POV Caca
Tak terasa sudah dua bulan aku mondok plus jadi khadamah disini. Awalnya aku kesusahan beradaptasi. Terutama masalah ngajinya, tapi alhamdulillah akhirnya terbiasa. Berhubung dulu aku dan Hasan hanya punya satu Hp milik bersama dan jadul pula. Praktis komunikasi kami lewat sosmed dan itupun hanya bisa kulakukan saat hari minggu saja dimana kami boleh keluar itupun hanya di area dekat pondok.
Syukurlah Hasan nampak bahagia sepertinya. Aku lost kontak dengan keluarga Jepara. Paling Hasan yang rajin menghubungi Husna untuk menanyakan keadaan bapaknya.
"Kamu betah Ca?" tanya kang Bimo kepadaku saat membantuku mengupas kelapa sedangkan aku bertugas memarutnya.
"Betah kang." aku memanggilnya sesuai panggilannya disini.
"Syukurlah, Hasan kayaknya juga betah disana. Senangnya dengar dia lagi kuliah." kang Bimo menghembuskan nafasnya.
"Kenapa kang?"
"Gapapa. Aku cuma nyesel dulu jadi anak badung. Sekolah gak tamat hidup amburadul gak jelas. Tapi itu dulu. Sekarang aku seneng bisa disini, aku lagi berusaha jadi orang baik."
"Kang Bimo kok bisa terdampar disini?"
"Huh... Ceritanya panjang. Waktu itu aku terlibat tawuran sama geng lain. Aku yang sudah terluka parah berusaha menyelamatkan diri. Tak sengaja ketemu Gus Azzam yang pulang dari pengajian. Gus Azzam menyelamatkanku dari kepungan geng lawan. Dengan cara menyuruhku memakai gamis umi Aisyah yang ada dimobil dan menyuruhku memakai kerudung dan slayer hitam seolah sebagai cadar. Hehehe."
"Astaga... Kang Bimo hahaha."
"Setelah itu aku dibawa kesini, mereka menerimaku. Abah mengarahkanku menjadi lebih baik, umi memberiku kasih sayang seorang ibu, gus Azzam menawarkan persahabatan kepadaku dan gus Azmi seperti adik bagiku.
Aku mendengarkan ceritanya sambil memarut. Kedua sahabatku Ipeh dan Nurul juga turut mendengarkan.
🍀🍀🍀🍀🍀
"Sebelah atas mbak, agak ke kiri itu ada 2 besar-besar."
"Yang mana?"
"Itu mbak."
"Oh iya aku lihat."
"Galahnya ini mbak?" sahut Nurul membawa galah.
Ya, kami sedang memetik buah mangga yang letaknya di belakang ndalem. Rumah abah itu keren bangunannya, pokoknya ditata pas, dapur berada di sayap sebelah kanan kemudian ada pintu dan dihubungkan dengan koridor untuk dihubungkan dengan kamar para khadamah. Sedangkan bagian belakang ada teras, gazebo kolam ikan kecil dan sepetak tanah untuk rumah kaca. Rupanya halaman belakang sebagai tempat melepas lelah keluarga kyai.
"Keren ih Mbak Caca, serba bisa." seru Ipeh.
"Iya, sekarang gak perlu nunggu kang Bimo kalau mau manjat-manjat hehehe."timpal Nurul.
"Emangnya khadamah cowok cuma kang Bimo aja apa?"
"Iya, lah wong disini pondok puteri." sahut Ipeh.
"Gak ada yang pengen ngelamar jadi khadamah cowok lagi apa?"
"Banyak, tapi abah dan umi katanya gak perlu. Toh semua hal bisa dihandel sama kang Bimo. Dari jadi sopir, asisten abah, pengasuh gus Azmi pokoknya semua bisa di handel sama kang Bimo." sahut Nurul.
"Ooo.... Eh, Gus Azzam sih kemana? Sebulan ini gak kelihatan?"
"Ke Bandung katanya, khan kuliah disana." Ipeh bercerita.
"Tahu gak mbak, kita semua kaget waktu tahu kalau guse itu ternyata lagi kuliah S2. Selama ini kita ngiranya guse cuma seneng berpetualang naik gunung. Eh ternyata." lanjut Ipeh.
KAMU SEDANG MEMBACA
4. Pelabuhan Terakhir (Novel Dan Ebook)
AléatoireCahaya Mustika atau dipanggil caca adalah gadis yatim piatu yang tinggal bersama liliknya(om), adik dari mendiang ayahnya. Sejak kecil dia harus mengalah kepada anak-anak liliknya. Merasa asing di keluarganya sendiri. Hingga datang sebuah lamaran da...