Alhamdulillah Kakak sudah di ijinkan pulang. Itu yang ku dengar dari Ibu saat aku hendak bersiap diri menyusul ke rumah sakit.
Untung saja belum sempat berangkat. Tadi saat bel pulang berbunyi aku segera berlari meninggalkan kelas, aku sempat melambaikan tanganku ke arah Kinan. Ia tahu aku terburu-buru ingin menyusul Ibu.
Tapi, karena ternyata Kakak sudah boleh meninggalkan rumah sakit jadi aku berinisiatif membersihkan kamar Kakak, hanya sekedarnya saja. Karena aku tahu Kakak nggak begitu suka kalau ada yang menyentuh barang miliknya. Aku juga sudah meletakan flashdisk yang menjadi masalah di sini. Tak berniat sedikitpun untuk melihat isi dalam file tersebut.
Menganti bajuku dengan baju rumahan dan beranjak ke dapur untuk makan siang. Alhamdulillah hari ini tak seperti kemarin. Ibu sudah menyiapkan semuanya. Aku makan demgan cepat sebelum Kakak tiba di rumah.
Suara mobil terdengar di depan teras. Dan itu bertepatan denganku menyelesaikan makanku. Mecuci peralatan makan dan beranjak ke depan untuk membantu Ibu memapah Kakak.
“Assalamu’alaikum.”
“Wa'alaikumsalam,” jawabku tersenyum dan membantu Ibu membawakan beberapa tas dan perlengkapan yang sebelumnya di siapkan Ibu selama menemani Kakak di rumah sakit.
Aku tersenyum ke arah Kakak yang hanya menatapku datar.
Aku hanya meringis dengan respon yang Kakak berikan.
Setelah membantu Kakak merebahkan diri di tempat tidur. Aku segera berlalu untuk mengambilkan air dan beberapa lauk untuk Kakak makan sebelum nantinya di susul dengan meminum obat yang di resepkan.
“Kamu udah makan Kin?” sahut Ibu sambil berjalan ke luar kamar Kakak.
Aku mengangguk, “Sudah Bu.”
“Tadi Ayahmu telepon, nanti malam Ayah pulang, tapi, nggak lama. Karena besok sudah harus berangkat lagi,” terang Ibu yang kini sepenuhnya menatap padaku.
Seketika senyumku mengembang dan rasanya membuncah akibat perasaan senang. Aku kangen Ayah.
“Iya Bu, aku senang banget dengar kepulangan Ayah hari ini.” Aku segera berlari ke kamarku dengan perasaan bahagia.
Aku mengecek ponsel yang kini berada dalam gengamanku. Menatap sepenuhnya pada beberapa chat yang masuk di group WhatsApp kelasku.
Aku merasa lama-lama tugas sekolah sudah seperti tugas anak kuliahan deh. Aku mendengar cerita dari saudaranya Kinan yang berada di pertengahan semester di sebuah kampus ternama di Jakarta.
Dia selalu berbagi cerita tentang kegiatannya selama KBM, kegiatan belajar mengajar dan sistem pengajarannya. Sungguh luar biasa, karena secara sistematis hampir sama.
Bisa saja ya kami yang SMA ini di persiapkan untuk kuat mental dan terbiasa dengan pengajaran layaknya mahasiswa. Lihat saja sudah beberapa kali aku mengalami SKS, sistem kebut semalam. Hukuman dari lalainya mengerjakan tugas dari guru dan tuntutan berubah jadi SKS yang kualami. Tapi, nggak apa-apa semua akan terbiasa pada waktunya.
Namun, yang baru ku ketahui itu SKS di universitas itu artinya satuan kredit semester, bobot pendidikan tiap mata kuliah yang harus di luluskan oleh para mahasiswanya. Jadi, kalau nggak lulus SKS, ngulang lagi. Repot banget ya. Andaikan itu terjadi di sekolah, aku yakin nggak ada yang mau tinggal kelas kan?.
Aku kembali tertawa saat membaca balasan dari beberapa teman group yang emang sedikit nyeleneh.
Dan seketika aku jadi memikirkan Kakak. Tahun depan Kakak lulus sekolah. Dan pasti ingin melanjutkan kuliah. Tapi, kini semua terhambat karena kesalahan yang tidak sengaja kulakukan. Kuhela napas lelah.
Maafkan aku Kak.
Saat hendak berjalan ke luar kamar. Aku mendengar ada banyak suara di ruang tamu. Saat aku mengintip sebentar dari celah pintu, ternyata itu teman-teman Kakak yang baru hari ini bisa menyempatkan diri menjenguk Kakak.
Aku lega, sedikitnya perasaan Kakak kini terobati. Dan aku bisa melihat wajah Kakak yang terlihat lebih cerah.
Semoga Kakak lekas sembuh, aku berharap tidak ada kemarahan lagi pada diri Kakak padaku.
Tapi, harapan ya hanya tinggal harapan. Karena rasanya bagai bom atom yang langsung meledak begiu saja saat Kakak mendatangi kamarku pada malam harinya dan melemparkan flashdisknya ke arahku begitu saja.
“Mana, file milikku. Pasti kamu sengaja kan menghapusnya? Benar kan? Lihat, kamu itu tuh memang adik durhaka. Belum puas kamu lihat Kakak seperti ini, katanya hanya tertukar. Tapi, saat ku periksa zonk, tidak ada satupun file di dalamnya.” Aku menatap wajah Kakak yang kini memerah.
Tak lama ku dengar langkah kaki yang menuju ke kamarku. Ibu berdiri di belakang Kakak ikut menatapku nyalang.
Baru saja hari ini aku merasa tenang, tapi, kini perasaan takutlah yang mendominasi. Bagaimana ini? Aku benar-benar tidak mengerti.
“Kak, aku nggak ada membuka flashdisk Kakak. Sama sekali aku tak ada membuka file-nya". Aku segera meraih flashdisk yang kini terjatuh di samping kakiku.
Lalu mulai menyalakan Notebook dan memasang flashdisk. Aku mencoba terus berpikir positif. Meyakinkan diriku kalau ini hanyalah keteledoran semata.
Walau tanganku sedikit bergetar karena kegugupanku yang tengah di perhatikan oleh Ibu dan Kakak di balik punggungku, aku tetap menjaga ekspresiku agar tak terlihat cemas.
Aku sudah mulai masuk ke dalam file Kakak, saat terdengar suara salam hingga fokus kami bertiga di dalam ruang kamarku teralihkan dan menatap ke belakang. Di sana telah berdiri sosok yang amat kurindukan.
“Ayah, suaraku memekik kencang kegirangan, entah aku harus merasa lega atau puas saat ini karena Ayah secara tidak langsung telah menyelamatkan aku dari kondisi yang cukup mencekam bagiku hingga dapat kurasakan pelukan Ayah yang begitu menghangatkan.
Aku memeluk Ayah erat-erat.
Tak lama di susul dengan pelukan bergantian dari Ibu dan Kakak pada Ayah yang masih setia berdiri di depan kamarku.
“Wa’alaikumsalam,” balas kami serempak. Setelahnya, Ayah di bawa Ibu untuk masuk ke dalam kamar. Mengistirahatkan tubuh Ayah yang walaupun di umurnya yang telah berkepala lima, namun gurat-gurat lelah tetap terlihat di wajahnya.
“Pokoknya aku nggak akan tinggal diam kalau file milikku nggak ada. Oke kalau kemarin adalah kesalahan dariku yang teledor melupakan milikku yang tertinggal di sini. Tapi, kalau hilang data di dalamnya, jelas itu kesalahanmu. Dan harus tanggung jawab,” jelasnya tepat di dekat telingaku.
Aku merinding dengan ucapan Kakak.
Kueratkan tanganku pada sisi meja belajarku.
“Aku nggak akan tinggal diam sekalipun kamu adikku sendiri,” tambahnya yang sudah berlalu pergi dari kamarku.
Sekuat tenaga ku halau rasa sedih di hatiku. Aku yakin aku nggak salah. Tapi aku siap dengan segala konsekuensi yang nantinya harus ku terima.
Aku sempat menyesal karena harusnya aku mengecek terlebih dahulu. Tapi, aku nggak memiliki keberanian sebesar itu untuk melihat isi dari flashdisk milik Kakak.
Mungkin Kinan bisa membantuku. Karena dia yang sempat memindahkan tugas kemarin ke dalam flashdisk ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
I AM OKAY
General FictionDarenia Lauren, gadis yang cukup tertutup, namun selalu terlihat baik-baik saja di mata semua orang. Hidup dengan sebuah tekanan dari Ibu dan kakaknya yang membuatnya tidak betah berada di rumah. Sedangkan sang Ayah tidak bisa ia harapkan untuk sel...