BAB 1. Upacara Pernikahan

530 39 3
                                    


Awal Juni, di sebuah hari yang cerah. Rasanya janggal, karena hampir setiap hari hujan peralihan musim turun dengan deras.

Udara gereja kecil dipenuhi aroma bunga lili putih. Salib yang terpasang di atas altar, menjaga tempat kedua insan mengikat cinta suci mereka. Cahaya yang menembus kaca patri di jendela, mewarnai lantai lorong pengantin yang terbuat dari marmer putih dengan indahnya.

Mempelai prianya adalah Homare Arisugawa, berumur 24 tahun. Pemimpin keluarga Arisugawa yang berdarah bangsawan, sekaligus penerus Grup Arisugawa, perusahaan terkemuka di Jepang. Di sampingnya, berdiri sang "mempelai wanita", berasal dari keluarga Fujii, keluarga biasa yang sangat bertolak belakang dengan keluarga Arisugawa. Di belakang mereka, orang-orang bergosip bahwa si pengantin wanita hanya mengincar uangnya saja.

"Kepada mempelai pria, dipersilakan mencium mempelai wanita."

Setelah kedua mempelai bertukar cincin, pastur yang berasal dari negara Barat itu menata agar mereka berdua saling berhadapan. Mungkin karena gugup, sang mempelai wanita sempoyongan. Mempelai pria spontan menopang tubuh mempelai wanita dengan santainya, namun tetap kuat dan mantap. Ia memperhatikan dan mengayomi sang mempelai wanita yang baru berusia 19 tahun dan masih polos ini. Di mata para saksi yang hadir, sosok kedua pengantin baru ini sangatlah manis. Kerudung putih yang mengaburkan pandangan Akira akhirnya dibuka. Homare, sang mempelai pria, menatap Akira dengan matanya yang sipit itu. Mata itu memancarkan keteduhan yang dalam. Tubuhnya yang tegap dan tinggi, dibalut oleh mantel panjang, dan rambut yang sama hitamnya dengan warna matanya itu, tertata rapi sempurna. Di tempat yang suci ini, bahkan ketampanan yang kaku sekalipun terlihat lebih memukau dari biasanya. Berbeda dengan Akira yang sedikit gugup, Homare selalu menunjukkan gerak-gerik yang anggun selama upacara.

Tanpa terlihat terbebani sedikitpun, ia mengucapkan sumpah cinta abadi: "mencintainya di kala suka dan duka, hingga maut memisahkan." Dengan jemarinya yang panjang, ia menyentuh pipi Akira, bibir mereka bertemu dengan lembut. Ciuman sumpah cinta abadi.

Perlahan, namun pasti, Akira merasakan sakit di tubuhnya hingga gemetaran. Padahal hanya bersentuhan bibir saja. Homare pasti tahu, Akira merasa malu karena hal lain. Meskipun hari ini adalah upacara pernikahan mereka, Homare sudah pernah menyentuh bagian tubuh Akira lainnya, bukan hanya bibir saja. Sekujur tubuh Akira dilecehkan oleh pria yang berdiri di sampingnya dengan wajah sok suci ini. Bahkan, sebelum upacara dimulai, Homare melakukan hal yang kejam kepada Akira di ruang ganti.

"Kamu tidak boleh melarikan diri sebelum upacara. Setidaknya selama upacara berlangsung aku akan membuatmu tetap patuh. "

Di ruang ganti yang dikunci rapat, Homare menindih tubuh Akira yang terus melawan sambil menangis. Senyuman dingin terpatri di wajah tampan dan maskulin Homare. Lelaki yang kejam. Manusia berdarah dingin, kasar, tidak manusiawi, dan tak mengenal belas kasihan.

Malaikat maut. Pembunuh.

"Dengan nama Tuhan, saya nyatakan kedua mempelai sebagai pasangan suami istri yang sah. Para hadirin dimohon untuk berdiri. Untuk mengantar kedua mempelai yang akan mengarungi bahtera rumah tangga baru ini, mari kita nyanyikan kidung pujian"

Bersamaan dengan itu, organ pipa di lantai dua gereja kecil dimainkan. Kidung pujian nomor 312, "Di Mana Ada Roh Kudus". Menghadap pintu gereja kecil yang terbuka lebar, Homare mengulurkan lengannya. Dengan gerak-gerik yang alami, tanpa cela sedikitpun, ia menuntun mempelai wanita. Kalah dari tatapan tajam Homare, Akira langsung menundukkan kepala dan meraih lengan Homare dengan tangannya yang gemetaran. Homare menuntun Akira menyusuri lorong pengantin. Di kanan-kiri mereka, terdengar desahan kagum dari para hadirin.



Mulai dari saat didampingi oleh ayahnya menuju altar, pakaian Akira memang sudah menarik perhatian. Tetapi, kehadiran sang mempelai pria di sampingnyalah yang membuat sang mempelai wanita dan gaunnya terlihat lebih mempesona. Gaun pengantin yang dipesan Homare khusus untuk mempelai wanitanya sangatlah mewah. Kain sutra terbaik yang diimpor langsung dari Itali, dengan bordiran mawar putih, di sana-sini tersulam deretan mutiara yang indah. Rok yang terbuat dari berlapis-lapis kain organdi mewah, membentuk pola berombak yang cantik, menciptakan suara gesekan halus di setiap langkah mempelai wanita. Bagian atas gaun yang elegan, menonjolkan sebagian besar bahu dan kedua lengannya, tetapi kerudung putih yang menjuntai dari kepala sedikit menutupinya.

Pengantin Keluarga ArisugawaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang