1

1.2K 152 44
                                    

Credit:

Penulis
indigoriri
WatanabeNiko
lipeuchi_

Artist
lipeuchi_

Napas itu terdengar tersengal. Tanpa peduli dengan peluh yang mengaliri pelipisnya, langkah kaki Hinata tetap terayun konstan. Gadis itu sedang terburu-buru sekarang, karena beberapa menit lagi kelasnya akan segera di mulai dan dirinya tak ingin datang terlambat.

'Sial! Mati aku!'

Hinata meraung dalam hati ketika sejenak melirik pada arloji di tangan kiri, mempercepat langkahnya hingga sampai di ujung koridor sebelum kelas.

Langkahnya terhenti tepat di depan kelas. Sembari mengatur napasnya yang satu-satu, kedua mata indahnya menatap pada pintu hitam tak jauh darinya. Ah, saking lelahnya ia sampai tidak menyadari jika ada seorang pemuda yang berdiri di sana. Bergeming sembari melipat lengan di depan dada.

Sosok itu tampak tinggi menjulang, dengan rambut berwarna pirang. Tubuhnya yang kekar terbalut kemeja slimfit yang lengannya tergulung asal. Bahu tegapnya hampir menutupi seluruh bagian pintu.

Melihat ada seseorang dari pantulan pintu kaca, pria itu menoleh bermaksud mempersilakan gadis yang tentunya adalah mahasiswi di kelas ini untuk masuk ke dalam.

Namun, tubuh Hinata terkaku ketika mata mereka saling bertemu.

Safir biru, iris pemuda berperawakan asing itu begitu menyita atensi Hinata. Untuk beberapa saat gadis itu tampak terpesona. Namun, ketika bibir tipis merah kecokelatan itu menebar senyum, Hinata tersentak dari lamunannya.

"Ah, kau mau lewat?" Suara maskulin itu teralun pelan, menyentuh indera pendengaran.

Sedangkan Hinata tampak tersenyum gugup, lalu mengangguk pelan menanggapinya. "Ya, Senpai. Maaf."

Alis pirang itu terangkat sebelah ketika mendengar jawaban gadis itu lalu membiarkannya masuk. Saat berjalan melewati tubuhnya, aroma lavender menguar mengusik dirinya. Dengan kedua tangan terselip pada saku celana bahan, pria itu berjalan ke bagian tengah ruangan. Mata birunya mengikuti ke mana langkah kecil Hinata menuju, dan ia terkekeh ringan.

"Senpai, eh?"

**

"Hai, Hinata." Sapaan hangat Tenten adalah hal pertama yang menyambut kedatangan Hinata. Gadis bermarga Hyuuga itu balas tersenyum lantas mendaratkan pantatnya pada kursi di sisi sang sahabat.

Sembari mengatur napasnya, Hinata bergulir pandang ke sisi kanan. Terlihat jajaran mahasiswa asing di sudut kelas, mereka bukanlah satu angkatanya. "Hei, kelas kita sekarang banyak senior, ya?"

Kedua alis Tenten hampir bertaut mendengar pertanyaan Hinata, "Tidak begitu banyak, hanya ada mereka berlima," jawabnya. Gadis berambut kecokelatan itu mengedikkan kepala ke ujung kelas, tepatnya pada segerombolan pria yang sedang berbincang-bincang sembari menunggu dosen datang.

Hinata mengikuti arah yang ditunjukkan Tenten padanya, dan alisnya ikut bertaut ketika melihat objek yang tertangkap pandangan mata. Hanya mereka? Lantas yang di depan tadi siapa?

"Tadi aku lihat ada senior baru di depan. Yah, mungkin dia senior yang mengulang mata kuliah," ucap gadis itu, acuh.

Tak ingin hanya berdiam diri, tangan kanan Hinata meraih handphone di dalam tas, lantas membuka akun sosial media miliknya, mencoba membunuh waktu hingga dosen tiba. Ya, beruntunglah dosen pengampu mata kuliah hari ini juga terlambat.

"Semoga kita tidak pernah mengulang mata kuliah apapun, huft." Tenten menguntai harapan diakhiri napas gusar, meski begitu tidak membuat semangatnya pudar.

Sedangkan Hinata memberinya senyuman ketika tatapan mereka saling jumpa. Seakan menegaskan bahwa semuanya akan baik-baik saja. "Ya. Semoga saja."

Merasa tak ada yang menarik pada laman sosial media, Hinata meletakkan alat komunikasi itu di atas meja. Mata indah itu lantas memindai sekitar, menatap pada orang-orang yang mulai duduk di kursi mereka masing-masing untuk bersiap memulai mata kuliah.

Namun, ketika atensinya menangkap presensi pria yang sempat ia temui di depan tadi, kedua matanya sedikit membola, bahkan tubuhnya terkaku seketika. Ia terkejut, sebab sosok pemuda tersebut tampak berdiri di depan sembari menebar senyum tampan nan berwibawa. Senyuman yang mampu membuat semua kaum hawa di ruangan yang sama dengan dirinya terpana.

'Jangan-jangan ...'

Sebelum Hinata menerka lebih jauh, sapaan pria tadi kembali membawa gadis itu pada dunia nyata. "Selamat pagi, Teman-teman."

Hinata memejamkan mata, "Astaga, dosen?!"

Mendapati gelagat tak biasa sahabatnya, Tenten menoleh dengan tatapan bertanya, "Kenapa?"

"A-ah tidak ada," jawab Hinata dengan sedikit tergagap, tatapannya lantas kembali mengarah ke depan. Menatap pada pria yang sedang membuka buku kemudian mengedarkan pandangan ke seluruh penjuru kelas.

Hingga ... pada akhirnya tatapan mereka saling bertemu. Hinata hanya mampu menundukkan kepala, ia malu. Tentu saja ia masih ingat ketika ia mengira jika pria tersebut adalah seniornya.

"Baiklah, mari kita mulai."

**

Begitu kelas berakhir, Hinata menidurkan kepalanya di atas meja. Satu jam memahami materi yang disampaikan dilanjut satu jam mengungkap kasus, tentu menguras energi yang ia punya. Ingin sekali rasanya ia mengguyur badannya dengan air dingin, berharap seluruh dahaga yang ia rasakan segera mereda.

"Hinata aku tidak bisa menemanimu ke kantin, aku memiliki janji dengan Kak itachi," pamit Tenten yang sudah menenteng tasnya bersiap untuk pergi, bersamaan dengan para penghuni kelas yang bergerombol meninggalkan kelas.

Hinata membalas dengan helaan napas pasrah membiarkan sahabat tercintanya menunaikan urusan percintaan.

Tunggu dulu!

Percintaan? Dengan Kak Itachi? Bukankah itu hal yang mustahil?!

Terkesiap bangun dengan asumsinya sendiri, Hinata segera membereskan laptop, buku, bolpoin serta ponselnya. Merasa tenggorokannya kering ia beralih atensi mencari teman-teman yang lain untuk join minuman. Ia terbelalak karena kelas ternyata sudah kosong.

Ah, tidak. Ternyata masih ada satu orang yang sibuk mengemas barang-barangnya, dan sebentar lagi pasti pria itu akan keluar dari ruangan.

Hinata melihat dengan seksama sosok yang sempat ia duga adalah Senpai. Meneguk salivanya melihat sajian pahatan sempurna dari Tuhan. Rambut sewarna arunika, kulit sawo matang eksotisnya, lalu bola mata bewarna biru samudera yang melengkapi kerupawanannya.

Kembali menghela napas kasar, Hinata diingatkan pada memori beberapa jam yang lalu ketika dirinya mengira bahwa pria di depan sana adalah seorang senior. Bagaimana tidak? Perawakannya seperti mahasiswa pada umumnya, ditambah dosen itu membawa tas ransel hitam. Dan tidak lupa wajahnya yang tampan.

Ah, tampan ya?

Terlalu malas bergerak, Hinata kembali merebahkan kepalanya di atas meja. Kali ini ia menyangga kepalanya dengan satu lengan yang diluruskan. Matanya terpejam, kelas itu akan digunakan kembali satu jam kemudian. Ia masih punya waktu untuk bermalas-malasan.

Gadis itu terbiasa berdiam diri di kelas. Karena ia sangat tahu jika berjalan ke kantin, tempat itu pasti akan penuh mahasiswa dan ia tidak kebagian tempat duduk. Tentu karena ini jam makan siang.

Hinata yakin jika saat ini ia telah sendirian.

Namun, tiba-tiba mejanya dihentak pelan. Mata kelabu itu terbuka dan menemukan ada botol air mineral disana. Hinata spontan terbangun dan menatap botol air itu dengan heran.

Sebelum sosok itu benar-benar raib di balik pintu, Hinata mendapati orang yang keluar adalah dosennya.

"Astaga! Sepertinya halusinasiku semakin kelewatan," ucap Hinata sembari menepuk kedua pipinya.

Bersambung.

More than SenseiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang