Chapter XIV : Moriarty

534 112 9
                                    

Suasana megah adalah impresi pertama seseorang ketika masuk kedalam gedung 'teater' ini. Tidak heran, tempat ini memang didesain seperti itu agar para bangsawan atau orang kaya merasa nyaman saat mendatanginya. Meski tampilan dari luar gedung itu tidak berbeda dari sebuah gudang tak terurus.

Sebagai bagian aturan ketat yang tertulis di surat undangan. Para pengunjung diwajibkan untuk menggunakan topeng. Alasan mengapa aturan ini di buat adalah agar para pengunjung merasa nyaman, saat mengunjungi dan melakukan transaksi barang dagangan yang mereka tawarkan. Yaitu para wanita dan anak anak.

Seperti biasa sebelum acara utama dimulai, para tamu akan menikmati hidangan yang disediakan oleh sang pemilik yang disebut sebagai 'Pimpinan theater'. Lalu tepat pada pukul tujuh malam, mereka pun berkumpul di depan panggung yang telah menyiapkan pertunjukan untuk menghibur mereka. Pertunjukan yang tidak pantas untuk dikatakan sebagai pertunjukan oleh khalayak yang masih memiliki akal sehat.

Setelah pertunjukan yang memuakkan itu berakhir. Mereka pun disuguhkan oleh acara utama yang telah ditunggu-tunggu. Jual beli wanita dan juga anak anak yang telah dikumpulkan oleh sang Pimpinan theater.

Saat seorang gadis belia yang berpakaian lusuh pertama kali ditawarkan kepada penonton, tawaran demi tawaran langsung muncul dari balik bangku penonton sampai gadis itu jauh terjual kepada seorang bangsawan. Gadis itu kemudian dibawa turun dari panggung oleh seorang karyawan theater, sebelum sang petugas lelang melanjutkan lelang dengan seorang anak berikutnya, kemudian seorang anak lain lalu seorang anak lainnya lagi. Acara lelang itu terus terjadi sampai pukul menunjukkan dua belas malam.

Bagi para pengunjung yang telah memenangkan lelang tersebut, diwajibkan untuk bertemu dengan sang Pemilik teater untuk melakukan transaksi lebih lanjut.

Sebagai Pemilik Teater, Tuan Winehouse mengundang mereka untuk datang ke ruang kerjanya satu persatu. Dalam pertemuan empat mata antara Tuan Winehouse dengan kliennya. Dia meminta sang klien untuk membayar separuh dari harga yang telah disetujui sebagai uang muka, sebagai pegangan jika mereka tidak akan membatalkan pesanan itu tiba tiba ketika Tuan Winehouse mengantarkannya.

"Wah, wah! Sangat jarang klien saya membayar seluruh uang nya dimuka. Apa anda yakin Tuan M?" Ucap Tuan Winehouse kepada kliennya yang datang pada hari ini.

Sebagai catatan sudah menjadi peraturan pula di tempat ini, bahwa mereka akan memanggil satu sama lain dengan inisial nama belakang mereka.

Pria berhelai rambut coklat dengan topeng berwarna hitam yang membayangi sorot mata hijau itu mengangguk, "Tentu saja. Saya sudah banyak mendengar ulasan positif jasa yang anda tawarkan. Karena itu saya tidak ragu membayar semuanya dimuka."

"Saya tersanjung mendengarnya." Ucap Tuan Winehouse, "Jadi kapan dan dimanakah saya akan mengantar pesanan anda Tuan M?"

"Bisakah anda mengantarkannya dini hari ini? Saya akan menunggu di perempatan jalan menuju telaga yang sepi. Aku tidak keberatan untuk membayar ekstra."

Mendengar bahwa si pembeli akan dengan senang hati membayar ekstra, Tuan Winehouse pun menyanggupi nya.

Jadi pada pukul setengah dua dini hari. Pria itu bergegas menuju tempat yang dimaksudkan sang pembeli sambil membawa seorang anak gadis yang tak berdaya di tangannya.

Sesaat dia menemukan sebuah kereta kuda yang dimaksud. Tanpa ragu ia mengetuk dan masuk ke dalam kereta saat pintunya terbuka lebar bersama anak gadis yang di bawanya.

"Selamat malam Tuan Winehouse." Ucap seorang pria berambut pirang.

Pria paruh baya itu terkejut. Bukan, pria ini bukan orang yang ia lihat saat melakukan transaksi di gedung theater malam kemarin. Namun belum sempat dia ia meraih gagang pintu. Kereta itu terkunci dari luar.

"Usaha anda untuk kabur adalah percuma Pak Tua. Anda tidak bisa lari kemana pun. Tenang saja, pembicaraan di antara kita ini akan berlangsung secara singkat." Ucap pria itu sekali lagi.

Tak punya pilihan lain, pria paruh baya itu berkata, "Siapa kau! Apa kau seorang polisi?"

Si pirang bermata merah itu menggeleng, "Tidak. Saya bukan seorang polisi! Perkenalkan nama saya William James Moriarty, seorang crime consultant."

Crime consultant? Pekerjaan macam apa itu? Pikir si pak tua. Belum sempat ia kembali bertanya tentang identitas pria itu. William kembali berbicara, "Sungguh jahat sekali anda memberikan obat berdosis tinggi kepada mereka sampai sampai mereka jadi seperti ini. Setelah memberikan mereka harapan palsu tentang kesuksesan kepada mereka yang percaya tidak akan mendapatkannya. Tuan Winehouse, maaf jika perkataan ku terdengar kasar. Namun anda sama buruknya dengan para bangsawan yang menjadi klien anda."

"Kau! Bagaimana kau tau?"

William tersenyum, "Tentu saja saya mengetahui semuanya lewat investigasi dari para kolega saya. Selain itu saya juga melakukan sedikit kunjungan 'kecil' kepada beberapa mantan pelanggan anda untuk menarik informasi yang saya butuhkan. Jujur, sangat mudah untuk menggali informasi dari mereka sebelum kami memberi mereka hukuman yang pantas."

Hukuman yang pantas? Kedengarannya bukan sesuatu yang baik di telinga Tuan Winehouse. Tak lama kemudian otak seorang John Winehouse menyadari sesuatu. Belakangan ini, dari surat kabar yang ia baca dan berita yang ia dengar saat berinteraksi dengan para pengunjung teater, terdapat nama bangsawan dan beberapa pengusaha kaya yang menjadi pelanggan setianya meninggal dunia secara mendadak. Entah karena penyakit atau kecelakaan dalam kurun waktu satu minggu ini.

Apakah jangan jangan sebenarnya mereka tewas karena dibunuh oleh orang ini? Tapi bagaimana bisa?

"Tenang, hukuman mu ini akan sangat cepat dan tidak menyakitkan. Berbeda dengan para bangsawan yang telah mendahului mu Tuan."

Peluh tak henti hentinya bercucuran dari kepala Tuan Winehouse. Tidak hanya kata kata yang terdengar menakutkan itu yang membuat Tuan Winehouse takut padanya. Meski gaya bicara dan pembawaan pria bermata merah itu nampak tenang, Tuan Winehouse tidak dapat bernapas karena ketakutan oleh sorot mata merah pria itu.

"Oh iya, satu lagi. Anda tidak perlu khawatir tentang nasib semata wayang putri anda. Kami sudah memastikan gadis itu akan dirawat dengan baik oleh seseorang sepeninggal anda dari dunia nanti. Lagi pula, gadis yang tak berdosa itu tidak pantas bukan memiliki ayah seperti anda?" Tambah William.

Pada detik ini, Tuan Winehouse yakin bahwa pria di hadapannya ini bukanlah seorang manusia. Melainkan seorang iblis! Kata katanya terdengar bagaikan mantra sihir yang membuat pria itu tak mampu bergerak, apalagi berkata kata untuk memohon ampun demi nyawanya.

"Jadi duduklah dengan tenang Tuan, dan segalanya akan cepat berakhir. Benarkan Louis?"

Sesaat setelah William mengucapkan kalimat tersebut. Jarum suntik menancap di leher belakang Tuan Woodhouse. Terselip di antara jendela yang menghubungkan pengemudi dan penumpang kereta kuda ini. Dalam hitungan detik, pria paruh baya itu pun tak sadarkan diri ditempat.

Encounter | Louis x OCTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang