"Apa nih?"
Sakusa mengernyit tatkala sebuah kotak plastik transparan—yang entah apa isinya dan dia tidak mau meneka-neka—berada di atas bench. Ia sempat kembali ke ruang ganti sejenak guna mengambil maskernya yang tertinggal.
Sebagai seseorang yang fobia dengan kuman, Sakusa enggan menyentuh kotak tersebut dengan tangan kosong tetapi dia sendiri tidak tahu untuk siapa kotak tersebut dituju. Memutuskan untuk tidak peduli, berjalan ke arah lokernya dan mengenakan masker lalu terhenti sejenak saat hendak meninggalkan ruang ganti. Langkahnya berhenti tepat di bench, melihat sebuah sticky notes yang terpampang di atas tutup kotak kue. Ia hanya mengambil kertas merah muda tersebut, membaca tulisan yang berada di sana dan lagi-lagi mengernyit.
Untuk Sakusa-san.
"Udah? Gitu doang?" responnya, sebab hanya tulisan itu yang ada di sticky notes. Sejenak Sakusa menoleh kesana kemari, memastikan apakah ada pengirimnya di sekitar sini. Lagipula bagaimana dia tahu pengirimnya sedangkan tidak ada nama yang tertera apalagi dia tak tahu isi di dalam kotak ini.
Rasa penasaran membuatnya mengangkat kotak, melihat bagian bawah dan ia dapati potongan blackforest di dalam sana. Sekali lagi, Sakusa tak tahu siapa pengirimnya (yang kemungkinan diduganya adalah penggemarnya) takut-takut kalau ada sesuatu yang dicampur di dalam makanan ini. Kakinya berjalan menuju tong sampah, hendak membuang kotak tersebut.
"A-Anu!"
Namun, pergerakannya terhenti ketika suara tersebut masuk ke indera pendengarannya. Sakusa menoleh dan mendapati seorang gadis bermahkota [Hair Color] dengan pakaian kemeja putih, rok biru dongker selutut, terdiam melihat kotak kue yang hendak dibuang.
"Siapa kau?" Lelaki bermahkota obsidian itu bertanya dengan tatapan mengintimidasi, membuat sang gadis terkesiap.
"A-Aku [Full Name], Sakusa-san!" ucap [Name] memperkenalkan diri.
"Apa maumu?"
[Name] menatap kotak blackforest yang hendak dibuang ke tong sampah lalu beralih pada lelaki yang sedang memegangnya. "K-Kalau tidak mau, biar aku ambil lagi!"
"Hah?" Sakusa menatap sang gadis, beralih pada kotak blackforest lalu menyodorkannya. "Punyamu?"
Gadis itu mengangguk. "Sebenarnya aku mau memberi itu pada Sakusa-san ...," ucapnya seraya menggaruk pipi. "Tapi kayaknya Sakusa-san tidak suka."
"Woi."
"I-Iya?"
Lelaki itu memijit pelipisnya. Dimana-mana orang akan curiga kalau diberikan sesuatu—apalagi makanan—tanpa nama pengirim, apalagi Sakusa yang tidak sembarangan menerima barang dari penggemarnya. Kalau yang begini wajar saja mau dibuangnya.
"Namamu saja tidak ada, bagaimana aku bisa tahu?" tanyanya. "Kalau ini isinya racun bagaimana?"
"Aku berani bersumpah itu benar-benar murni kue buatanku, Sakusa-san!" [Name] berucap seraya mengangkat dua jarinya membentuk huruf 'v'. "Soal nama ... yah, aku malu."
Sakusa memerhatikan gadis itu dengan teliti dari bawah sampai ke atas. Helaan napas kasar tercipta, ia pun mengurungkan niatnya untuk membuang kue tersebut. Ia menduduki bench, menoleh pada [Name] yang masih terpaku di depan pintu kamar ganti.
"Oi, kau," panggilnya.
"I-Iya, Sakusa-san?"
Sang lelaki menggerakkan kepalanya, mengisyaratkan [Name] untuk duduk di sebelahnya. [Name] awalnya ragu, tapi melihat tatapan Sakusa yang menajam membuat gadis itu masuk ke dalam ruang ganti dan duduk di sebelah sang lelaki. Kalau saja dia tidak memastikan kue yang diberikannya, mungkin blackforest buatannya akan berakhir di tong sampah.
Sakusa membuka tutup kotak, dimana dibalik tutup tersebut terdapat sendok kecil yang menempel. Sejenak ia menatap tutup tersebut lalu menoleh pada [Name].
"Aku mau minta tolong."
"Iya?"
"Ambilkan hand sanitizier-ku di loker paling ujung nomor dua."
"B-Baik!"
[Name] segera mengikuti perkataan sang lelaki. Ia berjalan menuju loker milik Sakusa, membukanya dan menemukan sebuah hand sanitizier semprot lalu mengambilnya. Ia berjalan kembali menuju bench dan kembali duduk. Sakusa menaruh kotak tersebut di sampingnya dan berucap, "Semprotkan ke tanganku."
Gadis itu menurut, menyemprotkan hand sanitizier ke tangan Sakusa yang terbuka dan lelaki itu pun menggosokkan kedua tangannya yang telah diberi hand sanitizier.
"Kau juga," ucapnya.
"Eh? Dengan hand sanitizier punya anda?"
"Pakai saja."
Sekali lagi, [Name] menurut. Ia menggunakan hand sanitizier tersebut untuk membersihkan tangannya. Belum sempat ia berbicara, mulutnya telah disuapi potongan blackforest membuatnya tersentak dan mau tak mau mengunyahnya.
"S-Sakusa-sa—"
Di sela-sela [Name] mengunyah kue, ia hendak menanyai lelaki itu tetapi Sakusa kembali memasukkan kue ke dalam mulutnya membuatnya tak memiliki kesempatan untuk berbicara.
"Aku hanya mau memastikan kue ini benar-benar aman atau tidak."
Gadis itu pun mengembungkan pipi. "Sudah kubilang kue ini a—"
Lagi, [Name] dibungkam dengan suapan ketiga membuat Sakusa terkekeh. Ia membuka masker miliknya, menyendok potongan blackforest dan memasukkannya ke dalam mulutnya. Rasa manis dari krim dan kue cokelat saling beradu, membuatnya menutup mulut guna punggung tangan—sedikit merasa tersipu. Dia baru sadar kalau baru saja melakukan indirect kiss dengan seorang gadis yang baru ia temui.
Sang gadis mengerjap ketika melihat Sakusa menggunakan satu sendok yang sama dengan miliknya. Maksudnya, bukankah Sakusa ini germaphobe? Apa dia mau menggunakan sendok yang sama dengan orang yang bahkan belum dikenal?
"Sakusa-san pakai sendok dari mulutku juga ... apa tidak apa-apa?"
"Berisik. Kau mau aku usir dari sini?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Blackforest [✓] || MSBY Black Jackals
Fiksi Penggemar[Atsumu M. ; Kiyoomi S. ; Koutarou B. ; Shoyo H. - Reader Insert] Mengidolakan mereka membuatmu diam-diam memberikan kue blackforest yang kau buat. Drabble(s)!