2. Bian Ganteng

176 35 0
                                    

"Gue datang karena mau ngebuktiin kalau selama berada di dekat gue, lo nggak selamanya ada dalam masalah. Bisa saja lo aman, seperti sekarang." -Abiyan Mahatma

Bian menatap Aline setengah heran

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Bian menatap Aline setengah heran. Sementara yang ditatap sibuk menghadap ke depan. "Kenapa senyam-senyum sendiri? Lo masih waras, kan? Tadi nangis-nangis, sekarang malah senyum."

Aline menoleh, membuat pandangan mereka bertemu. Keduanya saling menatap untuk beberapa saat. Setelahnya, Aline segera membuang muka.

"Bukannya lo sendiri yang bilang, lo nggak akan pergi kalau gue masih nangis, kan? Gue udah nggak nangis, jadi lo bisa pergi sekarang," tukas Aline tak acuh.

"Lo ngusir gue?" Bian menatap Aline dingin. "Asal lo tau, ini tempat umum, siapa pun bisa berada di tempat ini."

Aline berdecak sebal. "Kan, lo sendiri yang ngomong kayak gitu tadi."

Bian tersenyum miring. "Lo percaya?" tanyanya sembari menahan tawa. "Itu cuma pancingan biar lo diem." Bian tertawa membuat Aline menatap tajam ke arahnya.

"Di situasi seperti ini lo masih sempet-sempetin bercanda? Dasar anak kecil!" Aline berdiri kemudian menyampirkan tasnya. Ia hendak pergi, tetapi Bian menarik lengannya kuat. Membuat Aline kembali duduk.

Aline mendengus kesal. "Lo mau apa, sih, sebenarnya? Tadi gue minta lo pergi, tapi lo nggak mau. Sekarang, gue yang ngalah mau pergi dan lo halangin gue!"

"Malem-malem kayak gini lo mau pulang sendiri? Lo nggak takut?" tanya Bian pada Aline.

"Sebagai balas budi karena lo udah bantuin gue, gue anterin lo pulang," sambungnya.

"Lo pikir gue bakal aman sama orang asing kayak lo? Kita udah dua kali ketemu dan lo udah bawa gue dalam masalah sebanyak dua kali. Itu cukup membuktikan kalau gue nggak aman sama lo."

"Lo nggak usah pura-pura nolak kayak gitu. Siapa, sih, yang mau nolak tawaran dari cowok kayak gue? Gue tau isi hati lo kayak gimana? Pasti lo seneng, kan?" Bian menyeringai setelah berbicara dengan angkuhnya. "Ternyata semua cewek sama aja," sambungnya.

Aline berdiri kemudian menatap nyalang ke arah Bian. "Dengerin gue baik-baik! Pertama, tarik ucapan lo mengenai 'semua cewek sama aja'! Kedua, kalau sebelumnya nggak ada cewek yang mau nolak tawaran dari lo, mungkin cewek pertama yang nolak tawaran lo adalah gue."

Aline berjalan ke depan kemudian menghentikan sebuah mobil berwarna silver. "Taksi!" teriaknya.

Tanpa menoleh sedikit pun, Aline segera memasuki mobil yang baru saja berhenti di depan halte. Beberapa saat setelahnya, mobil itu melesat pergi meninggalkan halte juga Bian di sana.

Di saat yang bersamaan, Bian juga melajukan motornya dengan kecepatan cukup tinggi. Terlihat gedung-gedung pencakar langit nampak berlarian hingga tertinggal jauh di belakang. Keheningan malam yang mencekam. Hanya suara derum motor dan lalu-lalang kendaraan yang terdengar. Pun langit sudah berwarna hitam pekat. Menandakan malam sudah semakin gelap.

Selisih DuaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang