P R O L O G U E

543 44 1
                                    

Sore itu, setelah pulang sekolah, aku terlambat...

Terlambat 15 menit untuk pulang ke rumah ...

Hujan sore ini turun dengan tiba-tiba, mengguyur kota Konoha dengan derasnya.

Bersyukur aku bisa pulang tanpa tubuh yang basah, aku berterima kasih kepada anak itu, ya ... walau ia menjengkelkan.

Aku lihat mobil hitam milik orangtua ku yang terparkir rapih di depan rumah, dapat kusimpulkan ternyata mereka pulang hari ini.

Segera ku lepaskan sepatu ku, lalu masuk ke dalam kamar, berniat untuk mengganti seragam.

Setelah selesai, aku beranjak menghampiri Bibi pembantu di dapur, karena cacing-cacing diperutku sudah meminta makan.

Namun sebuah tangan menahan ku, aku menoleh, ternyata itu Papah dan Mama, sial, ini akan menjadi masalah bagiku.

"Sarada, dari mana saja kau?!" tanya Papah dengan raut wajah menahan amarah.

Badanku gemetar, nafasku memburu, detak jantungku bekerja lebih cepat, sial! aku harusnya waspada!

"A-aku ... h-ha—"

Dengan tiba-tiba Mamah yang berada di belakang Papah menyambar telingaku, ia menjewer telingaku dengan sangat kencang.

Aku terkejut sambil menahan rasa perih yang berada di telingaku, air mata kini turun begitu saja dari pelupuk mataku.

"Ikut Mama!" katanya dengan tegas tanpa melepaskan tangannya yang masih menjewer telingaku dengan kencang.

Ia membawaku sampai di sebuah ruangan, ruangan yang disediakan khusus untukku belajar.

Sampai di dalam ruangan, ia menghempaskan tubuhku dengan kasar.

Aku meringis, sambil mengelus-elus telingaku yang sudah merah karena jewerannya.

"Kamu udah tahu peraturannya sejak lama 'kan?!!" ucapnya dengan nada tinggi sambil melotot, membuatku takut dan hanya menundukkan wajah.

"Tidak boleh pulang telat, apalagi telat mu sampai 15 menit lebih!!!"

"Dasar anak goblok!"

"Belajar tuh!"

Ia pun pergi, tak lupa menutup pintu ruangan ini dengan cara menguncinya, dasar emak-emak kaleng rombeng!

Pada akhirnya aku dikurung lagi di dalam ruangan ini, ruangan tempatku belajar, sekaligus tempat 'penyiksaan' bagi diriku.

Aku sama sekali enggak paham, sejak awal aku selalu dituntut untuk menjadi anak yang sempurna.

Selalu mendapat prestasi, mendapat nilai yang bagus, selalu tepat waktu, selalu bisa dalam melakukan segala hal.

Tapi coba pikirkan ...

Mana ada anak yang sempurna?

Mana ada anak yang tidak pernah salah?

Mana ada anak yang bisa dalam segala hal?

Masing-masing sudah mempunyai porsi, masing-masing sudah mempunyai bakatnya sendiri.

Lagi dan lagi, aku menangis dalam ruangan yang minim pencahayaan dan hanya terdapat buku-buku di dalamnya.

Aku ingin bebas...

Aku ingin bebas tanpa semua paksaan, rumahku nampak seperti penjara, rumahku nampak seperti neraka, aku hanya ingin bebas!

Ini lah kisahku, kisah seorang gadis yang mencari kebahagiaan...




—Start—
—Play feelings—

Play FeelingsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang