Candrawama 1

23 4 2
                                    

Rintik hujan yang turun semakin deras membuat udara sore ini menjadi lebih dingin dari biasanya. Orang orang sibuk mencari tempat untuk menghangatkan tubuh mereka masing masing. Tak terkecuali Kara, gadis SMA yang terjebak di cafe kecil dekat sekolahnya.

Tadinya gadis itu tak berniat masuk kedalam cafe yang mempunyai suasana hangat dan tenang itu, namun karena gerimis yang semakin lama berubah menjadi rintik hujan membuatnya terpaksa masuk kedalam untuk berteduh. Meski sekedar memesan 1 gelas coklat panas, itu cukup untuk menghangatkan tubuhnya. Coklat panas yang terasa hangat saat dinikmati, namun dapat menguras uang sakunya dengan cepat. Itulah kenapa tadinya ia tidak ingin masuk ke cafe ini.

Bukan tanpa alasan gadis itu belum juga pulang sore ini. Ia sedang menunggu Rian, kakaknya. Laki laki itu sudah berjanji akan menjemputnya sore ini.

Menikmati hangatnya coklat panas sambil memandang jalanan yang tetap ramai saat hujan menjadi pemandangan yang disukainya. Entah mengapa hal apapun yang disertai hujan membuat Kara menyukainya.

Beberapa menit setelahnya sebuah motor matic hitam yang sangat ia kenal, memarkirkan diri didepan cafe. Sang pengendara turun dan melihat sekitar mencari keberadaan seseorang. Kara segera keluar menyadari dirinya lah orang yang dicari.

"Kak." Panggil Kara saat melihat sosok didepannya yang tak lain adalah Rian, sedang celingukan mencari dirinya.

"Eh kamu, kakak cariin dari mana aja sih?" Tanya Rian kesal sekaligus khawatir.

Melihat ekspresi Rian yang menurutnya lucu membuat Kara terkekeh kecil.
"Hehe... Kara abis ke cafe, diluar dingin banget. Lagian kakak lama banget sih jemputnya." Jawab Kara sambil mengerucutkan bibirnya.

"Alah gaya banget kamu ke cafe, emang ada duit?" Ledek Rian membuat Kara memukul lengan laki laki itu.

"Sembarangan, kalau cuma buat beli coklat Kara masih mampu lah." Kesalnya lalu menerima mantel hujan yang diberikan Rian.

"Iya deh percaya. Cepet pakai udah sore ini." Perintah Rian.

Melawati derasnya hujan, dijalan sesekali mereka berbincang meskipun kebanyakan akan berakhir menjadi perselisihan kecil. Benar kata orang kakak beradik memang jarang bisa akur.

20 menit berlalu sampailah mereka didepan sebuah rumah yang tidak terlalu besar namun juga tak terlalu kecil. Desainnya yang terlihat rapi dan pemilihan warna yang pas membuat rumah itu terlihat luwes di antara rumah lainnya. Disisi kanannya ada garasi yang sudah berisi mobil. Dan sebentar lagi akan ditambah dengan sebuah motor.

Mobil itu adalah mobil milik pamannya. Dirumah ini Kara hanya tinggal bersama dengan paman dan bibinya. Kakaknya sedang kuliah di Yogyakarta dan pulang hanya beberapa minggu sekali, seperti hari ini. Ia tidak tinggal dengan kedua orang tuanya karena suatu hal. Tidak masalah baginya karena suasana hangat yang tercipta di rumah ini cukup membuatnya betah dan nyaman tinggal disini.

Paman dan bibi orang yang baik menurut Kara, walaupun sesekali mereka membuat Kara kesal namun mereka tetaplah baik karena mau merawat Kara dan Rian. Namun sayang, Tuhan belum memberikan kepercayaan kepada pasangan paruh baya itu. Diumur mereka yang sudah hampir kepala 5, mereka belum juga di karuniai seorang anak.

Sesampainya didalam rumah Kara segera masuk kedalam kamarnya yang berada di lantai 2. Tubuhnya basah meskipun sudah memakai mantel, membuatnya mau tak mau harus mandi.

Memakai piyama navy polos dengan rambut yang masih sedikit basah dan sandal berbulu yang dipakainya, Kara menuruni tangga menuju ke dapur. Ia ingin membuat susu hangat untuk menghangatkan badannya yang bertambah dingin sehabis mandi.

"Bibi, sedang apa?" Tanya Kara saat melihat bibinya berada di dapur.

"Eh Kara, sudah selesai mandi ya. Bibi mau menghangatkan makanan buat nanti malam." Jelasnya.

"Kara bantu ya." Kata Kara menawarkan diri, sambil berusaha mengambil alih pekerjaan Bibinya.

"Eh eh... Nggak usah Kara. Kamu hangatkan saja badanmu dulu, buatlah susu atau teh panas. Lihat bibirmu saja sampai biru begitu. Bibi tadi sudah membelikanmu susu coklat, ambillah di rak itu. " Katanya sambil menunjuk sebuah rak dengan dagunya.

"Bibi ini, tidak usah repot repot membelikan Kara susu. Kara bisa beli sendiri kok." Kata Kara tak enak.

"Kalau bibi bisa belikan, kenapa tidak. Lagian uang itu untuk uang jajanmu Kara. Kebutuhan seperti susu sudah masuk list bulanan bibi, jangan merasa tak enak seperti itu." Jelasnya lembut lalu mengusap kepala Kara hangat.
"Sana, nikmati minumanmu sambil menonton TV.  Temani paman dan kakakmu." Kata Bibi yang kemudian diangguki oleh Kara.

Didepan televisi yang menyala, Rian dan pamannya sedang berbincang dengan sesekali terkekeh kecil menghiraukan acara televisi yang tampilkan. Dari kejauhan Kara sangat bersyukur bisa hadir dalam keluarga hangat ini. Dia mendekat ke arah keduanya.

"Wah.... Lagi ngomongin apa nih?" Tanya Kara setelah sampai didekat mereka. Ia meletakkan susunya dimeja dan mendudukkan dirinya di sofa.

"Heh anak kecil nggak usah ikut ikutan. Kamu nggak bakal paham pembicaraan kita, kamu masih terlalu kecil." Kata Rian membuat Kara memberengut kesal.

Mereka lanjut berbincang dan Kara mencoba ikut dalam perbincangan mereka. Beberapa kali Kara mencoba memahami tapi tetap saja ia tidak mengerti pembicaraan mereka. Yang pasti mereka sedang membicarakan club sepak bola yang jelas tidak diketahui Kara.

Kara lanjut menghabiskan susu coklatnya sambil menatap layar televisi yang sedang menayangkan talkshow comedy didalamnya.

"Kara."
Dengan cepat Kara langsung menoleh kearah pamannya setelah mendengar dirinya dipanggil.

"Iya paman?" Tanggapnya.

"Kenapa tidak pulang bersama Alan saja tadi?" Tanyanya membuat Kara tersedak tiba tiba.

"Emmm tidak paman. Tadi kak Rian sudah berjanji mau menjemput, jadi Kara tunggu." Jawabnya.

"Tadikan kakak udah telfon suruh pulang dulu, tapi kamu nggak mau. Malah milih nunggu sampai pulangnya kehujanan." Timpal Rian membuat Kara sebal karena cowok itu tidak bisa diajak kompromi.

"Memangnya kalau bukan sama kakak, sama siapa aku pulangnya?" Tanya Kara. Biasanya Kara berangkat dan pulang sekolah sendiri dengan mengendarai motor matic yang dibelikan oleh orang tuanya. Tapi tadi motor itu dipakai Rian membuatnya harus dijemput.

"Sama Alanlah, dia kan satu arah." Jawab Rian membuat Kara menghela napasnya panjang.

"Aku nggak kenal dia kak." Kata Kara jengah. Ia memang agak sensitif jika membahas tentang Alan.

"Nggak usah bohong Kara, dari SD sampai SMA saja kalian satu sekolah terus. Bagaimana bisa kamu tidak kenal." Kata Rian membuat Kara berdesis kesal.

"Kara kenal Alan, tapi Alan nggak kenal Kara." Jawab Kara membuat senyum jahil terbit diwajah kakaknya.

"Utututu... Kasihan adikku tidak dianggap gebetan ternyata." Ledek Rian membuat Kara dengan sengaja melempar wajah menyebalkan kakaknya dengan bantal disofa.

Bukannya marah Rian malah tertawa pecah membuat Kara tambah kesal mendengarnya.

____

Tungguin kelanjutannya ya🥰🥰
Jangan skip cerita ini dulu guyss, boleh komen barangkali ada kritik dan saran yang mau kalian sampaikan.

CANDRAWAMATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang