Chapter I : Library

2K 250 35
                                    

Perpustakaan, sudah menjadi pengetahuan umum bahwa tempat itu merupakan salah satu sarana untuk mencari sumber ilmu- atau bagi sebagian orang, sebagai tempat untuk sekedar menghabiskan waktu luang.

Setidaknya itu yang dilakukan oleh Louis James Moriarty.

Tidak seperti kedua kakaknya, hidup si bungsu Moriarty ini cukup berbeda. Ia hidup jauh dari sorotan publik dan lebih banyak menghabiskan waktunya di dalam kediaman milik keluarganya.

Louis sendiri tidak ambil pusing oleh kenyataan bahwa kedua kakaknya, Albert dan William, terlihat hebat di mata masyarakat. Malahan, ketidaktahuan masyarakat tentang dirinya memudahkan pemuda itu melaksana kan perintah yang diberikan oleh William, sang kakak kedua, dalam misi untuk menghukum para bangsawan yang berbuat semena-mena pada orang lain namun tak tersentuh ganjaran hukum yang berlaku karena status sosial mereka.

Bangsawan, sebuah sistem sosial yang menurut dia dan kakaknya tidak masuk diakal. Bagaimana bisa status menentukan nilai seorang manusia yang lahir di bumi ini. Padahal, sikap mereka biasanya jauh mencerminkan kata 'manusia' sendiri. Mereka selalu bertindak semenamena hanya untuk memuaskan keinginan atau ego mereka. Lalu karena status sosial inilah mereka memandang orang jelata tidak lebih dari sebuah barang yang bisa mereka gunakan sepuasnya dan dibuang.

Memikirkan tentang mereka saja sudah membuat darah Louis mendidih.

Jika dipikir, lucu memang ketika seorang bangsawan tanpa darah biru seperti dirinya, malah memandang rendah status yang disandangnya selama ini. Kenyataan bahwa dengan status itu, tidak dapat dipungkiri bahwa dia dan kakaknya, mendapatkan hidup yang layak ketimbang menghabiskan sisa hidup mereka di panti asuhan dan tidak perlu bekerja keras atau berakhir hidup dijalanan jika kalau keluarga Moriarty tidak mengangkat mereka sebagai anak.

Tapi kebencian Louis sudah tumbuh semenjak ia kecil, bahkan sebelum ia mengalami sendiri diskriminasi saat hari hari awal sebagai anggota keluarga Moriarty yang baru. Kebencian ini tentu tak terlepas dari pandangan kakaknya yang Ia muak menyaksikan para bangsawan bertindak semena-mena khususnya kepada rakyat jelata. Hanya karena mereka dapat melakukannya.

Untuk hari ini, sang kakak tidak memberi perintah apapun. William pula tampak tidak sedang kedapatan klien yang meminta pertolongannya. Karena itu dia memutuskan untuk pergi menghabiskan waktu mengunjungi perpustakaan setempat. Sembari menunggu William pulang ke kediaman mereka.

Tidak ada buku atau spesifik yang hendak Louis baca pada hari ini. Karena itu, dia berencana untuk melihat lihat terlebih dahulu koleksi buku di setiap perpustakaan setempat[1], sebelum meminjam nya untuk dibawah pulang.

Sorot mata berwarna merah itu sedari tadi sibuk memperhatikan tiap tiap judul yang tercetak di pinggiran sampul buku. Sementara pikiranya mempertibangkan apakah buku itu layak untuk dibaca sebagai hiburan pada waktu senggangnya kali ini. Pada akhirnya perhatian Louis pun jatuh pada satu satunya sebuah buku sastra yang mencantumkan seorang pujangga legendaris, William Shakespeare[2].

Louis berfikir, Hey sepertinya menghabiskan waktu senggangnya dengan membaca salah satu versi karangan kisah teatrikal yang mayoritas adalah tragedi akibat sifat manusia yang ditulis oleh mendiang sastrawan itu kedengaran tidak buruk.

Hendaklah pria itu mengambil buku tersebut dari lemari. Namun tanpa sadar tangan kanannya bertabrakan dengan tangan orang lain, tepatnya tangan seorang gadis. Singkat, masing masing menarik tangannya dari buku tersebut sebelum saling bertatapan.

"Maaf!" ujar keduanya.

Sorot manik merah darah bertemu dengan biru langit.


Dengan sopan, Louis pun tersenyum dan berkata, "Maafkan saya Nona. Saya tidak melihat tangan anda yang ingin mengambil buku itu tadi."

Gadis itu menggeleng dan menunduk pelan, "Saya juga minta maaf Tuan. Saya terlalu fokus dengan koleksi buku yang ditawarkan disini. Sampai sampai tidak menyadari anda." Lalu kepala gadis itu menoleh ke samping, tepatnya ke buku yang hendak mereka ambil beberapa saat yang lalu.

"Jika anda menginginkannya, anda bisa mengambilnya terlebih dahulu." Ujar Louis.

"Benarkah!?" Menyadari bahwa intonasinya sedikit meninggi, gadis itu terdiam sesaat sebelum ber-'ahem' dan mengembalikan ekspresinya yang semula antusias menjadi tenang kembali, "Maaf, maksud saya. Saya berterima kasih atas tawaran anda. Tapi apakah anda yakin? Mungkin saya akan meminjamnya untuk beberapa waktu yang lama."

Sikap yang sopan dan bahasa tubuh yang baik. Meski dibalut oleh pakaian yang sederhana, Louis tau bahwa si gadis tidak lahir di keluarga sembarangan. Belum lagi, adalah sangat jarang melihat seorang wanita pada seusianya berkunjung ke perpustakaan umum. Bukan sebagai pegawai perpustakaan[3], namun sebagai pengunjung.

Mungkin, dia adalah seorang putri bangsawan yang ada di sekitar sini.

Namun, mudahnya seseorang untuk mengakses pengetahuan sekarang. Tidak dipungkiri kemungkinan juga bahwa dia hanyalah rakyat jelata yang kebetulan belajar banyak dari buku tata krama yang sudah dipublikasikan dan tersimpan di perpustakaan umum seperti ini.

Tapi toh, kenapa Louis harus peduli?

Semua manusia itu derajatnya sama bukan?

Seorang rakyat jelata pun boleh mengenyam pendidikan yang sama tingginya dengan para bangsawan. Meski hanya bermodalkan buku buku bekas yang didapatkan oleh jasa perpustakaan umum di kota.

Louis mengangguk, "Tentu saja."

Ekspresi gadis itu seketika berubah. Segala tata krama yang ditunjukkannya pun hilang saat Ia meraih buku tersebut dan memeluknya dengan tangan kanannya. Sementara tangan kirinya menarik rok nya sedikit untuk memberikan satu tundukan kepada Louis. Bibir nya pun berucap, "Terima kasih Tuan. Saya akan selalu mengingat kebaikan anda!"

Louis membalas sikap itu masih dengan senyuman, selayaknya seorang gentleman pada era ini. Gadis itu kemudian berbalik, berlari kecil menuju meja kasir sebelum menghilang dari balik pintu keluar. Louis tertawa kecil atas tingkah gadis itu, dia seperti terlihat selayaknya seorang anak anak yang baru mendapatkan permen.

Setelah kejadian itu, fokus Louis kembali tertuju kepada rak buku sastra yang ditawarkan. Mungkin dia akan menemukan buku menarik yang lain di perpustakaan umum ini. Sejujurnya dalam hati dia merasa sedikit kecewa karena kehilangan kesempatan untuk membaca skrip asli dari beberapa drama populer yang pernah ia tonton bersama kedua kakaknya. Tapi toh, kesempatan berikutnya akan datang.

Karena yang pasti buku itu akan kembali ke tempat ini bukan?

[1] Menurut website perpustakaan Nasional Inggris. Mereka mencatat bahwa sebelum ada perpustakaan umum dari pemerintah yang gratis dan dapat digunakan siapa saja. 'Perpustakaan Umum' adalah sebuah usaha yang dapat dibuka oleh siapa saja di era Victoria, dimana sistemnya hampir mirip dengan jasa sewa buku modern yang ada di Indonesia.

[2] Bersumber dari wikipedia, beberapa karya teater dari William Shakespeare sudah di buku kan dan di sunting berbagai versi mengikuti zaman sejak tahun 1600-an. Dengan maksud tujuan agar bisa digunakan untuk generasi ke generasi selanjutnya yang ingin menampilkan teater tersebut.

[3] Menurut sebuah artikel yang dipublikasikan mengenai para petugas perpustakaan pada zaman victoria. Dikatakan bahwa petugas/penjaga perpustakaan adalah profesi yang banyak digeluti oleh wanita yang berpendidikan.

Author Note :

Pertama tama saya mengucapkan terima kasih karena sudah meluangkan waktu membaca fanfic ini.

Kedua : Yay~ Setelah sekian lama fakum dari dunia oren untuk menulis, saya menyelesaikan sebuah fanfic yang tidak di duga duga berasal dari fandom yang sedang saya geluti belakangan ini. Mungkin update nya akan sedikit terhambat karena saya sedang sedikit sibuk di dunia nyata. Saya juga mengucapkan terima kasih bagi teman teman saya yang sudah mendukung saya dalam pembuatan fanfic ini.  Semoga anda suka~

Encounter | Louis x OCTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang