Eyang puteri dibawa kerumah sakit, kondisinya drop. Bersyukur aku dan Hasan dulu berinisiatif membuatkan BPJS walau hanya bisa kelas tiga.
Aku dan Hasan menunggu dengan was-was. Lik Marwan tampak diam. Tak banyak bicara.
"Bagaimana keadaan nenek saya dok?" tanya Hasan.
"Kondisi tubuhnya drop. Untuk saat ini kita hanya bisa pasrah. Kita serahkan pada sang pemberi Hidup."
Kami segera masuk ke ruang HCU. Disana kami melihat tubuh rentanya. Ya Alloh aku tahu aku harus ikhlas dengan segala kemungkinan hanya saja rasanya kami tak sanggup.
"Bapak pulang saja, lagi pula bapak juga punya hipertensi. Gak boleh capek. Biar aku sama Caca yang nunggu Eyang." tutur Hasan.
"Iya."
🍁🍁🍁🍁
"Sepi ya Ca." Hasan memulai obrolan.
Aku sendiri tengah menyandarkan kepalaku di bahu Hasan. Sudah dua hari dua malam Eyang dirawat. Kami selalu setia menunggu. Jangan tanyakan lik Mirna dan kedua anaknya mereka sama sekali tak peduli.
"Iya. Mungkin karena masih pagi." kulirik jam di tanganku masih pukul 6 pagi.
"Semalam aku mimpi ketemu ibu. Ibuku cantik ya Ca. Aku biasanya cuma lihat di foto. Tapi tadi malam aku bener-bener lihat. Ibu tersenyum Ca."
"Kok sama. Aku semalem juga mimpi ketemu bapak ibuku. Mereka juga senyum ke aku. Bapak malah membelai kepalaku."
"Ca... Hasan." sebuah suara memanggil nama kami. Awan.
🍁🍁🍁🍁🍁
"Maafin ibuku ya Ca, aku udah denger dari Husna katanya ibu melabrak kamu. Gara-gara ibu juga Eyang kamu sampai masuk rumah sakit."
"Gapapa memang sudah takdirnya Eyang masuk rumah sakit."
"Tapi aku merasa bersalah Ca, gara-gara ibuku..."
"Sudahlah Wan. Jangan di bahas."
Hening.
"Ca... Aku akan berusaha meyakinkan kedua orangtuaku aku akan.."
"Wan... Bukankah aku pernah bilang bahwa jawabanku akan lamaranmu setelah aku tahu tanggapan ibumu. Dan sekarang aku akan menjawabnya. Maaf mungkin lebih baik kamu cari wanita yang lain."
"Ca..."
"Sudahlah Awan. Percuma. Kedua orangtuamu tidak akan pernah menerimaku."
"Tapi aku yakin... Kalau kita berusaha mereka akan mau merestui kita."
"Hehehe. Yakin kamu? Bahkan ibumu saja tanpa melihat adab kesopanan memakiku. Untung hanya di rumah lilikku. Kalau ditempat umum bagaimana?" aku menyerangnya telak sengaja.
"Kita kawin lari."
Aku terkekeh. " Tapi sayangnya akalku ada pada kepalaku bukan dengkulku. Seperti apapun ibumu dia surgamu berbeda denganku. Kalau kamu lakukan itu kamu akan menjerumuskan dirimu sendiri dan aku ke neraka. Maaf aku tak mau. Aku mungkin bukan siapa-siapa. Tapi aku punya perasaan, sakit jika dilukai, patah jika dipatahkan."
"Ca..."
"Sudahlah... Hentikan. Percuma."
Aku memilih kembali ke ruang perawatan Eyangku. Tak kupedulikan Awan yang memanggilku. Bagiku semua sudah jelas.
🍁🍁🍁🍁
Hari ketiga Eyang dirawat, Eyang siuman. Saat itu ada aku, Hasan dan Lik Marwan. Entah sesuatu firasat atau apa hatiku tak tenang.
Walau kondisi Eyang terlihat bugar dan wajahnya tampak cerah sekali. Bahkan senyum tak pernah lepas dari bibirnya.
"Marwan."
"Iya mbok."
"Aku mau pulang, aku harus kamu anter ke Kebumen ya?" ucap Eyang puteri.
"Mbok masih sakit. Sudah disini saja." sahut lik Marwan.
"Enggak. Pokoknya simbok harus pulang ke Kebumen. Gak masalah rumahnya reot tapi itu rumahnya si mbok. Inget ya Wan, aku pokoknya harus balik ke Kebumen." tegas Eyang puteri.
"Iya mbok." akhirnya lik Marwan menyerah.
"Putuku. Caca sama Hasan. Kalian putuku yang paling baik, paling eman (sayang) sama Eyang. Kalau eyang sudah balik ke Kebumen. Maka kalian berdua terbanglah. Kepakkan sayap kalian yang sudah lama terikat. Jadilah seperti merpati yang bisa terbang tapi tahu kapan, dimana serta pada siapa dia akan kembali." ucap Eyang puteri sambil tersenyum manis padaku dan Hasan.
Aku menangis, begitupun Hasan. Kami berdua sadar ini bukanlah sekedar ucapan tapi wasiat terakhir dari Eyang puteri untuk kami.
🍁🍁🍁🍁🍁
Eyang puteri menghembuskan nafas terakhirnya pada malam keempat setelah dirawat. Kami sudah rembugan. Eyang puteri langsung dimandikan oleh pihak rumah sakit dan malam harinya kami akan membawanya ke Kebumen.
Hanya aku, Hasan dan lik Marwan yang ikut. Kami ikut mobil ambulance dengan jasad Eyang puteri juga.
Lik Mirna dan kedua anaknya tak mau ikut dengan alasan jauh dan menghemat biaya.
Tak masalah bagiku dan Hasan karena tanpa mereka jauh lebih baik.
KAMU SEDANG MEMBACA
4. Pelabuhan Terakhir (Novel Dan Ebook)
RandomCahaya Mustika atau dipanggil caca adalah gadis yatim piatu yang tinggal bersama liliknya(om), adik dari mendiang ayahnya. Sejak kecil dia harus mengalah kepada anak-anak liliknya. Merasa asing di keluarganya sendiri. Hingga datang sebuah lamaran da...