dibalik kaca mata bulatnya, serta masker hitam yang ada di dagunya.

Ghibran benar-benar harus istirahat.

"Mm.. Bang..." Entah dorongan darimana saya berani tiba-tiba berujar seperti itu. Duh, Akina kamu ngapain sih?

Semua mata mengarah kepada saya. Termasuk Ghibran yang daritadi menunduk kini memandang saya tak paham.

"Kenapa? Lo mau belain pacar lo?"

Glek.

Bukan itu maksud saya.

Kenapa Bang Rafli jadi main urat begini?

"Ngg.. nggak, Bang. Jadi gini-"

"Gue yang salah, Bang. Gue kurang koordinasi sama tim gue. Beberapa hari ini gue lagi ada masalah. Ya gue tau nggak seharusnya gue bawa masalah pribadi ke kerjaan, tapi semuanya diluar kuasa gue. Sori tapi gue lagi nggak bisa lanjut buat sementara waktu, Bang."

Ini yang saya takutkan.

Saya takut kalau pada akhirnya Ghibran memutuskan untuk mundur dari EO. Memutuskan untuk istirahat sejenak sampai entahlah, sampai dia benar-benar punya waktu untuk menyelesaikannya satu persatu.

AB IMO PECTORETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang