Epilog

172 15 1
                                    

***

Andreas melihat ke luar jendela kamarnya. Sepertinya dia tahu kenapa Grace sangat suka memperhatikan salju turun selama berjam-jam.

Semuanya kelihatan berkilau seperti susu ketika butiran-butiran salju turun, melayang, dan berkibar di udara, kadang turun dengan lembut, dan kadang dengan keras seperti hujan es. Dan ada sebuah suara yang datang dengan angin dan salju, seperti shoo-shoo. Kedengarannya seperti bisikan lembut seorang ibu yang sedang menidurkan anaknya. Andreas merasa tenang mendengarkan suara tersebut, dan dia pun tertidur tanpa dia sadari.   

Pukul enam pagi, Andreas membuka matanya lagi. Dia berbaring di tempat tidur dengan lama sebelum akhirnya bangun dan bersiap-siap.

Jam elektronik yang digantung di dinding kamar tamu menunjukkan tanggal dan waktu pagi itu. Andreas melihatnya dan merasa terkejut. 

7:20 pada 16 November.

Dia menutup matanya, membukanya lagi dan melihatnya lagi. 

Penglihatannya benar. Itu benar-benar tanggal 16 November.

Dia mendengar suara dari arah dapur dan Andreas langsung menoleh dengan cepat.

Di depannya, istrinya, Grace, berdiri di depannya sambil memegang nampan sarapan di satu tangan dan membuka pintu geser. Ia melihatnya dan tersenyum sambil berkata, "Kenapa kau sangat kaget? Aku bangun pagi hari ini untuk menyiapkan sarapan. Hari ini aku ada rapat yang sangat penting jadi kita tidak bisa makan siang bersama."

Andreas hanya menjawab, "Oke." 

Dia merasa seakan-akan sedang bermimpi. Istrinya ada di sini, dalam keadaan hidup dan sehat. Dia tidak tahu lagi yang mana mimpi dan yang mana realita. Dia tidak peduli. Jika ini hanyalah mimpi, dia tidak ingin bangun dari mimpi ini selamanya.

Dia terus memperhatikan istrinya sambil mengikutinya ke ruang makan. 

Andreas berjalan dengan kaku ke meja makan dan duduk tanpa menarik bangku. Untungnya mata istrinya tajam dan dia langsung menangkapnya. 

Grace menaruh tangannya di atas dahinya. "Tidak panas. Kenapa kau sangat aneh hari ini?"

Tangan istrinya terasa dingin, bahkan di saat musim panas. Rasa sejuk itulah yang membuat Andreas sadar. 

Dia memeluk erat istrinya dan berkata, "Grace, aku tak pernah mengatakan ini kepadamu."

Grace memeluknya kembali. "Katakanlah. Aku akan mendengarkan."

"Aku sangat mencintaimu. Aku selalu mencintaimu."

Grace dengan pelan tersenyum. "Ah, ini. Ya, aku tahu."

"Aku juga mencintaimu, selama bertahun-tahun."

Malam sebelumnya, istrinya berpikir, 'Jika dia berdoa dengan tekun, dapatkah Tuhan mengabulkan permintaannya untuk membuat Andreas berubah?'

Untungnya, Tuhan benar-benar mendengarnya.

~End~

Cyclamen [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang