Nurlela Dan Berita Dari Aryati

55 19 0
                                    

“Perkenalkan ini Juno.” Kata Aryati memperkenalkan aku pada Nurlela, atau biasa dipanggil Lela ataupun Nur. Sebetulnya kami satu kampus, hannya saja asing bertemu. Mungkin ini kali aku pertama bertemu dan bertegur sapa.

“Ah, Nur, selamat berulang tahun.” Kataku sembari berjabat tangan dengannya. Tangannya halus dan ramah, tidak kasar seperti tanganku.

Kami semua akhirnya berdansa pada pesta itu. Desing lirik dan nada membantaiku dalam kesenangan. Semua yang ada bergoyang berbembira. Sebenarnya aku mau mengatakan tentang rasaku terhadap Aryati, tapi entah kenapa Tuhan membuatku takut, aku takut kalau-kalau Aryati menolakku dan merebut kegembiraannya pada pesta. Sekali lagi aku menjadi pecundang. Pun juga Aryati sering aku lihat sibuk mengobrol dengan Nurlela dan kawan-kawannya. Tidak mungkin juga bukan aku menariknya dan tiba-tiba mengatakannya.

Nurlela. Yang kelak akan menjadi juwita yang riang gembira. Dara juwita yang nanti pada akhirnya menjadi pelarian rasaku ketika masa-masa berkabung. Dia teramat baik padaku lekas setelah aku bertemu dengannya di rumahnya kala pesta. Kami jadi sering bertegur sapa. Tak jarang Aryati menceritakan Nurlela saat di kelas.

Semakin hari aku mengenal seperti apa Nurlela itu. Dia adalah periang dan baik pula. Wajahnya juga cantik, tapi kala itu aku belum menaruh rasa padanya. Saat itu rasaku hanya tertuju pada Aryati seorang. Aku berulang kali dibuatnya kebingungan tentang rasa yang sudah lama aku pendam. Aku betul-betul takut dengan penolakan, tapi di satu sisi yang lain aku betul-betul mencintainya.

Aku memendam rasaku, hingga tiba suatu saat aku mendengar suatu berita. Berita yang dapat menjadi akhir pengharapan rasaku dengan Aryati, ini berita langsung aku dengar dari mulut Aryati sendiri.

“Juno, Juno. Kau harus memberi selamat kepadaku. Karena aku akan segera kawin.” Katanya dengan bergembira di sampingku kala di dalam kelas.

“Kawin?” Terkejutku dengan mata yang terbelalak kagetnya. Seketika waktuku berhenti sendiri. Tak salah aku dengar dengan kata-katanya tadi. Aku langsung merasa tertusuk sesuatu erat di dadaku.

“Ya. Benar, menikah. Ibuku sudah memilihkan bakal suami untukku.” Katanya dengan senyumannya yang lebar tanpa kesedihan.

“Dijodohkan?” Kataku dengan suara yang berat. Membuat senyumannya berhenti. Aku lalu marasa canggung.

“Apa salahnya?” Tanyanya membuatku diam beberapa saat.

“Masa kau mau dijodohkan? Ini kan bukan jaman Sitti Nurbaya lagi kan?” Tanyaku semakin tidak karuan.

“Ah. Apa salahnya, toh aku cinta juga dengan bakal suamiku. Kan juga sudah bukan jaman asal menjodohkan. Asal kau tau, dia adalah seorang Letnan.” Jawabnya kali ini dengan nada yang sinis.

Mendengar jawabannya itu aku dibuatnya merinding. Kalah sebelum berperang dan jika berperang lawanku tentara asli. Mana mungkin juga jika aku makin mengutarakan, mungkin dia akan jadi lebih sinis terhadapku. Semenjak itu harus aku sadari bahwa aku akan bakal kehilangan teman dan kekasih dalam diamku itu. Aku harus benar-benar merelakannya karena dia bakal jadi kepunyaan orang yang bakal jadi sah.

Beberapa hari setelah saat itu benar saja. Aryati mulai sedikit asing denganku. Barangkali dia diam-diam sudah tahu aku suka padanya, atau mungkin karena perkataanku dalam obrolan terlalu memperlihatkanku menyukainya. Itu juga didukung dengan beberapa kali aku melihat Aryati selalu pulang dengan seorang pria berpakaian opsir lengkap, tumpakkannya mobil. Aku sudah kalah, dan harus menyerah.

TIGA JUWITA MALAMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang