Pagi ini, seperti biasa, gadis bernama lengkap Andhara Ayna Ayudia sudah duduk manis di halte bus. Gadis itu akan mengikuti lomba debat yang diselenggarakan di SMA Galaksi hari ini. Namun ada satu kendala, bus yang sedari tadi Ayna tunggu belum datang juga, sementara lombanya akan dimulai tiga puluh menit lagi.
"Duh, gimana dong. Balik ngambil mobil juga nanggung banget. Ini busnya kemana sih?!" ucap Ayna frustasi. Tahu begini dia pakai mobil pribadi saja tadi.
Bip!
"Woi! ngapain lo pagi-pagi nge-gembel disini?" tanya sang pemilik mobil membuat Ayna tersenyum senang. Sahabatnya datang di waktu yang tepat.
Gadis itupun segera menghampiri mobil berwarna silver tersebut dan tanpa permisi langsung masuk begitu saja membuat sang pemilik mobil bernama Arsenio itu mendelidik tidak suka.
"Heh! apa-apaan ini anjir?"
"Hehehe, Nio. Lo ganteng banget deh hari ini. Anterin gue ke SMA Galaksi ya, Ganteng."
Arsenio memutar kedua bola matanya malas, lihat manusia satu ini, muji pas lagi ada mau doang, ck!
"Ada mobil tuh digunain, Ay. Jangan cuman di jadiin pajangan doang di garasi. Lagian lo ngapa doyan banget naik bus, sih? gak sesak emang kalau desak-desakan." Omel Arsenio namun tetap menjalankan mobilnya pergi.
"Sunyi, Nio. Lo sendiri kan tau gue gak suka kesunyian." Balasnya membuat Arsenio menghela napas lelah.
Selalu saja alasannya begitu, padahal mah aslinya masih trauma sama kejadian dua tahun lalu. Memang Ayna ini tipe cewe yang gak mau sisi lemahnya dilihat oleh orang-orang.
"Ya ya ya, terserah." Berdebat dengan Ayna tidak akan ada ujungnya, lebih baik Arsenio mengalah dan fokus menyetir saja. Itu lebih baik dari pada harus meladeni Ayna yang ujung-ujung nya bakal ngambek karena ucapannya yang terus dijawab.
Beberapa menit kemudian, mereka akhirnya sampai di tempat tujuan.
"Thanks banget ya, Nio. Gue duluan yah, bye." Ucap Ayna lalu segera turun dari mobil.
"Kalau gak ada tumpangan, telpon aja, nanti gue jemput. Semangat Ay, semoga menang." Balas Arsenio sedikit berteriak.
Ayna mengacungkan jempolnya kemudian segera berlari masuk dan setelah punggung sang sahabat tidak terlihat lagi, barulah Arsenio pergi dari sana.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
"Gila, IQ mereka berapa sih cuk? gue tadi sampe ngebug."
"Bukan lo aja, kita berdua juga ikut ngebug tadi." Timbal Kin.
Lawan mereka tadi tuh hebat banget, publik speaking nya pada bagus-bagus dan dengar-dengar tim lawan mereka juga pernah menangin lomba debat bahasa Inggris diluar negeri tahun lalu. Gak heran kenapa bisa menang dengan mudahnya tadi, orang tim mereka udah terbiasa sementara tim nya sendiri terhitung baru tiga kali ikut lomba. Itupun baru satu kali dapat juara.
"Ya gimana gak ngebug njir, kita yang notabe nya masih junior ini dikasih lawan sama yang udah senior. Kalah lah kita. Seharusnya pak kepsek tuh kirim Tim senior aja." Ucap Ayna kesal.
Keduanya mengangguk membenarkan, dilihat dari segala sisi, tim mereka memang masih terbilang cukup lemah.
"Udahlah ya, terima aja. Menang kalah itu sudah biasa dalam perlombaan. Kita juga hebat kok, ya walaupun sempat ngebug sih tapi gapapa intinya kita udah usaha. So, gak usah sedih, kalah disini bukan berarti akhir dari segalanya. Perjalanan masih panjang, jadiin aja kekalahan hari ini sebagai pelajaran. Semangat!" nasehat Kin.
Mika dan Ayna pun menghela napas berat, iya juga sih tapi...
"Sejak kapan lo jadi se-dewasa ini, kin? biasanya juga kek babi." Dahlah hancur sudah suasana terharunya.
"Lo yang babi. Udah ah ngomong sama lo tuh bikin emosi. Gue duluan. Bye." Balas Kin kemudian langsung pergi dari sana.
"Dih ngambek."
"Udah deh, baru aja adem ayem. Sekarang udah ribut lagi. Mau pulang bareng gak?"
Ayna mengangguk, lalu keduanya pun berjalan berdampingan menuju gerbang. Tapi saat dipertengahan jalan mereka berdua tidak sengaja berpapasan dengan salah satu lelaki dari tim lawan mereka tadi. Lelaki tersebut tersenyum sebagai bentuk sapaan sementara dua gadis itu hanya diam. Bukan karena terkejut, tapi karena terpesona dengan senyum manis lelaki itu.
"Ganteng ya, Ay. Senyumnya manis banget. Gula aja keknya minder kalau liat senyumnya. Hehehe." Ucap Mika ngawur.
"Gue gak munafik, tuh cowo emang ganteng apalagi pas senyum, manis. Tapi sayang kekurangannya cuman satu."
Mika mengerutkan keningnya bingung, "apa? udah ganteng, manis, baik, putih, tinggi, ramah, pinter lagi. Gak ada kurangnya tuh, malah nyaris sempurna."
"Ada. Kekurangannya yaitu gak jadi cowo gue. Gak afdol aja gitu." Jawab Ayna.
Ekspresi wajah mika seketika datar, bisa tidak sih gadis ini sehari aja gak bikin orang emosi?!
"Babi. Ngomong sama lo emang bikin orang naik darah terus. Ngomong sama babi aja lu sana, bye." Balasnya kemudian melangkah pergi meninggalkan Ayna yang masih tertawa keras.
Tolong siapapun, ingatkan Ayna jika ini masih di area sekolah. Tentu saja teriakannya itu mengundang perhatian beberapa siswa dan guru yang berada disana. Udah teriak-teriak kek Tarzan, bahasanya kasar pula. Lengkap sudah.