Jihoon telah mengenal Guanlin sejak mereka masih berusia 7 tahun, dan sejak saat itu, Ia tahu Ia akan jatuh hati pada pria itu.
Saat mereka mulai berkencan pada usia 16 tahun, Jihoon tahu, kemungkinan, suatu hari nanti Guanlin akan pergi meninggalka...
"I was walking home on broken cobblestones Just thinking of you when she pulled up like a figment of my worst intentions She said, "James, get in. Let's drive" Those days turned into nights Slept next to her, but I dreamt of you all summer long" – Taylor Swift, Betty
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
𝒇𝒐𝒍𝒌𝒍𝒐𝒓𝒆
Guanlin bodoh jika dia tak tahu maksud pertanyaan Hyungseob padanya waktu itu. Ia bodoh jika Ia tidak menyadari tatapan itu, dan makna dari pertanyaan itu.
Ia bodoh jika Ia bilang, Ia tak mengingat apa yang terjadi hari itu.
Hyungseob berharap lebih padanya—jelas sekali.
Mulanya Ia tak ingin berasumsi, tak ingin menganggap dirinya sehebat atau setampan itu atau apalah sampai Hyungseob harus berharap lebih padanya meskipun mereka hanya menghabiskan satu musim panas bersama, namun ketika pria itu menanyakan apakah Guanlin mengingat hari itu—hari yang paling Ia sesali seumur hidupnya, saat itulah Guanlin mengerti.
Bahwa Jihoon benar. Bahwa dengan menganggap hubungannya dan Hyungseob hanya main-main semata, Guanlin sudah menyakiti Hyungseob. Bahwa dengan memikirkan Jihoon selagi Ia bersama Hyungseob tidak membuat semuanya lebih baik.
Instead, he made it worse because now, he's hurting both Jihoon and Hyungseob.
Dan pada saat itu, Guanlin sudah membulatkan hatinya. Ia berbohong, berpura-pura bahwa Ia tak mengingat hari itu, menegaskan pada Hyungseob bahwa tak ada, dan tak akan pernah ada hal lebih di antara mereka.
That's cruel, but what could he possibly do? Guanlin already made his decision, and it's Jihoon. Untuk apa memberi Hyungseob harapan palsu lagi?
Setelah pertemuan itu, Guanlin akhirnya memutuskan untuk membiarkan Jihoon menenangkan dirinya terlebih dahulu, menyembuhkan luka dari sayapnya yang telah patah akibat perbuatan Guanlin.
Dan itu termasuk tidak membuat asumsi apa-apa saat Jihoon tiba-tiba mengganti kelas homeroom-nya, berpisah kelas dengan Guanlin untuk pertama kalinya.
Termasuk mengabaikan rasa sesak di dadanya saat Ia dan Jihoon kebetulan berpapasan di depan rumah pria manis itu—Jihoon yang segera mengalihkan pandangannya dari Guanlin, dan Guanlin yang akan tetap terpaku di sana, menatap Jihoon tanpa mengatakan apapun karena Ia tahu, Jihoon hanya akan semakin salah paham jika Guanlin mencoba berbicara tanpa menyusun kalimatnya terlebih dahulu.
Termasuk berlari pergi meninggalkan gym saat Ia melihat Jihoon berdansa dengan Daniel pada pesta dansa hari ulang tahun sekolah mereka, diiringi dengan sebuah lagu cinta, lagu yang selalu Guanlin dan Jihoon anggap sebagai lagu mereka. Lagu yang selalu mereka nyanyikan berdua.
Kini Jihoon berdansa dengan Daniel diiringi lagu itu.
Oh well, lagipula Guanlin memang membenci keramaian. Mungkin Jihoon hanya akan berasumsi bahwa Guanlin pergi karena tidak tahan dengan ramainya malam itu.