Chapter VIII : Brother

617 123 34
                                    

Investigasi ini tidak akan berjalan mulus jika saja pria itu tidak mendapatkan arahan dari sang adik maupun bantuan bantuan kecil dari kolega mereka.

Jadi siang ini, selepas rangkaian kegiatan yang perlu dilakukannya di London. Albert memutuskan untuk bertemu dengan salah satu keluarga korban yang berhasil ditemukan oleh kolega mereka. Satu keluarga jelata yang tinggal di daerah pemukiman yang dihuni oleh golongan yang sama dengan mereka. Menurut informasi yang didapatkan, sampai saat ini mereka masih belum mengetahui tentang nasib yang diterima oleh anak gadis mereka. Masuk diakal, karena tidak ada seorangpun dari mereka yang mendapatkan akses untuk membaca koran[1]. Yang mereka ketahui, mereka menitipkan gadis itu kepada seseorang untuk mendapatkan pendidikan yang layak.

Sungguh menyedihkan pikir Albert. Pasangan ini telah ditipu mentah mentah dengan kedok niat baik yang ternyata adalah omong kosong belaka.

Selain itu, menurut informasi lain, sang kepala keluarga kebetulan bekerja sebagai seorang pengrajin kayu. Jadi sangat mudah bagi Albert mencari akal untuk mendekati mereka dan bertanya.

Beruntungnya lagi, Albert datang saat pria itu sedang membuka bengkelnya. Yang dibangun di daerah yang sama dengan tempat mereka tinggal. Meski pria itu tampak sudah berumur, tapi tidak dipungkiri bahwa tenaganya masih sangat kuat. Ini dibuktikan oleh mainan mainan kayu dan perabotan yang dipajang di bengkel ini.

"Permisi." Kata Albert yang mengumumkan kehadirannya kepada sang pemilik toko.

Mengetahui kedatangan seorang potensial pedagang. Si pria tua itu berhenti memukul palunya dan menyambut kedatangan Albert dengan senang hati meski wajahnya sekilas kelihatan tidak ramah akibat guratan usia, "Maaf saya tidak menyadari kedatangan anda. Selamat datang tuan di toko kami. Ada yang bisa saya bantu hari ini?"

Di saat itu pula Albert menyadari, sebuah photo satu keluarga kecil terpajang dengan apik di dinding bengkel kecil ini.

"Tidak apa apa Tuan. Namanya juga anda sedang bekerja. Ngomong-ngomong, saya datang kemari untuk mencari sebuah pigura untuk memajang foto keluarga saya. Saya mendengar dari beberapa kenalan, bahwa anda membuat pigura kayu kualitas terbaik. Saya datang kemari dengan harapan untuk melihat produknya secara langsung ketimbang mendengar informasi dari pemilik toko di kota."

Kilatan cahaya terlihat muncul dari sorot mata pria itu, "Tentu saja Tuan! Saya bisa melakukannya. Mohon ditunggu, saya akan membawakan beberapa contoh kayu yang saya miliki."

Sang pria menghilang sesaat dari balik sebuah pintu. Sebelum kembali dengan beberapa contoh kayu yang ia maksudkan. Lalu setelah mereka mengobrol sebentar mengenai pigura yang hendak Albert pesan dan setuju dengan harga yang ditawarkan, Albert lalu mengubah topik pembicaraan.

"Maaf membicarakan tentang ini tiba tiba. Tapi wajah putri anda terasa familiar untuk saya. Sepertinya saya pernah melihat gadis itu di suatu tempat." Kata Albert. Tentu saja Albert berkata jujur, sayang sekali Albert melihat wajah gadis itu terpampang dalam foto yang menggambarkan sosok jasad tanpa identitas milik kepolisian.

"Itu putri kecilku Mary!" Jawab sang pria dengan antusias, "Aku sangat bangga padanya. Dapat membaca dan berhitung dengan lancar sebelum umur sepuluh tahun! Padahal saya hanya bisa mengantarkannya ke sekolah minggu."

"Kedengarannya dia gadis yang pintar. Kalau boleh tau, kemana dia sekarang?" Tanya Albert.

"Oh, aku menitipkan Mary pada seorang pedagang kaya dari kota Dirham yang sering berbelanja kemari. Tepatnya sebulan yang lalu." Jawab sang pria tua, "Beliau berkata pada ku bahwa ia akan membiayai Mary untuk masuk ke sebuah sekolah asrama perempuan agar dia bisa bekerja sebagai seorang pengasuh untuk putri semata wayangnya."

Encounter | Louis x OCTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang