Aku sangat senang akhirnya Ayah pulang hari ini. Tapi, kenapa cuma sehari sih? Aku ingin Ayah lebih lama di rumah menemani aku di sini yang ketakutan karena kesalahan yang sebenarnya bukan di sengaja itu. Aku juga bingung kenapa bisa file Kakak itu tidak ada semua padahal aku tidak melihat-lihat filenya.
Astaghfirullah....
Apa yang akan terjadi besok setelah Ayah berangkat lagi? Aku sangat takut, rasanya aku ingin sekali ikut dengan Ayah. Tapi, apa alasan yang akan ku buat agar aku bisa ikut, kalau aku cerita tentang penyakit Kakak yang kambuh lagi apa ayah akan melindungiku? Atau malah Ayah juga akan marah karena aku ceroboh.
"Arghhh... Aku bingung." Aku sedikit berteriak yang tanpa sengaja dalam posisi pintu kamarku yang tidak terlalu tertutup.
Saat itu aku tak tahu kalau ternyata Ayah sedang jalan menuju kamar ku untuk mengajak aku pergi keluar. Karena Ia sedikit terkejut saat melihatku yang terduduk menatap Notebook di hadapanku. Seketika membuatku mendongak menatap Ayah terkejut yang memunculkan kepalanya di depan pintu kamarku.
"Lauren! Kamu kenapa?" Ayah langsung membuka pintu kamar ku dan menanyakan dengan nada khawatir.
"Engga kok Yah, aku nggak apa-apa." Aku berusaha untuk mengubah ekspresi ku agar Ayah tidak curiga.
"Bener kamu nggak apa-apa?" Tanya Ayah sekali lagi untuk memastikan. Lau mengambil posisi duduk di sampingku. Aku tak berani langsung menatap ke arah Ayah. Berusaha seolah sibuk di depan Notebook, seakan yang ku kerjakan saat ini perlu fokus
"Iyaa, bener. Ayah kenapa ke kamar aku? Apa kita jadi keluar sekalarang yah?" Suaraku terdengar antusias, kapan lagi coba bisa keluar bareng Ayah. Jarang-jarang juga kan waktu langka seperti ini. Selagi Ayah di rumah. Aku akan memonopoli Ayah.
"Jadi dong, tapi, kelihatannya kamu masih sibuk ya Ren? Ayah nggak mau ganggu. Masih ada beberapa bulan lagi sebelum Ayah bisa free di rumah." Wajahku berubah sendu, tapi, kemudian merubah ekspresi wajahku menjadi biasa lagi.
"Kita berdua doang atau ....?" Tanyaku sedikit menggantung dan tidak sadar raut wajah ku berubah jadi sedikit takut-takut.
"Kita berdua doang kok, emang kenapa kok muka kamu jadi kaya orang takut gitu? Kenapa? Ada masalah di rumah selama Ayah kerja?" Tanyanya beruntun yang membuatku menahan napas gundah.
Aduh gimana ini aku harus jawab apa biar Ayah nggak nanya-Aku takut salah berucap.aku melamun dan langsung di sadarkan oleh ucapan Ayah yang memanggil nama ku.
"Lauren! Jawab pertanyaan Ayah ada apa sebenarnya, atau Ayah akan tanyakan langsung ke Ibumu?" Wajahku langsung surut, aliran darahku seakan tersendat.
"Iyaa yah, aku nggak apa-apa kok tadi aku cuman agak kecewa dengan hasil ulangan kemarin di sekolah, nilai yang ku dapat kurang memuaskan. Begitu Yah. Hehehe," ujarku yang sepenuhnya tak berbohong. Memang hasilnyakurang memuaskan. Dan aku berharap Ayah percaya. Belum siap untuk membuka semuanya pada Ayah.
"Masalah nilai tidak jadi masalah, yang penting sudah berusaha. Asal yakin saja. Itu juga kan merupakan batas kemampuan kamu. Nggak ada yang memaksa kamu untuk sempurna Lauren.
Ayah sudah cukup bangga sama kamu dan Kakakmu," jelas Ayah yang kini membelai rambutku. Aku hanya mengangguk singkat dan melemparkan senyum tipis pada Ayah.
"Terimakasih Ayah.""Sama-sama. Tapi, kalau ada apa-apa bilang sama Ayah ya. Ayah nggak mau kamu kenapanapa oke," ucap Ayah kepada ku.
Aku sebenernya ingin cerita Yah, tapi aku takut Ayah marah sama aku. Aku takut Ayah jadi nggak peduli lagi sama aku.
"Oke. Siap pak bos" sahutku sambil berpose hormat ke arah Ayah.
"Ya sudah kamu siap-siap dulu oke. Ayah tunggu di bawah yaa," ucap Ayah yang langsung beranjak dari kamarku.
Aku sudah selesai siap-siap dan langsung turun ke bawah dengan wajah yang ceria.
"Ayah... Lau udah siap," teriakku dengan semangat dan menghampiri Ayah.
"Oke. Ayoo kita berangkat," ajak Ayah dan mengambil kunci mobil di atas pajangan berbentuk mobil di samping hiasan keramik milik Ibu.
Tapi aku bingung kenapa di rumah sepi sekali. Ibu dan Kakak pada kemana yaa?.
"Ayah, kok Ibu sama Kakak nggak ada?" Tanya aku pada Ayah.
"Ohh, itu Ibu tadi bilang mau ke rumah temannya buat arisan, kalau kakak kamu dia main basket, katanya badannya sudah agak mendingan," jelas Ayah padaku yang kini terlihat mengerutkan kening. Berarti benar kalau Kakak sudah mulai baikan.
Nggak biasanya, mereka malah keluar sih kan di rumah lagi ada Ayah, kasian kan Ayah harusnya dia pulang kita bisa ngabisin waktu sama-sama tapi ini malah engga. Yaudah lah masih ada aku ini yang bisa temani Ayah.
"Ohh, yaudah ayoo yah kita berangkat," ucapku yang telah berada di dalam mobil bersama Ayah dan mulai menjalankannya keluar dari kawasan komplek.
Sepanjang perjalanan kita membuka obrolan dari mulai kerjaan Ayah sampai masa kecil aku, terus kita lanjut nyanyi-nyanyi mengikuti lirik yang mengalun di radio. Sampai ke tempat tujuan.
Disana aku sama Ayah keliling lihat baju, sepatu, tas, aku juga ke toko buku buat pilih-pilih buku yang ingin aku beli.
Sebenernya aku tuh lumayan pinter tapi, karena aku nggak pernah dapet ranking 1 jadi Ibu selalu membeda-bedakan aku dengan kakak yang emang ranking 1 terus dari dulu. Padahal aku sudah berusaha semaksimal mungkin untuk bisa mendapatkan ranking 1 tapi selalu dapat ranking 2 atau nggak 3, dan Ibu tidak pernah puas atas hasil dari usaha ku dia selalu menganggap kalau aku anak yang bodoh.
Tapi, Ayah selalu mendukung aku, juga kasih aku semangat. Ayah selalu bilang "tidak apa itu sudah bagus kamu bisa berusaha lagi untuk kedepannya" dan itu yang selalu bikin aku tenang.
Kita udah selesai jalan-jalan dan belanja buku, baju, sepatu, dan lain-lain. Kita juga nggak lupa buat beliin Ibu sama kakak, semoga mereka suka sama pilihan aku.
Diperjalanan aku dan Ayah Kembali bernyanyi dan tertawa-tawa."Ayah.." panggilku ke ayah yang masih fokus mengikuti irama lagu.
"Iyaa Lau, kenapa?"
"Ayah besok pagi udah harus berangkat lagi" tanyaku kaku.
"Iyaa sayang, soalnya masih ada yang harus dikerjain. Kenapa emangnya?"
"Engga aku cuman masih kangen aja gitu sama Ayah," ucap ku dengan raut wajah sedih.
"Ohh karena masih kangen toh, kan bulan depan juga Ayah bakalan pulang kok, semoga nggak halangan dan tugas Ayah selesai ya? Nggak apa-apa yaa jangan nakal di sini kalau ada apa-apa bilang sama Ayah oke." Ayah memberikan semangat untukku.
"Oke, siap Ayah"
Ya sudah lah aku hanya bisa pasrah menjalani hidup di rumah, aku harap enggak ada hal buruk yang akan terjadi.
Akhirnya kita sampai di rumah. Ternyata Ibu sama Kakak sudah ada di rumah.
Ibu menyambut kedatangan kita dengan lembut dan langsung menarik tas belanjaan yang aku bawa.
KAMU SEDANG MEMBACA
I AM OKAY
General FictionDarenia Lauren, gadis yang cukup tertutup, namun selalu terlihat baik-baik saja di mata semua orang. Hidup dengan sebuah tekanan dari Ibu dan kakaknya yang membuatnya tidak betah berada di rumah. Sedangkan sang Ayah tidak bisa ia harapkan untuk sel...