Ruang dan Rindu

1K 160 39
                                    

15+ 🚫

Sepulangnya dari Taman Kota, Sunghoon dan Mika langsung bergegas ke kamarnya masing-masing. Tidak ada sepatah katapun yang terlontar dari keduanya sejak kejadian tadi. Sunghoon dengan seribu penyesalannya dan Mika dengan segudang rasa bersalahnya. Mereka sama-sama memikirkan hal yang sebenarnya tak perlu mereka fikirkan. Hanya saja, karena mereka tinggal dalam satu atap, mungkin alasan itulah yang membuat mereka seperti itu.

Seperti saat ini, Mika sedang berbaring diatas ranjangnya. Tatapannya lurus keatas langit-langit kamar, tapi fikirannya melayang entah kemana.

Mika memposisikan dirinya senyaman mungkin. Selimut tebal yang sekarang sudah terulur rapih diatas tubuhnya ia tarik sedikit agar semakin menutup bagian atas tubuhnya. Didalam sana, mika menautkan kedua jari telunjuk dan jempopnya agar saling bertautan, tak lupa ujung jari kakinya ia gerakan naik turun seperti sedang meregangkan otot-otot pada kakinya . Yaaaa, gerakan itu refleks ia lakukan kalau dirinya sedang stress dan gelisah.

"Aku keterlaluan ngga sih?". Tanyanya pada diri sendiri.

Mengingat akan ucapannya tadi, sepertinya perkataan Mika sedikit kelewat batas. Sunghoon itu kakaknya, dan tidak sepantasnya dia berucap demikian sehingga bisa saja melukai hati Sunghoon.

"Tapi menurutku fine-fine aja sih. Emang bener kan seharusnya aku dan kak Sunghoon itu ngga boleh ada hubungan? Aku sayang sama kak Sunghoon, tapi aku lebih sayang sama Mama dan Papah. Aku ngga mau kehilangan mereka bertiga". Ucapnya dan tanpa sadar kini matanya mulai berkaca-kaca. Dengan cepat, sebelum butiran air bening itu jatuh ke atas pipi chubby miliknya, Mika bergegas untuk menyeka-nya terlebih dahulu. Ia tak ingin menangis hanya karena masalah seperti ini. Dirinya harus kuat, ia harus terbiasa memendam perasaan agar orang di sekitarnya bisa tetap merasa nyaman ketika berada di dekatnya.

Setelah bermonolog dengan dirinya sendiri, Mika memutuskan untuk mengakhiri hari ini dengan tidur lebih nyenyak. Sekarang sudah pukul 12 malam, itu artinya ia sudah harus pergi kealam mimpi.

Di satu sisi, seseorang sedang berada di depan pintu kamar Mika, ia mendengar semua perkataan adik sambungnya itu. Sunghoon, dia berdiri mematung dengan tatapan sendunya. Jantungnya berpacu 2x lebih cepat dari sebelumnya. Sepertinya ada yang bermasalah dengan kondisi batinnya akhir-akhir ini. Sunghoon kemudian berlalu meninggalkan tempat itu dan langsung masuk ke dalam kamar pribadinya.

Sunghoon berdiam diri memandang kearah langit yang terlihat lebih indah pada saat malam hari. Sekarang pukul 12 malam, dan dia masih setia berdiam diri di balkon kamarnya. Memegang erat pembatas balkon dan sesekali memejamkan mata untuk menikmati hembusan angin malam.

Dalam mata yang masih terpejam, Sunghoon masih terus memikirkan perkataan Mika.

"Jadi, itu sebabnya dia mengabaikan perasaan aku?". Tanya nya dalam hati.

Sunghoon merasa sangat terpukul dan sakit hati setelah mengetahui alasan di balik penolakan Mika. Andai jika mereka tidak di pertemukan dalam ikatan ini, Andai mereka bertemu lebih dulu sebelum orangtuanya bertemu Mika, dan andai andai lainnya yang saat ini Sunghoon harapkan.

Kaki yang biasanya kokoh dan tegas itu kini mulai terangsut dan mendudukan dirinya di depan pagar pembatas balkon kamarnya. Ia menundukan kepalanya dengan tangan yang masih setia berada di atas pegangan pagar pembatas.

Seperti di sambar petir, hatinya terasa lebih sakit daripada saat Mika menolaknya. Tak tahu arah, sampai-sampai saat ini Sunghoon mulai menitihnya sedikit airmatanya.

"Ini tidak adil!". Rancunya pelan, saaangat pelan.

Sunghoon menutup wajahnya dengan menghunakan kedua telapak tangannya, pundaknya sedikit bergetar dan isakan tangis semakin terdengar. Titik lemah dari seorang Park Sunghoon adalah keluarganya, namun kali ini ia menangis bukan karena masalah keluarganya, tapi masalah cinta yang tidak pernah bisa ia wujudkan karena ikatan keluarga.

FIRST IMPRESSION | Park Sunghoon ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang