6. The other side

169 32 1
                                    


Boruto kini memarkirkan motornya di sebuah minimarket, ia tidak berniat untuk membeli sesuatu di minimarket, ia hanya memarkirkan motornya di sana agar aman.

Setelah parkir Boruto menyebrang, berjalan keluar dari gemerlapan lalu lintas dan padatnya orang-orang.

Hingga sampai lah ia pada ruko-ruko yang sepi dan gelap, ruko itu sudah ditutup, sepertinya tidak akan ada yang mau menyewa lagi.

Boruto duduk di lantai halaman ruko tersebut, sambil sesekali ia melihat ke atas langit yang sekarang sama sekali tidak ada bintang, mungkin saat ini langit sedang menggambarkan perasaannya.

Ia mulai mengingat segelintir kejadian tadi, saat di mana ayahnya pulang dan bagaimana responnya.

"Hei Boruto! kamu mau kemana?!"

Boruto tak menjawab, ia lantas menyelonong pergi keluar pintu utama tanpa berucap sepatah kata pun.

Hingga Naruto menahan pergelangan tangannya.

"Mau kemana kamu Boruto?! ikut makan lah dengan ayah, ada yang mau aku bicarakan!"

Boruto menepis dengan kasar tangan Naruto.

"Apa yang mau dibicarakan? pasti enggak penting, udahlah jangan menganggu ku,"

Naruto masih menahan Boruto, "enggak sopan begitu sama ayah kamu, ayo ikut makan malam,"

Sekali lagi Boruto menepis tangan Naruto dengan kasar.

"Apaan? Ayah? orang yang udah nelantarin keluarganya dibilang ayah? JANGAN BERCANDA!!"

"BAHKAN SAAT IBU MENINGGAL AJA LO ENGGAK DATENG!! APAAN YANG DISEBUT AYAH?!! HAH?!! KASIH TAU KE GUE!!"

Semua pelayan yang ada di dalam bahkan di luar ruangan ataupun area rumah besar itu mendengar suara keras Boruto.

"Bukan gitu maksud Ayah ... Nak, kamu salah paham,"

Boruto menendang sampah botol plastik yang ada di jalanan, mengingat kejadian tadi membuat mood Boruto turun.

Setelah duduk di ruko-ruko ia memutuskan untuk kembali pergi, entah kemana asalkan tidak kembali pulang ke rumah.

Boruto yang sedang berjalan dikejutkan dengan suara seorang gadis, dengan spontan Boruto segera bersembunyi dibalik tembok ruko-ruko.

Dari jarak yang tidak terlalu jauh ia melihat Sarada, tidak salah lagi, gadis itu merupakan gadis yang sering ia usili, mengapa dia di sini?

"Meng, ini buat kamu," Sarada memberi sosis kepada kucing di hadapannya.

Sarada kemudian berjongkok lalu mengelus-ngelus kucing tersebut, tanpa disadari air mata mengalir dari pelupuk wajahnya.

"Meng ... aku enggak ngerti, kenapa Papah sama Mamah selalu marahin aku? selalu mukul aku? padahal 'kan aku enggak salah apa-apa ..."

Gadis raven itu tengah curhat kepada kucing, walaupun ia tahu tak ada gunanya, tapi tak ada cara lain untuk mengungkapkan isi hatinya.

"Aku selalu dipukul ... dikunci di ruangan gelap, aku takut meng ... hiks ... "

"Kalau nilai aku turun, aku terlambat pulang, atau aku ngelakuin hal di luar peraturan, pasti aku langsung dipukul ... aku cuma pengin bebas ... "

"Apa salahnya aku jalan-jalan sama Kagura? apa salahnya aku bersenang-senang?"

"Papah sama Mamah sama sekali enggak pernah ngasih perhatian ataupun kasih sayang  dari dulu, dari aku kecil. Yang aku dapet cuma pukulan meng ... hiks,"

Play FeelingsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang