BAB 8.1. Membuka Hati yang Terbelenggu (M)

189 16 0
                                    

M : Mature Content atau Konten Dewasa


Jari Homare yang basah menelusuri bagian sensitif Akira.

"Merah, ya..."

"Jangan bilang begitu... Aahh..."

Setelah Homare puas melecehkan lubang anus Akira dengan kejantanannya dengan cara hanya memasukkan sebagian saja penisnya tersebut, lalu diapun mulai memasukkan seluruh penisnya hingga kebagian terdalam lubang anus Akira. Hujaman demi hujaman yang demikian cepat mulai terasa oleh Akira.

Sembari terayun-ayun di atas tempat tidur, Akira terengah-engah keenakan.

"Ah... Ah... Aaahn..."

"Lepaskan semua. Tidak usah pikirkan apa-apa. Dengan begitu kamu akan merasa lebih enak."

Malam ini Akira sadar bahwa dia kembali dilecehkan, diperlakukan secara tak manusiawi. Tiba-tiba saja hentakan tajam dari penis Homare terasa semakin brutal. Seakan-akan nafsu liar Homare menyerang bagian dalam tubuh Akira.

"Oooohhhhhh...!"

Homare memeluk Akira erat. Terbawa gairah kenikmatan, Akirapun akhirnya mencapai klimaks. Saking nikmatnya pikirannya sempat kosong sesaat, hingga tanpa sadar ia menggengggam erat-erat pakaiannya sendiri.

Berpadu dalam nafas yang terengah-engah, keduanya tidak berbicara sepatah katapun. Hanya tubuh mereka yang menyatu dalam diam. Homare melingkarkan tangannya ke punggung Akira, memeluknya dengan erat. Tubuh Homare mengeluarkan panas karena birahi yang tinggi. Entah kenapa, Akira merasa nyaman dengan kehangatan tubuh Homare. Tanpa sadar ia menutup mata, pasrah dengan kenyamanan tersebut. Pikirannya masih kacau oleh kenikmatan hubungan seksual yang barusan terjadi. Dia terdiam tanpa bisa mencerna apa-apa.

Ternyata orang sejahat ini pun tubuhnya terasa hangat. Mungkin, mungkin saja, jauh di dalam lubuk hatinya masih ada setitik kehangatan, kata Akira dalam hati.

Akira melihat secercah harapan.

Dalam genggamannya, kelereng kaca perlahan terasa hangat karena suhu tubuhnya. Meskipun kelereng tersebut menjadi dingin, ia takkan melepaskannya. Akira jadi teringat musim dingin yang berkepanjangan namun indah di kampung halamannya.

.

.

.

.

.

Di balik pintu geser kamar dimana Akira tidur, terdapat beranda dan pintu kaca. Tanpa memerlukan alarm atau cara lain yang kampungan, pelayan akan datang membangunkan mereka di pagi hari. Kini Akira terbiasa dengan hal itu.

Homare masih tertidur memunggungi beranda. Ia nampak sangat lelap. Meskipun tiap malam pelayan selalu menyiapkan tempat tidur untuk pasangan pengantin ini, namun area yang sering dipakai hanya yang di dekat jendela saja.

Homare, yang sehari-hari merupakan orang berpengaruh dalam perusahaannya, ternyata waktu tidur terlihat sangat polos, sesuai dengan usianya yang masih muda. Ia terlihat sangat nyenyak, bahkan tidak menyadari sinar mentari pagi jatuh di ujung bulu matanya.

Setelah berhubungan seks, Homare mempunyai kebiasaan memeluk Akira dalam keadaan telanjang. Dengan mendekatkan kedua dada mereka yang telanjang, ia bisa merasakan detak jantung Akira. Barulah ia merasa tenang.

Meskipun Akira tidak menyukai Homare, bersentuhan kulit dengannya di pagi hari yang cerah ini membuatnya merasa nyaman. Rasanya ingin terus seperti ini.

Tapi, jadi pihak yang pasif itu sangat melelahkan. Bagi Akira yang selalu berperan sebagai wanita (uke kalau istilahnya dalam hubungan sesama laki-laki) setiap kali mereka berhubungan intim, bangun pagi terasa sangat berat.

Pengantin Keluarga ArisugawaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang