Anak Sulung Kami

905 61 7
                                    

"Ndak Papa. Jika dilihat dari kinerja otaknya, sepertinya ada kilasan-kilasan balik yang dia coba untuk ingat."

Mengingat perkataan dokter tadi, Jeonghan, Jihoon, Seokmin dan Hansol duduk kursi memperhatikan Mingyu yang di atas ranjang dan Wonwoo yang di atas sofabed.

Tanpa berbicara, mereka masing-masing kuatir terhadap hal yang sama.

Kembalinya seorang Jeon Wonwoo.

Terkhusus Jihoon yang punya dendam pribadi pada Jeon Wonwoo yang dulu. Ia bahkan sudah memikirkan untuk bertarung sampai mati jika nantinya Wonwoo kembali menyakiti Mingyu.

...

Ketika Wonwoo membuka matanya, ia merasakan sakit pada kepalanya yang membuatnya pusing.

Ia berusaha menenangkan dirinya ketika sedikit-sedikit ingatannya muncul. Wonwoo memfokuskan dirinya menatap Mingyu yang sedang terbaring lemah.

Jihoon yang sedari tadi berdiri di dekat jendela pun akhirnya menghampiri Wonwoo dan memberinya minuman.

"Ini, Bos. Kata dokter, ini untuk meredakan rasa sakit di kepala Bos."
"Oh. Oke. Terima kasih."

Jihoon kembali berdiri di depan jendela untuk menatap langit di luar. Perasaan bersalah masih menghantuinya. Tapi Wonwoo baru saja sadar. Ia khawatir akan membuat Wonwoo teringat lagi atau Wonwoo akan sakit jika ia marah.

"Jihoon. Bagaimana kasusnya?"
"Zitao. Zitao yang memerintahnya. Aku terpaksa hampir membunuh pelakunya karena ia tidak mengaku juga pada awalnya."
"Zitao, ya... Hm..."

"Bos... Maaf... Aku yang membuat Mingyu terluka dan hampir kehilangan nyawanya."
"Jihoon. Tenang saja. Aku mengerti."
"Ini tidak semudah itu. Mingyu sudah kuanggap seperti adikku sendiri. Peristiwa itu... Aku bahkan tidak bisa memaafkan diriku sendiri."
"Hei. Percayalah padaku. Mingyu melakukannya karena ia juga sayang padamu. Memang dalam keadaan seperti itu, Mingyu sulit mempedulikan dirinya sendiri. Aku juga ga bisa melakukan apa-apa untuk itu, bukan?"

"Karena sekarang aku sudah tahu kasusnya gimana... Lebih baik kamu menjawab pertanyaanku."
"Apa itu?"

"Kamu tau keberadaan anak sulungku?"

Jihoon terdiam mendengarnya.

"Aku paham sebenarnya dulu kamu dan Mingyu memang ga bekerja sama untuk menyembunyikan keberadaan Mingyu. Tapi, kupikir kamu tau tentang sikapku ke Mingyu dan anak pertamaku. Aku ingin tahu namanya siapa... Dia dimana... Gimana kabarnya... Aku pengen dia kembali berkumpul dengan kami."

"Seenggaknya aku ingin membuatnya menjadi kejutan untuk Mingyu. Karena sudah pasti ia merindukan anak kami itu."

"Minwoo."
"A-apa."
"Nama anak sulung kalian... Namanya Minwoo."
"Jeon Minwoo?"
"Bukan. Dia ga make marganya. Mingyu bilang, biar dia tidak mudah dikenali, maka Mingyu harus menghapus marganya. Terakhir yang aku tahu, dia ada di sebuah panti asuhan."

"Gimana sikapku dulu ke Mingyu dan Minwoo?"
"Memuakkan. Menyebalkan."

"Sekasar-kasarnya orangtua, kalau dia sampai menyakiti mental dan fisik anaknya, itu namanya setan. Dan kamu... Kamu tahu ga kalau Minwoo pernah menjadi anak berkebutuhan khusus? Pastinya enggak, karena Mingyu mengurusnya sendirian. Tanpa ada bantuan. Terlebih kamu melarangnya untuk bertemu dengan orangtua Mingyu, dengan alasan Mingyu sedang kamu bawa ke luar negeri."

"Gak ngerti aku samamu dulu itu, Jeon. Kalau boleh jujur, aku punya dendam pribadi dengan Jeon Wonwoo yang dulu."

Wonwoo mengangguk. 

"Aku tahu. Aku inget waktu aku meninjumu. Aku paham sekarang waktu itu kamu melakukannya untuk melindungi Mingyu."

Jihoon berdiam diri karena emosinya mulai naik. Emosinya yang memuncak tidak akan menyelesaikan keadaan mereka.

"Jihoon."

Jihoon merespon panggilan Wonwoo dengan menghadapkan dirinya pada Wonwoo.

"Terima kasih."
"Apa?"
"Terima kasih."
"Maaf. Maaf. Aku minta maaf, Jeon. Tapi serius, untuk apa kamu berterimakasih padaku? Orang yang membuat Mingyu hampir kehilangan nyawanya?"
"Hei. Dasar bodoh. Sudah kubilang itu bukan salahmu. Lagipula, aku berterima kasih karena kamu menjaganya selama ini. Aku bener-bener berterimakasih padamu untuk itu, Lee Jihoon."

Jihoon menghembuskan nafasnya panjang. Entah mengapa manusia ini mempermainkan emosinya sejak tadi.

"Baiklah. Aku mengerti, Jeon."

...

Jihoon harus meninggalkan RS ketika Jeonghan memanggilnya untuk bersaksi atas dirinya terhadap tabrakan yang dialami Mingyu.

Meninggalkan Wonwoo seorang diri menemani Mingyu.

Wonwoo pada akhirnya mengikuti proses pengejaran dan penangkapan hanya dengan menunggu kabar dari orang-orang kepercayaannya.

Setelah cukup lama memandangi Mingyu dari kejauhan, Wonwoopun menarik kursi mendekat ke samping ranjang Mingyu

Ia berharap Mingyu akan segera sadar.

"Selamat Sore, Tuan Jeon."
"Oh. Selamat Sore, Dokter Chang."
"Saya akan melakukan pemeriksaan sebentar pada Mingyu."
"Silakan, Dok. Silakan."

Sementara dokter Chang beserta beberapa suster memeriksa keadaan Mingyu, Wonwoo memperhatikan setiap pergerakan sang dokter yang mencatat kondisi-kondisi khusus Mingyu.

"Gimana keadaannya, Dok?"
"Hm... Jika Tuan menanyakan kapan Mingyu akan selesai dari masa komanya, kami belum bisa memperkirakannya. Dari perangsangan yang kami lakukan tadi, Mingyu tidak terdeteksi memberi respon. Pernafasannya masih sama lambatnya ketika selesai operasi beberapa hari lalu."

"Sebelum dipindahkan ke bangsal khusus ini, ia sempat kejang. Syukurlah hingga hari ini tidak ada laporan lagi kalau Mingyu mengalami kejang."

"Dokter... Jika beberapa hari nanti, aku tidak menjaganya... Bagaimana?"
"Hanya mujizat yang bisa membuat MIngyu terbangun dari komanya secara singkat. Tuan Jeon bisa mengutus orang atau membiarkan kami yang menjaganya. Tuan tidak perlu kuatir."

"Bolehkah aku melihat anak kami?"
"Tentu saja. Suster akan mengawasi Mingyu untuk sementara waktu Tuan Jeon pergi. Tuan bisa ikut saya."

Wonwoo mengikuti kemana Shinhwa mengarah. Wonwoo terlalu fokus pada dirinya sendiri hingga lupa ia belum melihat keadaan anaknya.

Disisi lain, ia berencana akan mencari keberadaan sang anak pertama. Ia benar-benar merasa bersalah sekarang. Ketika ia mengingatnya, tak jarang Wonwoo mengutuki dirinya sendiri karena perbuatannya dulu yang ia rasa sangat bodoh.

"Kami sementara waktu menggunakan susu formula karena Mingyu saat ini masih belum bisa mengeluarkan asi. Tidak banyak yang dapat diharapkan, yang penting anak laki-laki ini sehat. Jika kondisinya bagus, kami akan mempersilakan Tuan untuk membawanya ke ruangan sang ibu. Membiarkan sang bayi menempel dengan ibunya untuk beberapa saat. Diperkirakan, besok sudah bisa dimulai."

"Tuan Jeon?"
"Ya?"
"Aku harap, Tuan bisa bersabar untuk Mingyu."
"Tentu."

Wonwoo tersenyum untuk itu. Karena ia memang yakin bahwa Mingyu akan segera kembali padanya. Ia percaya Mingyu saat ini beristirahat sebentar untuk menemuinya kembali nantinya.

"Dokter Chang? Bolehkah aku meminta tolong padamu?"
"Apa itu?"
"Membantuku menemukan anak sulung kami..."
"Tidak banyak yang bisa kulakukan untuk itu. Tapi, setidaknya ada beberapa hal yang saya tahu tentang itu."

Remember, Love || MEANIE (WONGYU) | IDN ver.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang