GADIS ITU BERNAMA HANA

582 20 1
                                    

Setengah jam kemudian, Isha sampai di SPBU milik suaminya.

Dari jauh, ia melihat mobil Ferdy di parkiran khusus. Isha mengendarai dan memarkirkan mobil mereka berdampingan. Sebelum turun, ia berkaca sekali lagi, memastikan penampilannya membuat Ferdy senang. Disemprotkannya parfum di beberapa titik tubuh, sedikit saja, cukup untuk Ferdy mencium wanginya.

SPBU mereka berlokasi di sebuah jalan raya, menempati sebuah bangunan besar berlantai dua. Dari tempat inilah Ferdy mengelola jaringan bisnisnya. Selain SPBU ini, ia memiliki satu unit SPBU lain yang juga terletak di kota Jakarta, juga bisnis serupa di kota Bandung.

"Selamat siang, Bu." Liza, sekretaris Ferdy, menyambut Isha penuh hormat dengan bibir berhiaskan senyum.

"Siang, Liza. Bapak ada?" sahut Isha ramah. Ia sudah sangat mengenal gadis berhidung mancung itu dan mereka cukup sering bertemu.

"Ada, Bu. Mari, saya antar." Liza bangkit.

"Tidak usah, saya sendiri saja. Makasih ya," ucap Isha ringan

Tepat saat itu, pintu ruangan Ferdy terbuka dan pria itu muncul, menyambut Isha dengan hangat. Ia menggamit lengan Isha, membawa ke dalam ruangan.

Ketika pintu ditutup,  Ferdy mencium kening wanita itu begitu saja. Lengan Isha melingkari pinggang suaminya, menatap  mesra pria itu.

"Aku senang kamu datang," kata Ferdy, tanpa melepaskan diri.

"Mas seperti baru nikah aja, romantis terus," senyum Isha.

"Jangan salahin aku, kamu yang terlalu cantik." Ferdy membawa Isha ke sofa. "Gimana perjalanannya, kena macet gak?"

"Gak kok, lancar aja."

"Kamu ngapain repot-repot ngantarin, kan bisa tungguin Mas pulang."

Isha mengangkat bahu.

"Masih kurang, yang di hotel di Singapura kemarin?" Ferdy mengedipkan mata.

Melihat Isha tergelak dan buang muka, Ferdy bertambah semangat menggodanya. "Mau coba di sini?"

"Apaan sih, nakal banget."

“Siapa coba yang kuat, di ruangan sedingin ini, berduaan dengan perempuan yang walau anaknya udah tiga, tetap cantik dan seksi.” Ferdy menunjukkan rupa mendamba.

“Seksi apaan, ketutup semua kayak gini.” Isha menepuk lengan Ferdy, disambut gelak tawa pria itu.

“Ketutup itu justru bikin tambah penasaran.”

Isha hanya geleng-geleng kepala, tertawa renyah melihat ekspresi suaminya. Semua orang yang mengenal Ferdy akan berpendapat bahwa pria ini memiliki karakter yang kalem dan tidak banyak omong. Namun, hanya Isha yang tahu yang sebenarnya.

Isha mengeluarkan ponsel dari dalam tas dan menyerahkannya ke tangan Ferdy. Pria itu menerima dengan sikap acuh tak acuh, melihatnya sekilas dan meletakkannya begitu saja.

"Ponsel siapa sih, Mas?" tanya Isha.

"Ada pelanggan yang ketinggalan. Tak sengaja terbawa pulang, malah ikut sampai Singapura."

Isha mengangguk-angguk.

"Well, masak apa hari ini?" Ferdy mengusap punggung tangan Isha. "Sumpah, meski jauh ke Singapura, tidak ada yang menandingi masakanmu."

"Mas berlebihan," Isha tersenyum senang.

"Berlebihan, tapi dikit. Beneran, masakanmu enak. Sehat, gak pake micin.”

“Ya dong, Mama ngelarang banget aku masak pake micin. Banyakin bawang merah dan kasih gula dikit, enak juga, gak kalah ama micin.”

Suami istri itu terus mengobrol, membicarakan topik yang sebenarnya ringan. Bagi dua orang yang saling mencinta seperti mereka, kebersamaan adalah hal bermakna. Bicara apa saja selalu terasa luar biasa, hingga terkadang tidak menyadari bahwa menit demi menit berlalu dengan cepat.

DILEMA DUA ISTRI (Versi Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang