Selain Mbak Susi, ada satu mahluk lagi yang bisa di toleransi oleh Bliss di rumah untuk sementara waktu ini.
Peppermint. Kucing persia kesayangan Ivy yang membenci semua manusia yang ada di sekitarnya. Menurut Bliss sih ia dan Peppermint punya kesamaan, jadi seharusnya mereka bisa akur, bukan?
Salah. Bahkan empat tahun yang lalu (sebelum Bliss kabur) saat Peppermint pertama kali dibawa ke rumah oleh Ivy, kucing cantik tersebut sudah mendesis ke muka Bliss.
Yah, tampaknya hari ini ada yang berbeda.
Bliss bisa merasakan lidah kecil yang menjilati pipi kirinya dengan lembut.
Lantas Bliss terbangun. Senyumnya terangkat.
"Aku mirip Kak Ipy ya, Pepi?"
Baru Bliss berucap seperti itu, sikap manis Peppermint hilang.
"MREEOW! HISSS!"
"Pep--"
Ngambek, mahluk berbulu itu menyelonong pergi, turun dari kasur, lalu memanjat lemari.
Yasudahlah. Kucing almarhumah kakaknya yang satu itu sepertinya emang benci semua orang.
Bliss mengucek-ucek matanya sesekali. Pingangganya ia raba. Seluruh badannya sakit-sakitan karena tertidur di lantai semalaman.
Motivasi Bliss hilang. Tak ada niatan untuk mandi, cuci muka, atau makan di hatinya.
Walaupun kepergian Ivy merupakan luka bagi keluarga, Bliss merasa bahwa semua rasa sakit yang ia punya saat ini adalah beban yang harus ia pikul sendiri.
Seharian kemarin Bliss mengurung dirinya di kamar kakaknya ini. Yang Bliss lakukan hanya meringkuk di atas karpet, menangis. Kasur Ivy yang mesih rapi bahkan tak ia sentuh.
No one knows Bliss like Ivy do. Jadi kalau Bliss kehilangan Ivy, sakitnya Bliss terasa seperti sakitnya kehilangan satu-satunya anggota keluarga.
Mata Bliss melirik jam dinding. Waktu menunjukkan jam setengah dua sore.
Lantas Bliss membukakan pintu untuk Peppermint. Astaga, kenapa kucing itu enggak mengeong kelaparan?
"Pepi.. enggak lapar? Kamu kucing, bukan manusia. Jangan tahan-tahan laper. Enggak baik."
"Mreoow.." Peppermint menatap adik bungsu Ivy dengan sinis.
"Jangan judge aku. Napsu makan aku lagi enggak ada karena mesih kangen kakak kita, tau?"
"Mm."
"Atau jangan-jangan kamu juga depresi? Kita sedih sama-sama ya, Pepi ya?"
"Mreow."
Bliss tersenyum tipis. Rasanya ia ingin membanting dirinya ke lantai. "Gila ya gue ngobrol sama kucing."
Meja tata rias milik Ivy kini dihampiri oleh Bliss. Gadis itu duduk dengan manis.
Kata Ivy dulu.. jika suatu saat perempuan itu kerja dan keluar dari rumah, meja riasnya akan ia beri ke Bliss. Nampaknya hal itu tak pernah kesampaian.
Iseng, Bliss juga menyalakan record player yang ada di meja. Irama lagu Fine Line oleh Harry Styles terdengar jelas.
"Put a price on emotion
I'm looking for something to buy.."Kini Bliss berkaca. Walaupun dadanya kembali perih karena ia teringat Ivy, Bliss mesih berusaha tersenyum.
Mukanya ia usap dengan kapas yang sudah celupkan ke air mawar hingga wajahnya bersih dari minyak dan make-up. Parfum yang tertera di atas meja ia semprot pula ke leher. Aroma khas Ivy tercium.
Sayangnya pertahanan Bliss buyar. Tangisannya pecah.
Lagi-lagi ia bersedih sampai kepalanya menempel di atas meja.
Yang ia tahu saat ia membuka mata jam sudah menunjukkan pukul jam 6 sore.
Saat matanya terbuka ada Peppermint. Berdiri di atas meja rias. Dan di bawah kakinya ada satu amplop surat.
"Pepi? Udah makan?"
"Mreeow." balas Pepi. Ia mundur beberapa langkah, menunjukkan surat itu ke Bliss.
"Amplop isi apa?"
"Mrow."
"Aku capek ah pura-pura ngerti kamu ngomong apa." Dengus Bliss.
Langsung saja amplop tersebut ia angkat dari meja.
Awalnya ia tidak berekspektasi apa-apa. Namun ketika Bliss melihat nama pengirim, jantungnya seketika jatuh ke tanah.
"Hah! Ngeprank ya!" Bliss menuduh Peppermint yang tidak salah apa-apa.
Cuek, Peppermint melengos pergi, turun dari meja rias.
Mata Bliss membulat, dan tangannya sedikit bergemetar. Ia tak percaya bahwa dirinya mendapat surat wasiat.
Seakan-akan tahu akan anak majikannya yang shock, Mbak Susi muncul. Ia berdiri di depan pintu.
"Mbak, Ibu, Bapak, dapat surat dari Non Ipy, Non. Gatau kenapa tadi pagi ada di depan pintu. Tinggal kamu yang belum baca."
"Hah.." mulut Bliss menganga.
"Sakit sekali saat Mbak baca. Dapat tiga kertas, ditulis tangan sama Ivy semua. Kalau Non Bliss belum kuat baca, baca besok-besok juga gapapa."
Dengan penuh tekad Bliss menggeleng. Tanpa berpikir dua kali amplop surat itu ia buka.
Bliss berekspektasi akan lembaran-lembaran kertas penuh tulisan tak terbaca ala kakak kandungnya itu.
Namun tidak. Ia justru mendapat selembar kertas HVS yang dipotong setengah. Ada satu kalimat tertulis di tengahnya.
Dari Ivanna
Untuk Bliss tersayangJangan lupa kasih makan Peppermint.
Untuk beberapa saat Bliss tertegun.
"Hah?"
☁️
KAMU SEDANG MEMBACA
Bliss & Amber (DISCONTINUED)
FantasyBliss pernah bilang kalau puing-puingnya tersusun utuh kembali mungkin ia bisa belajar mencintai. Amberpun setuju. Jadi tugasnya kini hanya menunggu. Entah menunggu untuk menyayangi sebagai mahluk sia-sia, Atau sebagai malaikat penjaganya. ♡ ⚠️ WARN...