Bagian Lima Belas. Menghadapi Kebakaran

495 31 9
                                    

Amirah memiliki sebuah butik pakaian. Bakatnya sebagai desainer membuat usaha butiknya berkembang. Tidak hanya menjual, tapi setiap baju ada didesain olehnya secara khusus dan terbatas. Produknya selalu limited edition dan ekslusif.

Sebelum meninggalkan butik, Amirah melihat kondisi gudang untuk mengecek stok barang. Ini adalah hari Jum'at, toko hanya buka setengah hari. Entah, sudah berapa puluhan desain diciptakannya. Karena setiap bulan selalu ada desain baru yang diluncurkan.

Waktu sudah menunjukan pukul sebelas, Amirah masih berada di gudang ditemani oleh Nurul, karyawan bagian gudang.

"Udah jam sebelas, kamu pulang duluan juga gapapa. Aku sebentar lagi kok," kata Amirah kepada Nurul.

"Baik, Bu. Saya duluan ya," pamit Nurul.

"Nanti kasih tau Satpam kalau saya masih di gudang," ucap Amirah.

Nurul mengangguk.

Tak berselang lama. Amirah mencium bau asap di gudang. Dia mencari sumbernya dan api langsung berkobar mengenai tumpukan baju, sistem pengamanan berbunyi. Tapi rupanya air tidak keluar dari system fire sprinkler. Amirah terjebak.

Beberapa karyawan yang masih berada di kantor, berusaha mengeluarkan barang yang bisa diselamatkan. Dua orang petugas keamanan mencari Amirah, tapi terhalang api.

Haikal yang tadinya sudah berada di pintu gerbang berbalik mendengar sirine kebakaran.

"Ibu ada di gudang, Mas," kata security saat bertemu Haikal.

"Apa?!" Haikal terkejut mengetahui Amirah masih berada dalam gudang.

Dilain tempat, Rafa merasa gelisah menunggu Amirah. Tokonya juga hanya buka setengah hari. Waktu sudah menunjukan pukul dua belas siang, semua karyawan Rafa juga mulai pulang. Terkecuali Samsul yang memang tinggal di sana. Rafa berkali-kali menelpon Amirah.

"Assalamu'alaikum, uhuk..uhuk..!" suara Amirah terdengar menjawab telpon ditengah kobaran api dalam gudang.

"Amirah? Kamu di mana?" tanya Rafa cemas.

"Maaas..., gudang terbakar. Aku ga bisa keluar. Uhuk ... uhuk!" ucap Amirah terdengar terbatuk-batuk dengan suara ketakutan, lalu mematikan telponnya.

"Apa?!" Rafa panik.

Dia langsung memanggil Samsul, meminta diantarkan ke butik Amirah. Dengan menggunakan sepeda motor, Samsul melaju dengan cepat.

Sesampainya di sana, Samsul menemani Rafa menuju area gudang di bagian paling belakang toko. Haikal yang saat itu sibuk memadamkan api, terkejut melihat Rafa sudah ada di lokasi bersama Samsul.

"Rafa," panggil Haikal.

"Haikal? Sudah telpon pemadam belom?" tanya Rafa tampak cemas.

"Sudah, masih di jalan," jawab Haikal

"Amirah mana?" tanyanya lagi.

"Kami sedang mencoba memadamkan apinya dulu di bagian sini agar bisa masuk. Menjauhlah Rafa," perintah Haikal.

"Aku mau cari dia," ucap Rafa lalu merentangkan tongkatnya.

"Jangan, Mas! Apinya besar," teriak Samsul, lalu memegang lengan Rafa.

"Lepaskan!" bentak Rafa mencoba melepas genggaman tangan Samsul di lengannya.

"Di dalam itu kain semua, bahan yang mudah terbakar. Api cepat merambat," ucap Haikal dengan nada tinggi.

BUKAN DIFABEL BIASATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang