3 | Sungai

99 14 1
                                    


“Abang enggak pulang, Mak?”

“Tunggu sebentar lagi. Abang pasti jemput kita.”

Ros kembali menatap ke depan. Hujan yang turun sejak pagi menguarkan aroma basah yang nyaman. Sayang, keharumannya sedikit ternoda bau busuk.

“Kapan bisa punya rumah bagus, ya, Mak?” Ros bertelekan di papan reyot. Di bawahnya aliran deras sungai menghanyutkan aneka limbah. Jika beruntung, ada potongan hewan yang bisa dijadikan tambahan protein hewani.

“Tunggu sampai Abang pulang bawa uang banyak.” Wanita paruh baya bertampang lusuh itu berbalik. Tangan keriputnya mengulurkan sepiring nasi dan gulai daging.

“Asyik, gulai!” Ros mulai menyantap makan sorenya. Tangan kurusnya meraup nasi dengan rakus. Mata sayunya yang tak pernah mencecap pendidikan menatap berbinar potongan daging di piring.

Kemewahan yang beberapa hari ke belakang dinikmatinya sejak orang-orang Atas mulai membuang bangkai tikus ke sungai. Makannya lahap. Tak perlu waktu lama sepiring besar nasi ludes tak bersisa. Dia lantas beranjak ke keluar, menuruni anak tangga dari jalinan balok-balok usang.

Bersiul riang Ros mencuci piring bekas makan. Tak takut derasnya air akan menghanyutkannya. Dia sudah berkawan dengan cairan cokelat itu. Saat menyabun, ekor mata Ros menangkap kedatangan lelaki gagah. Seketika pekik kecilnya terdengar keras.

“Abang!”

Ros berlari-lari kecil membuntuti lelaki itu. “Abang bawa makanan apa? Kata Mak, Abang bakal pulang bawa duit. Kita bisa pindah rumah. Iya kan, Bang?”

Ocehan Ros tak digubris. Bocah delapan tahun itu menggerutu. Dia mengamati wajah kakak satu-satunya. Dan tertegun.

“Abang kenapa pucat sekali?”

Lelaki muda itu membuka lemari di ujung ruangan. Satu-satunya perabot besar yang dibaginya dengan ibu dan sang adik. Namun, tak ada baju di dalamnya. Ros terperangah melihat isinya.

“Mak, Ros, maafkan Mail, enggak bisa siapkan pekuburan yang layak untuk kalian. Bersabar sebentar lagi, ya? Mail akan cari uang lebih keras biar Mak dan Ros bisa dikubur di Atas.”

-O-

Writing Prompt | one shotTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang