keempat

110 9 0
                                    

"Evana Kyla, gue gamau tau alasan lo pokoknya gue mau diberi penjelasan kenapa gak cerita kalau ka elang deketin Lo?" Evana mengernyit, Aurel menatapnya tajam, matanya seakan memancarkan semburan api, menunggu jawab.

"Siapa yang Pendekatan? halu Lo ya?" Aurel berdecak tak percaya,"udah, sekarang gak ada lagi yang bisa lo tutupin dari gue na"

"Ya tapi beneran gak ada pendekatan apa apa, terus gue harus ceritain apanya?"

"Serius ya? Awas aja kalau ada sesuatu yang berbau Elang Sastradi dan Lo gak cerita ke gue!"

"Lagian anak produksi Lo dengerin, sesat tau gak? I'll tell you lah kita kan bestie." Aurel mengerucutkan bibirnya, berlaga marah.

***
"Na, selamat ya, kalo jadi nikah undang gue" anak produksi bersorak "bener kan Na kata gue, pasti elang suka" memilih diam, tak mau ambil pusing.

sebuah buket bunga dan coklat berdiam manis diatas mejanya, "evana kyla, semangat kerjanya, mas tunggu di sency ya" merinding, kyla menatap kertas diatas coklat itu tak percaya,

"dianterin langsung sama Mas Elang Sastradi" bisik wendah
ditelinganya,

"apaan sih mbak, cringe."

wendah tertawa," jadi nanti ke sency sama siapa nih?" Evana mengedikkan bahunya tak peduli, ia tak ambil pusing.

"gak dateng mungkin, ngapain juga gue kesana? gak ada urusan." wenda tercengang.

"Na, sebagai senior nih ya, gue kasih saran, mending lo deketin terus lo cari keburukan dan kebaikan dia sendiri, kalo emang beneran engga cocok baru lo tentuin gimana nantinya, elang citranya bagus kok, dia gak sebrengsek yang lo pikirin, lagian nantinya masa depan lo terjamin kalo sama dia"

Evana menghela napasnya," mbak, bukannya gamau siapa sih yang gamau sama seorang Elang Sastradi? ganteng, pinter, sopan, kaya, gue juga mau, cuma udah keburu malu." Wenda menepuk pundak Kyla,

"Tapi pas muah muah seneng bukan main ya?" tangan wendah memperagakan dua orang sedang berciuman mersa.

"Ih mbak, jangan gitu."

Evana berjalan lemas mengekor pada Aurel yang sudah menenteng 5 paperbag dari 5 merk pakaian berbeda, jam baru menunjukkan pukul 7 malam, tapi serasa sudah 100 abad evana lewati. jangan pikir evana disini sengaja untuk bertemu elang, dia lupa bahwa elang menunggunya di salah satu restoran diarea makan, oleh karena itu evana mengiyakan ajakan Aurel untuk berbelanja.

Setelah membawa 8 paper bag penuh dengan baju yang entah akan dipakai atau cuma sebagai pajangan di kamarnya aurel meminta untuk istirahat di Starbucks.

"Aurel!" Suara elang terdengar di telinga evana, bahunya yang lemas seketika menegang, mengingat bahwa dia diminta elang bertemu dengannya di mall ini.

"Kak elang, ketemu lagi disini, lagi nunggu orang? udah abis 3 gelas gitu." Evana tersenyum kikuk saat melihat tiga gelas kosong di meja tempat elang duduk sedari tadi.

"Iyaa nungguin orang, gue minta ketemu jam 6 nyampenya baru sekarang."

"Oh iya? Engga disiplin banget ya, mana orangnya?" Mata Aurel melihat keseluruh sudut ruangan. "Itu orangnya di belak-"

"Oh iya mas elang ini saya sekalian aja ya kasih berkas yang kemarin ketinggalan." Potong evana cepat, entah berkas apa yang di maksud.

"Gue duduk disana ya, kalian selesaiin aja dulu."

Evana tersenyum memaksa, dia mendudukkan dirinya di hadapan elang dengan wajah jengkel.

"Jangan bilang ke aurel, about what happened."

Elang tersenyum miring tangannya memegang tangan evana yang tergeletak bebas di atas meja, "kita omongin semuanya di tempat lain, jangan sekarang, Aurel shouldn't know about anything that happened to us."

"Okay, just say you promised me."

"Janji."

in a messTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang