Bertemu dengan Minwoo

772 69 12
                                    

Minwoo melangkahkan kakinya masuk ke dalam SVTea.

Kedai minuman yang dekat dari kampusnya ini memang menjadi salah satu tempat nongkrong Minwoo, oleh karena itu, dengan mudah ia menemukan meja nomor 7.

Kedai minuman yang dekat dari kampusnya ini memang menjadi salah satu tempat nongkrong Minwoo, oleh karena itu, dengan mudah ia menemukan meja nomor 7

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Seorang bapak sedang menunggu di meja itu. Minwoo sedikit ragu dengan pertemuan ini. Terlebih karena Bu Kwon tidak memberikan informasi padanya terlebih dahulu siapa yang akan ia temui.

"Permisi, Pak..."
"Kamu yang namanya Minwoo?"

Minwoo melihat mata orang itu mulai berkaca-kaca. Tangannya bergerak seperti ingin memeluknya tapi tertahan. Bapak itu menormalkan nafasnya lalu merapikan letak kacamata di hidungnya.

Disisi lain, Minwoo berusaha menahan emosinya melonjak.

"Ayo duduk dulu."

"Kamu mau pesan apa?"
"Tidak perlu."
"Kamu ga lapar?"
"Sudah makan tadi dengan teman."
"Minum?"
"Aku membawa minum."

Suasana itu canggung dan tegang. Minwoo masih benci dengan orang dihadapannya itu.

"Maaf..."

Orang itu memecah keheningan di antara mereka.

"Apa kamu ingat siapa orang ini?"
"Bagaimana bisa saya tidak mengingat anda sedangkan perbuatan anda pada Bunda saya dulu masih terngiang-ngiang di otak saya?"

"Ayah minta maaf, Minwoo..."

"Maaf karena ayah, kamu dan Bunda jadi tersiksa. Maaf membuatmu harus terpisah dari keluarga. Ayah benar-benar menyesal..."

"...Ayah... ayah menginginkan kebahagiaan Bunda lengkap. Ayah ingin kamu kembali pada ayah.. juga Bunda. Ayah ingin menebus kesalahan ayah pada mu dan pada Bunda. Ayah tahu, tidak mungkin menebus 100% sedangkan perjuangan kalian benar-benar berat. Tapi ayah berusaha untuk memperbaiki semuanya. Ayah ingin memperbaiki dan melengkapi keluarga kita. Bertindak sebagaimana seharusnya seorang suami dan ayah. Sebagai kepala keluarga."

"Anda tahu kenapa saya belajar sekeras tenaga? Itu karena saya ingin segera membawa Bunda pergi dari tangan Anda! Dan lihat saja, jika apa yang anda katakan semua tadi adalah kebohongan belaka, jangan harap saya akan memanggil anda dengan sebutan 'ayah'."
"Ayah mengerti... Untuk itu, ayah mohon... Kembalilah pada kami, Jeon Minwoo... Kembalilah pada Ayah. Kembali pada Bunda. Kita tinggal bersama-sama."

"Bunda mana? Kenapa datang sendiri kesini?"
"Bunda... Bunda lagi koma, Minwoo."

Brakk!

Tiba-tiba Minwoo menggebrakkan kepalan tangannya ke meja hingga menarik perhatian pengunjung di sekitar mereka.

Ia menatap Wonwoo dengan tajam. Seakan amarah dan benci menjadi satu. Sedangkan kepalan tangannya semakin erat.

"Koma? Gimana bisa Bunda koma?! APA LAGI YANG ANDA LAKUKAN?!"

Wonwoo benar-benar tidak bisa marah. Bukan karena tidak berani, namun dia tahu diri kalau dari awal, ini sebenarnya adalah salahnya sendiri.

"Bunda kecelakaan waktu menjelang perkiraan kelahiran... Karena kondisinya, dokter memutuskan untuk mengeluarkan bayi dengan Bunda dibuat koma."
"Anda... Anda bikin Bunda hamil lagi? Hah? IYA?!"
"Iya..."
"Kok bisa? Kok bisa?!"
"Waktu itu... Bunda pergi dari rumah selama beberapa tahun, ketika ayah menemukannya, ayah menghamilinya. Kali ini, ayah sadar apa yang ayah lakuin ke Bunda."

Minwoo berdecak kesal, berusaha menahan emosinya. Minwoo tahu diri untuk tidak meninju orangtua, terlebih itu adalah ayahnya sendiri.

"Seneng banget kayanya bikin Bunda menderita. Gak ngerti aku lho ada orang kaya anda. Gak ngerti. Kek mana lah otak kau berpikir ini. Gak ngerti aku."

Minwoo kemudian menggulung rambut panjangnya. Rasanya langsung tiba-tiba panas karena emosinya memuncak.

Ia kemudian menatap tatapan sendu Wonwoo dengan tatapan tajamnya yang menurun. Ia melihat mata Wonwoo benar-benar berkaca-kaca. Sampai akhirnya air matanya benar-benar menetes.

"Ayah... Ayah minta maaf, Minwoo..."

"Ayah benar-benar menyesal..."

"Ayah sadar ayah keterlaluan..."

"Maaf, Minwoo... Ayah minta maaf."

"Ayah tahu dulu ayah tidak menginginkan anak perempuan. Tapi, Ayah salah, Minwoo. Ayah tidak peduli anak ayah perempuan atau laki-laki... Asalkan ia anak ayah dan Bunda, mereka anak ayah..."

"Ayah mohon, Minwoo. Kembalilah pada Ayah... Ayah sayang sama kamu, Minwoo."

Minwoo berharap ada kebohongan di tatapan Wonwoo agar ia bisa segera meninju Wonwoo  dan segera pergi meninggalkannya. Tapi nihil... Wonwoo benar-benar mengungkapkan ketulusannya.

"Dimana Bunda dirawat?"
"Minwoo mau kesana sama ayah atau..."
"Yaudah. Sekalian."

Minwoo pun kemudian mengikuti kemana Wonwoo pergi. Wonwoo mengarahkan mobilnya langsung ke RS.

Perjalanan mereka hanya diisi dengan kesunyian.

Antara Wonwoo yang begitu takut untuk bertanya banyak hal pada Minwoo...

Juga Minwoo yang kuatir dengan keadaan Mingyu dan bayi, dan terlalu benci dengan ayahnya sendiri.

Suara getaran hp Minwoo akhirnya memecah keheninga di antara mereka.

"Aku angkat telpon dulu."
"Iya, gapapa."

"Halo?"
"Hai. Gimana? Lo jadi dijodohin?"
"Jadi... jadi gua tabok palalu besok ya."
"Galak banget duhai jodoh saya."
"Ada apa telpon?"
"Oh. Enggak. Lo belum ngabarin gue udah nyampe kosan apa belum."
"Gua ga ke kosan."
"He? Kenapa? Lo udah makan malam?"
"Belum. Nanti gampang."
"Minu... Jangan pendem apa-apa sendiri, oke?"
"I know. I'll see you tomorrow."
"Okay. I love you."
"Uh-hm."

"Pacarmu?"
"Ayah denger?"
"Maaf. Tapi tadi emang kenceng sih jadi ayah denger."
"Iya, itu pacarnya Minwoo."

"Sudah berapa lama sama dia?"
"Dari awal masuk SMA, yah."

"Maaf ayah tanya-tanya."
"Gapapa, Yah. Wajar kalo orangtua sendiri kepo. Ga kaya ayah yang dulu."

Wonwoo tersenyum mendengarnya. Merasa bangga dirinya tidak lagi seperti yang dulu. Wonwoo berusaha mencairkan suasana dengan bertanya-tanya.

Ketika mereka tiba di depan ruangan Mingyu, Minwoo berhenti sejenak. Menahan rasa ingin menangisnya karena sebentar lagi ia akan bertemu dengan Bunda yang sangat ia sayangi.

Wonwoo menganggukkan kepalanya sebagai respon atas tatapan Minwoo padanya. Mempersilakan Minwoo masuk terlebih dulu.

Minwoo membuka pintu ruangan itu dan mendapati Mingyu terbaring lemah dengan berbagai saluran di atas ranjang.

Wonwoo menarikkan kursi untuk Minwoo duduk di samping ranjang. Minwoo perlahan menghampiri Mingyu dan menggenggam tangan Bundanya itu.

"Bunda..."

"Minwoo datang, Bunda... Minwoo sekarang sudah kuliah."

"Minwoo sehat, kok, Bun. Beberapa minggu lalu medical check-up juga aman. hiks..."

"Bunda... Minwoo kangen Bunda..."

Meskipun ia bisa menahan tangisannya, Minwoo tidak bisa menahan airmatanya yang mengalir.

"Minwoo sayang bunda... Minwoo kangen banget sama Bunda... Maaf, selama ini Minwoo belum bisa jagain Bunda."

"Bunda tidurnya jangan lama-lama... Minwoo kangen liat senyuman Bunda. Minwoo kangen jalan sama Bunda. Minwoo kangen main sama Bunda.*

"Bunda... hiks..."

Wonwoo perlahan memeluk Minwoo yang menangis dengan sesenggukan.

"Ayah... hiks... Kenapa Bunda jadi gini? hiks..."
"Minwoo. Ayah minta maaf."

Remember, Love || MEANIE (WONGYU) | IDN ver.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang