[33] Page Thirty three

1.1K 147 73
                                    

Kejadian kemarin rupanya masih sangat mengganggu pikiran yena. Cowok itu bahkan gak bisa berkonsentrasi mengerjakan tugas-tugasnya.

Sudah berjam-jam lamanya anak bungsu keluarga choi itu berkutat di depan meja belajarnya. Tapi tampaknya ga ada tanda-tanda tugas-tugasnya kunjung selesai.


Sampai akhirnya cowok itu menyerah, menggeram frustasi karena gak bisa berhenti memikirkan yuri.


Matanya melirik sekilas ke arah jam dinding yang masih menunjukan pukul 8 malam.


Gak lama suara ketukan pintu terdengar dari balik pintu kamar yena. Yena memutar kursinya dan mendapati seungyeon yang tengah menyembulkan kepalanya dibalik pintu itu.


" Mau ngopi bentar ga diteras?" Tawar seungyeon sambil mengangkat satu cup kopi yang ada ditangannya


Hembusan napas pelan keluar dari mulut yena, cowok itu mengangguk kemudian beranjak dari duduknya menyusul sang abang.


" seharian dikamar mulu ga suntuk lo?" seungyeon menepuk-nepuk bangku kosong yang ada disebelahnya


" Suntuk parah" sahut si bungsu setelah mengambil duduk disebelah abangnya


Seungyeon menyodorkan satu cup kopi yang tampak masih mengepul itu pada yena.


" Thanks" yena sedikit menyesap kopi miliknya itu


" Gimana kuliah?" Seungyeon meletakkan cangkir kopi miliknya yang masih terisi setengah itu keatas meja


" Yah lo tau lah gimana rasanya survive di bidang yang bukan passion lo" kata yena tanpa mengalihkan pandangannya


Seungyeon mengangguk paham dengan ucapan adiknya itu karena jauh sebelum yena dirinya sudah lebih dulu merasakan hal yang sama di awal-awal masa kuliahnya dulu.



Kehidupan kedua kakak beradik itu benar-benar sepenuhnya dibawah kendali oleh sang papi tanpa pernah dikasih kesempatan untuk memilih apa yang mereka mau dengan dalih papi mereka lebih tau apa yang terbaik untuk anak-anaknya.


" Bang, gimana rasanya waktu itu lo harus rela ngelepas beasiswa lo buat kuliah arsitek di london cuman karena papi gak setuju? Padahal jalan lo buat ngejar impian lo udah ada didepan mata" tanya si bungsu sambil memeluk kedua lututnya


" Hmm yang jelas waktu itu gue marah banget lah sama papi lo bayangin aja gimana rasanya impian lo di patahin sama bokap lo sendiri, dari kecil kita selalu dibawah kendali papi, mau ini itu ga bebas semua harus apa kata papi. Gue tau papi selalu pengen yang terbaik buat anak-anaknya. Tapi bukannya kita juga berhak buat nentuin arah kiblat kehidupan kita sendiri maunya seperti apa, iyakan?"


Seungyeon menarik napas sebelum melanjutkan kalimatnya


" Itu sih pemikirannya seungyeon bocah 17 tahun ya, udah beda jauh lah sama yang sekarang" kata seungyeon diiringi kekehan kecil


" Terus sekarang apa lo udah bahagia ngejalanin jalan yang papi pilihin buat lo?" Sahut si bungsu dengan raut bertanya-tanya



" Kalau aja bahagia itu sendiri bisa di ukur dengan skala, jelas gue akan jauh lebih bahagia dengan ngejalanin hidup seperti yang gue mau, ngejar impian gue jadi lulusan terbaik di UCL dengan gelar sarjana arsitektur. Waduh kebayang ga tuh sekeren apa gue haha" kata seungyeon diakhiri dengan ketawa khasnya


Yena menolehkan kepalanya memperhatikan dengan seksama abangnya yang bercerita dengan serius itu.



Cowok itu jadi teringat soal yuri. Sepertinya yena gak bakalan sampai hati kalau harus matahin impiannya yuri.



dreamlike ; yenyul & othersTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang