HI! :)
Correct me if i'm wrong.
Happy Reading! :)
Pukul sepuluh malam Axel duduk termengu di balkon kamar miliknya, kejadian tiga tahun belakang membuatnya merasa jadi orang yang sangat tidak berguna. Axel benci melihat Ticia terlihat lemah tetapi ia lebih benci melihat Ticia berpura-pura baik-baik saja dibalik kejadian yang terus menimpanya. Ayahnya pergi sedari ia kecil, ibunya menikahi laki-laki yang sangat gila harta, lalu kehilangan sahabat yang bahkan lebih tau tentang dirinya melebihi Ticia sendiri. Semua tentang Ticia selalu membuatnya resah.
Pintu kamar Axel terbuka menampakan Ayahnya yang membawa dua kaleng minuman bersoda lalu mengulurkannya pada Axel.
"Bagaimana dengan hari ini? Sekolah baik?" Tanyanya ketika duduk di samping Axel.
Axel mengedikan bahu, "Ya, seperti biasa tidak ada yang menarik kecuali menyangkut Ticia."
"Ah ya Ticia, bagaimana dengannya? She oke?"
Axel membuka kaleng soda yang ayahnya bawa lalu menjawab, "Maybe."
Ayah Axel tesenyum tipis, "Apa terjadi sesuatu padanya hari ini? Kau terlihat sedang memikirkan sesuatu. Jika ada kau bisa cerita pada ayah."
Axel terdiam cukup lama menatap lampu taman rumahnya sampai akhirnya ia bersuara, "Ayah rasanya aku ingin cepat dewasa, mungkin saat aku dewasa aku bisa sedikit membantu Ticia menjauhkannya dari mereka yang senang melukainya. Aku benci melihatnya kesusahan sementara aku hanya bisa diam di sampingnya." Axel menjeda ucapannya, "Hari ini ayah tiri Ticia datang. Aku benci orang itu, aku benci saat dia menampar Ticia, aku benci aku terlambat menahannya menyakiti Ticia."
"Tidak perlu menunggu dewasa untuk kau bisa membantunya nak, dengan kau yang bahkan setiap hari ada disisinya itu membantunya meringankan bebannya, menghiburnya, menjadi sandarannya, mendengarkan keluh kesahnya. Dan karena ayah tau sedikit sifat Ticia, kau cukup ada untuknya tanpa perlu melakukan sesuatu yang tidak disukai Ticia, Ticia keras kepala dan tidak mau di atur, ayah tau itu." Tangannya menepuk dua kali pundak Axel, "Tapi untuk kekerasan fisik yang Ticia terima, ayah rasa ayah perlu turun tangan."
Ayah Axel bangkit dari duduknya, "Besok sekolah libur, suruh Ticia main kemari ayah akan menanyakannya apa boleh ayah ikut mencampuri masalahnya."
Axel mendongakan kepalanya menatap ayahnya, "Ya besok akan kuajak dia main, sebelumnya makasih yah."
"Terimakasih apa? Ticiakan anak ayah juga sudah sepatutnya begitu bukan." Jawaban ayahnya membuat Axel tersenyum mendengarnya, ah ya setidaknya Ticia mempunyai keluarga disini.
Setelah menghabiskan kaleng soda yang ayahnya berikan Axel masuk kedalam kamar, ia mengambil handphone di nakas tempat tidurnya lalu menelfon Ticia.
Sambungan telefon diangkat membuat Axel mengerutkan dahi.
"Lo belum tidur?" Pasalnya jika Ticia akan tidur pasti ia akan mengubah dering telefonnya menjadi mode diam.
"Belum." Jawab Ticia disebrang.
Axel membuang nafas, "Yaudah, sekarang tidur. Gue cuma mau mastiin lo udah tidur apa belum sama mau bilang besok gue jemput, tadi ayah nyuruh lo main kerumah."
"Iya."
"Good night."
"Night."
^^
Pukul delapan pagi Ticia selesai mandi, ia sedang mengeringkan rambutnya sembari berermin. Dering ponsel miliknya mengalihkan fokusnya, nama Deon terpampang pada layar handphonenya.

KAMU SEDANG MEMBACA
AXELICIA
ChickLitTicia. Dulu dia periang, sekarang semuanya segan. Dulu dia manis, sekarang ia arogan. Dulu dia penakut, sekrang semuanya takut. Its all about pain,about family, about friend, and about love. #Friendzone #Family #Geng #Love #Romace #Teenficion