Jihoon telah mengenal Guanlin sejak mereka masih berusia 7 tahun, dan sejak saat itu, Ia tahu Ia akan jatuh hati pada pria itu.
Saat mereka mulai berkencan pada usia 16 tahun, Jihoon tahu, kemungkinan, suatu hari nanti Guanlin akan pergi meninggalka...
"And I've been meaning to tell you, I think your house is haunted Your dad is always mad, and that must be why. And I think you should come live with me and we can be pirates Then you won't have to cry or hide in the closet And just like a folk song, our love will be passed on" - Taylor Swift, Seven
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
𝒇𝒐𝒍𝒌𝒍𝒐𝒓𝒆
Jihoon pertama bertemu dengan pria itu saat mereka sama-sama berusia tujuh tahun.
Ayahnya—Park Chanyeol, baru saja dipecat dari pekerjaannya akibat Krisis Ekonomi yang melanda seluruh dunia pada masa itu. Mereka tak mampu lagi membayar biaya kehidupan di rumah mereka yang lama—yang berada di lingkungan menengah ke atas, sehingga akhirnya, mereka memutuskan untuk pindah ke sebuah apartemen kecil di lingkungan yang tak pernah Jihoon kunjungi sebelumnya.
Pada usia 6 tahun, Jihoon dipaksa untuk mengerti bahwa kehidupannya berubah dalam sekejap mata, dan tak ada yang bisa Ia lakukan untuk mengembalikannya.
Tidak mudah mencari pekerjaan pada masa itu. Satu bulan berubah menjadi satu tahun, dan Chanyeol tak kunjung mendapat pekerjaan baru, sementara Jihoon sendiri sudah memasuki tahun pertama dari sekolah dasar. The pressure on Chanyeol to get a job is getting bigger and bigger with each passing day, and this took a toll on his mental state.
Chanyeol berubah. Mulanya hanya sesekali, pria itu akan pulang ke rumah dalam keadaan mabuk setelah seharian pergi keluar untuk mencari pekerjaan. Lalu hal tersebut berubah menjadi sebuah kebiasaan, dan terus begitu, sampai rasanya Jihoon sudah tidak kaget lagi jika Chanyeol pulang ke rumah dalam keadaan mabuk.
The thing is... he turns into a monster whenever he's drunk. Pria itu tak akan segan-segan meneriaki istrinya—Byun Baekhyun dengan kata-kata tak pantas di hadapan putranya sendiri yang baru berusia 7 tahun, dan bahkan sesekali memukuli istrinya itu.
Jihoon ingin melakukan sesuatu. Berteriak agar Ayahnya sadar. Menyiram pria itu dengan air. Atau— entahlah, apapun agar Ayahnya kembali menjadi Ayahnya yang dulu. Yang akan bermain dengannya sepulang kerja. Yang akan mengecup istrinya dengan penuh cinta.
Yang... tidak akan pernah memukuli istrinya.
Namun Ibunya selalu menyuruhnya bersembunyi di dalam lemari setiap hal ini terjadi—sebuah lemari yang tidak terlalu besar, namun cukup untuk menyembunyikan tubuh mungilnya, jadi di situlah Ia bersembunyi sembari meringkuk memeluk kedua lututnya, memejamkan kedua matanya erat-erat seraya berusaha menulikan pendengarannya dari teriakan kesakitan, tangisan memohon maaf yang dikeluarkan Ibunya, dan kata-kata umpatan yang dikeluarkan Ayahnya.
But Jihoon always hates it inside that closet, so he finds a new hiding spot—on top of one of the branches of an old oak tree behind the apartment building.
Sepulang sekolah, Ia akan selalu ke sana, melempar tasnya ke sembarang arah, dan memanjat pohon tua itu, menikmati semilir angin yang menerpa wajahnya, memandang pemandangan lingkungan tempat tinggalnya di bawahnya—feeling like he was on top of this world, because when you're seven, that's just what you feel.