PERJANJIAN PRANIKAH

412 12 0
                                    

Ferdy tidak berniat lagi ke Pinkies Cafe atau kafe-kafe serupa lainnya. Pengalaman dengan Hana sudah cukup menjadi pelajaran. Namun Rudy terus menerus mencecar dan mengajaknya kembali ke tempat itu.

"Ayolah, Fer, demi bisnis kita, Fer, bisnis! Kau kaku sekali, sih. Kalau kau nggak mau alkohol, ada soft drink."

"Mau bicara bisnis, datang saja ke kantor."

"Kau 'kan tau siang aku sibuk. Kau sih enak, punya banyak karyawan, nah aku? Semua kuhandel sendiri. Lagi pula aku ingin mendengar suara Bella, vokalis barunya Om Jack. Suaranya merdu, menenangkanku saat stres begini."

"Tidak seorang pun, tidak seorang pun yang menamakan dirinya manusia akan menyebut suara seperti itu merdu. Kau benar-benar tidak punya kuping, ya?" Tak urung Ferdy tersenyum.

"Ayolah. Kau mau uang tidak?"

Sebagai orang yang menghabiskan masa kecilnya di lorong lorong gelap kota Jakarta, mengais ngais makanan sisa untuk mengisi perut kecilnya, berkelit dan berlari dari kejaran pemilik warung demi sepotong roti yang dicurinya, Ferdy selalu tertarik pada uang, terlebih yang memang menjadi haknya.

Malam itu, ia kembali ke Pinkies Cafe. Di sana ia mengedarkan pandang mencari keberadaan Rudy.

Di salah satu pojok, pria itu sedang bicara dengan Hana. Saat melihat Ferdy, Rudy melambai, mengajak mendekat. Ferdy bergeming dan memilih meja kosong yang berada tak jauh darinya.

Akhirnya Rudy meninggalkan Hana dan datang ke meja Ferdy. Sementara Hana hanya mengangguk sambil melemparkan seulas senyum kaku, lalu berlalu begitu saja.

"Kasihan juga tuh cewek. Bibirnya sampai bonyok." Rudy menghempas diri pada kursi kosong di sebelah Ferdy.

"Ada apa memangnya?"

"Ditonjok Tante Mira, istri Om Jack. Ada pria setengah mabuk, pengunjung tetap cafe ini, yang memaksa naik ke atas. Hana-nya nolak. Tidak tau pria itu mengadu apa hingga Tante Mira begitu marah."

Ferdy memijit-mijit kening. Samar-samar ia teringat ketika Hana memboyongnya ke dalam kamar. Saat hasrat nyaris tak tertahankan, ia sedikit memaksa gadis itu, yang dalam pandangannya terlihat seperti Isha. Penolakan kecil Hana membuatnya jengkel. Dalam pikirannya, tidak seharusnya istri menolak suami.

..

Berselang tiga hari kemudian, sebuah nomor tak dikenal muncul di layar ponsel. Ferdy mengangkat pada deringan ketiga, segera suara asing terdengar dari seberang.

"Saya Lita, Mas, temannya Hana."

Ferdy masih ingat Lita. Gadis itu yang menemani Rudy pada malam itu dan masuk kamar bersamanya. Ada apa gadis ini menelepon?

"Hana sedang di rumah sakit, kecelakaan jatuh dari tangga. Kalau bisa, Mas tolong ke sini. Kasihan banget Hana."

Ferdy menimbang-nimbang sejenak sebelum akhirnya memutuskan menjenguk.

Ketika memasuki kamar Hana di rumah sakit itu, ia menghampiri tempat tidurnya, menatapnya dan seketika merasa ngeri.

Keadaan Hana sangat parah. Ia mengalami patah tulang lengan, gegar otak ringan, wajahnya bengkak parah, ditambah luka cakar di beberapa bagian tubuh.

"Bagaimana ini bisa terjadi?" Suara Ferdy bergetar karena murka. Bagaimanapun, Hana manusia.

Lita menjelaskan. "Hana dikeroyok oleh tiga orang perempuan. Salah satu dari mereka cemburu pada Hana, karena mendengar kabar suaminya ada main dengan perempuan kafe. Dia pikir itu Hana, karena memang suaminya tergila-gila pada Hana dan menyimpan foto Hana di ponselnya."

"Apa tindakan Tante Mira?"

"Entahlah. Kabarnya, Hana akan dijual ke bos lain. Hana bandel sih, selalu menolak tamu. Mana ada tamu yang datang cuma untuk ngobrol."

Pupil mata Ferdy berubah menjadi gelap. Ia menoleh kembali pada sosok yang terbaring lemah di ranjang itu. Mata yang bengkak membiru itu terpejam. Napasnya teratur, dadanya bergerak naik dan turun.
Tanpa pikir panjang, Ferdy membuat sebuah keputusan.

..

Ferdy sedang duduk di sebuah ruangan di lantai atas Cafe Pinkies. Mira, istri Om Jack, duduk di depannya. Dua orang tukang pukul berdiri tak jauh dari wanita itu.

"Aku datang untuk berbisnis denganmu," kata Ferdy.

"Bisnis macam apa?" Mira menjentik rokok dengan jari.

"Berapa kau membeli Hana dari tantenya?"

"Oh, jadi ini soal anak nakal itu?" Mira tersenyum mengejek. "Kau tertarik padanya, heh? Servisnya memuaskan?"

"Bukan urusanmu. Sebutkan saja angkanya."

"Sejujurnya, aku sayang melepasnya. Sebagaimana yang kau lihat, dia lumayan. Tapi anak itu selalu membuatku geram. Jadi kalau kau mau, kau bisa memberiku dua puluh lima juta."

"Aku memberimu kontan. Tapi lepaskan dia, jangan mendekatinya lagi. "

"Baiklah, kau bisa membawanya." Mira menyunggingkan senyum puas. "Menyenangkan sekali bekerjasama denganmu. Lain kali, kalau ada barang baru, akan aku kabari. Bagaimana?"

Ferdy melengos.

Sekeluarnya Hana dari rumah sakit, Ferdy membawanya ke sebuah kompleks perumahan. Hana melihat berkeliling, lalu menoleh pada Ferdy dengan pandangan bertanya-tanya.

"Ini bukan Cafe Pinkies," katanya.

"Memang bukan. Kau tidak perlu kembali ke sana lagi."

"Mereka pasti mencariku."

"Tidak akan. Mira sudah berjanji, jadi kau tenang saja. Dengar, aku membawamu ke sini untuk menawarkan pernikahan."

"Menikah?" Hana terbengong-bengong, bibirnya sampai setengah terbuka.

"Aku akan bertanggung jawab atas kejadian malam itu. Tapi jangan berharap pernikahan resmi, karena aku sudah beristri. Apalagi sampai berani muncul dan mengganggu ketentraman rumah tanggaku. Selama itu tidak dilanggar, selamanya aku akan melindungi dan memberimu naungan. Kalau kau sampai melanggar, hubungan kita berakhir."

Hana terdiam. Dia memandang Ferdy sesaat dan tatap mereka bertemu. Tidak ada kata terucap.

"Bagaimana?"

Gadis itu tampak ragu-ragu.

"Kau bisa menolak dan pergi ke mana pun kau suka. Aku akan memberimu uang. Kau ...."

"Aku mau."

Ferdy terdiam.

Hana mengangguk cepat. "Ya, aku mau menikah denganmu."

"Kau setuju dengan syarat-syaratnya?"

Hana mengangguk sekali lagi.

Kesepakatan dibuat dan disetujui. Sejak itu, dimulailah pernikahan diam-diam antara Ferdy dan Hana.

..

DILEMA DUA ISTRI (Versi Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang