Happy reading guys~~
Pagi ini aku bangun kesiangan, siap-siap kena semprot sama Ibu.
Semalam nggak bisa tidur karena keadaan rumah kembali tanpa Ayah. Rasanya sangat sedih hingga malam ku habiskan dengan menangisi Ayah. Sudah jelas keberadaan Ayah cukup banyak membuatku merasa nyaman dan terlindungi. Bukan berarti aku tak merasa seperti itu dengan Ibu, namun yang terjadi beberapa minggu lalu dengan Kakak membuat semua berubah dan tak lagi sama.
Aku tak ingin membuang waktuku tetap di kamar dengan kemarahan Ibu yang sudah pasti lebih meyakiti kupingku jadi, aku langsung berlari ke kamar mandi untuk membersihkan diri, sebelum Ibu menyusul ke kamar.
Saat berpakaian, aku langsung meraih ponsel yang ku letakan di meja belajarku dalam kondisi kabel charger yang masih tersambung dengan ponsel. Membuka cepat dan melihat banyak pesan masuk.
Duh, telatt. Pekikku dalam hati.
Bergegas ke dapur dan di sana sudah ada Ibu yang sedang mulai memotong sayuran dan beberapa bahan-bahan yang akan di olah.
“Kamu kebiasaan kalau bangun. Lihat tuh, ada bekas pasta gigi di pipi. Kamu udah mandi belum sih, Lau?” Aku melirik ke arah Ibu lalu mulai menghapus bekas di pipi dengan cepat.
“Mandi kok Bu, Cuma tadi nggak ngaca. Langsung pakai baju aja Bu,” ucapku yang merasa malu sambil melemparkan cengiran pada Ibu.
Ibu hanya mendengus. Dan kembali melanjutkan kegiatan memotong yang sempat tertunda karena aku.
“Oya, nanti Ibu mau keluar sebentar. Kamu lanjutkan ya masaknya. Ada perlu sama Ibu-ibu PKK di aula belakang komplek,” tutur Ibu yang membuatku menghentikan kegiatanku mengaduk sayuran dalam wajan.
“Bu, tapi setelah ini, Lauren ada tugas kelompok lagi Bu. Kalau Lau nggak hadir, nilainya nggak akan di masukin Bu. Di izinkan kan Bu?” tanyaku takut-takut. Lalu Ibu berbalik menghadap ke arahku. Sambil berkacak pinggang dan kembali mendengus.
“Kebiasaan banget sih, kerja kelompok terus. Kalau mau ya di sini aja kerjainnya. Nggak mesti keluar terus kan? Atau kamu kerjain di sini setengahnya dan setengah lagi teman-teman kamu, jadi nggak perlu ke luar segala. Ribet banget teman kamu itu Ren. Atau jangan-jangan kamu mau lepas tangan dari kerjaan kamu yang belum kelar. Ngepel rumah aja belum. Terus bersihin halaman juga belum. Haduh, kamu ini bikin repot Ibu aja,” pungkas Ibu di mana ekspresinya sekarang jadi sedikit tegang dan warna mukanya berubah merah.
Aduh, gimana nih? Aku nggak ada maksud lepas tangan. Tapi, melihat Ibu seperti ini juga aku takut.
Aku mengeleng cepat, menolak tuduhan Ibu padaku. “Nggak Bu, Lauren tetap kerjain tugas rumah sebelum pergi nanti. Kecuali halaman, nanti Lau kerjakan setelah sepulang kerja kelompok ya Bu. Soalnya ini tuh udah di rencanakan jauh-jauh hari dan mereka maunya di rumah yang dekat dengan sekolah. Jadi nggak ada yang kejauhan ataupun terlalu dekat. Kan mereka juga ounya kegiatan di rumah Bu, jadi nggak akan seharian seperti kemarin tugasnya Bu. Boleh ya Bu?” Aku mencoba peruntungan sambil kembali fokus pada mengaduk sayuran di atas wajan. Dan mulai memasukan bumbu penyedap lainnya. Hingga aroma sayuran sop menguar di udara. Aromanya bikin laper nih. Tanganku membelai perutku cepat.
Aku mencuri lihat ke arah Ibu, dan aku mendesah karena Ibu kembali sibuk dengan mulai memblender bahan untuk sambelan.
Gimana nih, Ibu masih belum memberikan jawaban lagi. Aku mengigit bibirku gundah. 2 jam lagi udah mulai kumpul semua di rumah Aruni. Tapi, aku sendiri belum tahu di izinkan atau tidak untuk ikut belajar kelompok.
Baiklah, aku fokuskan selesaikan acara masaknya. Lalu lanjut membersihkan ruang tamu dan dapur serta kamar Kakak dan Ibu. Semua ku kerjakan dengan cepat. Namun, tetap ku usahakan semua dalam keadaan bersih.
Alhamdulillah, semua pekerjaanku beres. Tinggal menghidangkan lauk di meja makan. Ibu juga sudah kembali bergabung di meja makan bersama Kakak yang hanya melirikku sekilas tapi, ia sempatkan mengangguk ke arahku. Membuatku tersenyum seketika. Aku sayang Kakak. Aku pasti akan menjaga perasaannya.
Oya tentang Kakak, Alhamdulillah. Kakak sudah kembali lagi ke sekolah, belajar seperti biasa. Karena Kakak sudah menyelesaikan tugas dengan cepat dan tepat. Tentang data yang hilang itu sudah teratasi karena datanya aman di dalam sana. Kakak hanya kurang teliti aja sih saat mencari filenya. Dan aku merasa jauh lebih lega, karena aku tak seperti yang di tuduhkan Kakak sebelumnya di mana aku di anggap menghilangkan file miliknya. Aku jelas merasa bebanku terangkat. Hanya yang sedikit berubah itu Kakak nggak terlalu banyak bicara sama aku. Ya, mungkin ku pikir dia pasti masih menyesuaikan apa yang terjadi saat itu.
Kami menyantap hidangan seperti biasa. Tidak ada celoteh atau obrolan apa-apa di atas meja.
Di dalam pikiranku masih terus mencari cara agar dapat izin keluar hari ini. Aku nggak enak kalo nggak datang pada tugas kelompok kali ini.
Terlalu asyik berpikir hingga tak sadar kalau Ibu dan Kakak sudah beranjak dari meja makan. Aku segera menyelesaikan makanku cepat. Dan berpikir untuk menyusul Ibu ke kamar. Tapi, saat langkahku hampir mencapai kamar Ibu. Pintu sudah terbuka dari dalam.
“Pergilah, jangan lupa tugasmu nanti Lau, halaman kan belum terlalu bersih. Ibu mau pergi sebentar.” Ibu kemudian menutup pintu kamarnya kembali. Dan aku tersenyum pada pintu kamar Ibu yang sudah tertutup.
Berlari cepat ke atas dan segera mengirimkan pesan kalau aku sudah bersiap menuju ke sana. Nggak apa-apa deh telat dikit. Setidaknya aku datang.
KAMU SEDANG MEMBACA
I AM OKAY
General FictionDarenia Lauren, gadis yang cukup tertutup, namun selalu terlihat baik-baik saja di mata semua orang. Hidup dengan sebuah tekanan dari Ibu dan kakaknya yang membuatnya tidak betah berada di rumah. Sedangkan sang Ayah tidak bisa ia harapkan untuk sel...