Hannah menyerahkan selembar uang kepada Mang Damar setelah menurunkannya di depan rusun Cempaka Putih. Langkahnya gontai menuju tangga yang menghubungkan ke arah unit rusunnya yang berada di lantai dua. Pikirannya terforsir karena seharian bekerja, apalagi sejak kemarin malam ia mengalami gangguan tidur. Bayangan saat Nevan menggerayangi tubuhnya selalu melintas setiap kali dirinya memejamkan mata.
Klek. Pintu rumahnya terbuka, Hannah segera mendekati Fahmi adiknya yang tengah asyik membaca buku di kasur lantai dengan televisi menyala.
"Mbak Hannah!" sapa Fahmi seraya berpindah posisi menjadi duduk dan menutup bukunya.
"Gimana udah baikan?" Tanya Hannah seraya menyentuh kening Fahmi untuk mengecek suhu tubuhnya. Semalam Fahmi tiba-tiba menggigil dengan suhu tubuh 38°c dan hari ini ia harus izin tidak masuk sekolah.
Sejak divonis menderita sakit jantung Fahmi sering izin tidak masuk sekolah. Ia sering demam dengan tubuh lemas serta rasa nyeri di dadanya.
"Udah enakan kok Mbak, oya aku buatkan minum Mbak Hannah dulu," pamit Fahmi sembari beranjak dari tempatnya menuju kulkas.
Hannah meletakkan tasnya di atas meja lalu meluruskan kedua kaki. Ia lepaskan syal dan blazer lalu meletakkan di atas pangkuannya. Tak lama Fahmi datang dengan segelas teh dingin dan menyerahkan pada Hannah.
"Makasih Dek," ucap Hannah seraya meraih gelas tersebut lalu meneguknya hingga tandas.
"Mbak, maaf ya karena aku Mbak Hannah jadi begini," ucap Fahmi sendu menatap Hannah yang seketika tersenyum menatapnya.
"Kenapa kamu bilang begitu?"
"Buruan bersiap-siap kita akan menemui dr. Galih sore ini, semalam Mbak Hannah sudah telepon dan dapat antrean nomor 3 jadi kita jangan sampai telat," sambung Hannah mengalihkan pembicaraan.
"Aku berjanji Mbak akan segera sembuh dan segera lulus agar bisa cepat cari pekerjaan dan ...."
"Kamu tidak perlu memikirkan hal itu, yang terpenting sekarang kamu harus fokus sekolah dan segera sembuh," sela Hannah sebelum Fahmi melanjutkan ucapannya. Hannah tidak ingin melihat kesedihan dan kerapuhan di kedua mata adiknya setiap kali Fahmi mengungkapkan perasaannya.
"Mbak Hannah mandi dulu dan sholat, kamu ganti baju gih!" lanjut Hannah lalu beranjak dan mengacak puncak kepala Fahmi dengan sayang.
Pukul 04.30 mereka sampai di rumah sakit Medika Center tempat dr. Galih praktek. Dokter spesialis jantung berwajah tampan dan muda itu sudah menjadi dokter tetap yang menangani Fahmi sejak divonis menderita sakit jantung berjenis aritmia sejak 4 bulan lalu. Dari penjelasan dr. Galih, Aritmia adalah kelainan irama jantung yang menjadi pertanda adanya gangguan sistem kelistrikan jantung yang membuat irama jantung bisa terlalu cepat, terlalu lambat, atau tidak beraturan sama sekali. Kondisi ini terjadi akibat terganggunya rangsangan listrik yang mengatur detak jantung, sehingga jantung tidak bekerja dengan baik.
Pengamatan dr. Galih menyebutkan bahwa penyebab utama Fahmi menderita penyakit ini karena tekanan dan stress berat yang ia pendam sendiri selama ini. Dan tentu saja Hannah tahu penyebab Fahmi tertekan dan stress.
Terpaksa Hannah menceritakan peristiwa yang menimpa dirinya dan Fahmi tiga tahun silam pada dr. Galih. Bagaimana kehidupannya dulu di Surabaya ketika kedua orang tua mereka masih hidup hingga kecelakaan yang menimpa mereka semua. Kejujuran Hannah justru membuat dr. Galih merasakan kejanggalan sekaligus rasa iba.
Namun, Hannah cukup tahu diri tidak menceritakan semuanya secara detail karena Hannah sendiri tidak pernah tahu bagaimana dirinya dan Fahmi bisa berada di Jakarta. Bahkan rusun tempat ia tinggal sepertinya sudah dipersiapkan untuk mereka. Lebih anehnya lagi, Hannah menerima sepucuk surat yang mengatakan jika dirinya dan Fahmi harus tinggal di sini dalam jangka waktu yang tidak ditentukan demi keselamatan mereka. Selama sebulan tinggal di rusun tersebut Hannah memanfaatkan uang yang disertakan dalam amplop coklat di bawah surat tersebut untuk memenuhi kebutuhan mereka selama Hannah belum mendapatkan pekerjaan.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Possessive CEO
RomanceRate 18+ NIGHT SERIES #1 Blurb Rivandra Nevan Setiadi, pria berusia 29 tahun dengan segala kesempurnaan hidupnya. Selain kaya, cerdas, dan kesuksesan yang selalu mengiringinya, ada satu hal penting yang belum ia dapatkan yaitu cinta. Karena sejak ke...