The Love He Lost

12 1 0
                                    

A/N: Ini adalah cerpen yang sudah berusia 5 tahun. Tertanggal, 28 November 2015.

Cerpen ini adalah satu dari rangkaian cerpen yang betema kematian. Jadi, tiap cerpennya berkesinambungan gitu. Saya sudah sempat menulis beberapa cerpen, tapi kemudian semuanya tenggelam begitu saja. Hehe.

Enjoy~


***


Saatusianya enam tahun, Chris melihat ibunya dimasukkan ke dalam peticokelat besar dengan lili putih menghiasi penutup peti itu. Fotoibunya dipajang bersama gerombolan bunga putih, kuning, dan merahjambu. Dad memandangi foto Mom dengan sendu. Matanya yang berwarnacokelat amberterlihat berair dan agak memerah. Chris kecil belum pernah melihatayahnya dalam keadaan sesedih itu sebelumnya. Tentu Chris sendirisedih bukan main, tapi melihat Dad sedih? Rasanya itu cuma ada dalammimpi saja. Dad adalah yang terbaik di muka bumi ini. Dia tegar,berwibawa, dan pemberani. Keadaan Dad saat ini seolah memberitahuChris bahwa pria itu bukan ayahnya yang selama ini dia kenal.

"Sialan.Kenapa alarm yang kusetel tidak berbunyi?" Chris, sekarang sudahberusia dua puluh tahun, merutuk di bawah napasnya sambilmenekan-nekan tombol ponselnya. Ponsel itu mati. Berapa kali punChris menekan tombol power-nya,ponsel itu tetap tidak mau menyala. "Brengsek."

Dengantergesa, dia mengganti pakaiannya dan melesat turun dari lantai dua.Bau alkohol tiba-tiba menyesakki udara, sangat tajam sampai menusukhidung. Kepulan asap rokok terlihat meliuk-liuk bebas. Baunya yangseperti sesuatu gosong bercampur dengan bau tengik keringat. Chrisnyaris muntah.

"Hei,mau ke mana kau?" tanya Dad ketus saat Chris mendarat tanpamuntah-muntah di ruang duduk. Berbagai botol beling berserakan dimeja kopi ruang duduk. Asbak berbentuk kura-kura terisi penuh aburokok dan puntungnya. Dad sendiri duduk di sofa kulit cokelat sambilmenonton televisi. Rambutnya acak-acakan, cambang di wajahnya tebal.Jas hitamnya berkerut-kerut, dan dasinya tidak disimpulkan. BisaChris tebak, ayahnya lagi-lagi bolos kerja.

"Kuliah,"jawab Chris singkat.

"Oh?"Dad mengisap rokoknya dalam-dalam, lalu melirik jam antik yangberdetak-detak statis di sebelah televisi. "Ya sudah. Pergi sana!"

"Kenapakau tidak membangunkanku?" Entah dari mana asalnya, Chris tiba-tibamenanyakannya. "Bukankah kau tahu hari ini aku harus kuliah?Bukankah kau ini ayahku?"

"Mulutkurang ajar." Itu komentar Dad. Dia kedengaran tidak takut ataumenyesal sama sekali.

"Ayahmacam apa kau?!"

Christerkesiap saat sebuah botol beling melayang ke arahnya. Untung sajadia bisa menghindar, sehingga botol itu menghantam dinding dibelakangnya dan pecah berkeping-keping. Jantung Chris berdenyutkencang sampai sakit.

"Enyahlahkau!" Dad menyentak. "Kalau sampai aku dengar kau bicara sepertitadi lagi, akan kukirim kau ke sekolah militer."

Chrismenggemeletukkan giginya. "Terserah, Dad."


~o~


Berkatalarm yang tak berbunyi, Chris sukses terlambat menghadiri kelas Mr.Alain minggu ini. Pria tua itu cukup berbaik hati denganmembiarkannya masuk ke kelas dan mengikuti pelajaran, tapi dia jugamenghadiahinya dengan segunung asesmen bodoh yang harus dia serahkandi pertemuan minggu depan. Kalau bukan karena pria itu sudah tua,Chris pasti sudah memukulnya hingga pingsan.

"Bos,bocah itu melihatmu lagi dengan tatapan kotornya," salah satuantek-antek Chris melapor saat jam pelajaran Mr. Alain masihberlangsung.

Chrismengerling ke arah yang ditatap antek-anteknya. Di seberang mejanya,ada seorang pemuda kurus kering berambut pirang madu. Dia mengenakansweaterlusuh dan jaket flanelbermotif plaid.Pemuda itu memberinya tatapan benci dan jijik untuk alasan yang Chrissendiri tidak ketahui. Nama pemuda itu Vincent, dan dia selalumembenci Chris untuk suatu alasan yang tak jelas.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 15, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

New WorldTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang