Dorayaki dan Hujan

856 152 97
                                    

"Masih satu juga garisnya," Gerutu (name) mengistirahatkan dagu di meja. Sedari tadi ia memandangi si alat sensitif di tangannya. Sudah tiga kali ia cek hari ini. Kenapa satu terus garisnya? Ah! Dasar tidak sensitif! Peka dong! Kasih garis dua!

"Kamu mau makan dorayaki, Yang?" Shin menawari (name) makanan yang akhir-akhir ini (name) sukai.

(Name) mendelik Shin. Sebal. Emangnya dorayaki bisa ningkatin moodnya? Emangnya Shin pikir urusan ini sesederhana itu? Huh!

"Perempatan dekat SMP Inarizaki." Cicit (name) lirih.

Shin tersenyum kecil. "ada toko dorayaki yang baru buka?" Tebaknya.

Mengangguk, "Tapi ngantrinya panjang."

Shin tersenyum. Mencubit gemas bibir (name) yang dibuat maju. Mengambil jaket. "Aku beli dulu" Pamit. Mencari toko dorayaki baru yang istrinya maksudkan.

Berjalan cepat nyaris berlari ketika gerimis mulai turun. Tahu benar (name) pasti ketakutan jika hujannya tambah besar dan sendirian malam-malam. Tapi Shin tidak terkejut dengan hujan itu. Ia bahkan sudah menyiapkan payung. Shin juga tidak terkejut dengan antrian dorayaki yang cukup pendek. Malam-malam begini pasti sudah sepi pengunjung.

Yang mengejutkan malam itu adalah perjalanan pulang. Tiba-tiba saja dari belakang ada seorang bersepeda. Menabrak. Menggeleng bungkusan plastik dorayaki. Meski dorayaki itu masih bersih karena terbungkus rapat tiga lapis, tapi kini bentuknya tidak karuan. Tergeleng. Gepeng. Isiannya luber-luber.

Seolah kejadian itu kurang mengejutkan, mata Shin kini membelalak karena pemandangan di depan rumah. Melihatnya saja sudah membuat jantung Shin berdegup tidak beraturan.

"(NAME)! Kenapa hujan-hujanan malem-malem gini?!"

Apa saking takutnya ada di rumah sendirian? Tapi kenapa hujan-hujanan? Nanti istrinya bisa sakit.

Atau jangan-jangan belum juga mendapat buah hati mengacaukan perasaannya?

Benar.

Ternyata selama ini Shin salah kira. Ternyata (name) lebih terbebani dari yang ia duga. Perasaan wanita memang sangat kuat. Hingga kadang meletup-letup sembarang waktu dan tempat.

Memang benar ternyata, sedekat apapun kita dengan seseorang, yang benar-benar mengerti sepenuhnya hanyalah Tuhan.

"Soalnya hujannya malem, Yang," Jawab (name) singkat. Kalau hujannya siang, pasti dia hujan-hujanan pas siang.

Alis Shin berkerut. Tidak mengerti. Segera saja ia memayungi (name). Menarik tubuhnya, mengajak ke dalam rumah. Tapi (name) menolak.

"Biarkan aku sebentar lagi. Aku ingin hujan-hujanan!"

Shinsuke cukup kesal dengan kegigihan istrinya. Belum lagi dia juga masih kesal dengan kejadian dorayaki yang tergeleng tadi.

Rasa kesal yang berlipat-lipat, membuatnya tanpa sadar meninggikan suara. Tapi bukannya terdiam, (name) malah ikut-ikutan.

"Sayang! kau kan petani! Harusnya kau yang paling mengerti kenapa aku begini!" Bukannya Nenek Yumie bilang hujan itu berkah? Apalagi untuk petani. Tuhan menurunkannya. Membasahi tanah. Menumbuhkan sayur dan buah.

"Ladang yang kerontang. Negeri yang mati. Semuanya hidup kembali ketika Tuhan menurunkan makhlukNya bernama hujan!" (Name) berseru dengan suara yang serak. Tercekat.

Senyap sesaat. Hanya gemericik hujan terdengar, meningkahi napasnya yang tak beraturan.

Shinsuke terdiam. Ini kali pertama dia melihat istrinya dengan luapan emosi seperti ini. Terlihat rapuh, namun tetap mencoba kokoh berdiri.

Hari Yang Semuanya Baru [Kita Shinsuke X Reader] [Sequel Kita's Exception] [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang