"Ayo minum dulu."
Aku menerima minuman pemberian Gia. Dalam satu kali teguk teh hangat itu tandas kuminum. Kami sekarang berada di ruang tamu rumahku. Kejadian tadi ternyata luput dari perhatian mereka karena terlalu fokus membicarakan kejadian di sekolah. Yang artinya bahwa hanya aku saja yang melihat kejadiannya dari awal.
Aku memainkan ujung rambutku, memilinnya kemudian melepaskannya. Hal ini sering kulakukan jika aku sedang gugup atau cemas. Aku mulai menceritakan kronologis kecelakaan tadi. Gia bahkan sampai menutup mulutnya ngeri. Mereka terus memberi semangat padaku agar melupakannya tapi bukan itu yang membuatku diam dan terlihat seperti orang yang shock.
Aku melihat sesuatu yang aneh, hal sama lalu..."Fay,"
"Ah, ya...?" Aku menatap Gia, Faruq, Hari dan Cane dengan wajah bingung. Aku tidak tahu siapa yang memanggil.
"Aku yang panggil. Kamu kenapa?" Kecemasan terlihat jelas di wajah Cane. Begitu juga dengan yang lain.
Aku tertawa hambar sembari memperbaiki poni rambutku. "Maaf, membuat kalian cemas. Aku...nggak pa-pa kok. Ya...mungkin agak shock tapi nanti pasti baik-baik saja." Ucapku.
"Jadi, besok kita masuk sekolah?" Tanya Hari.
"Di grup bilang apa?" Sahut Faruq.
Hari terlihat sibuk men_scroll pesan di grup whatsap kelas. "Nggak ada info apapun, kecuali tentang jenasah bu Rima yang sudah dibawa ke rumah sakit."
"Berarti sekolah tetap masuk, mungkin nggak banyak belajar jadi kamu bisa istirahat dirumah Fay."
Aku memutar bola mata malas. "Aku baik-baik aja Cane, kenapa aku harus bolos besok." Kataku sewot.
"Kondisimu sedang nggak bagus." Balasnya.
"Nggak, besok aku masuk sekolah." Kukuhku.
Cane terlihat kecewa tapi akhirnya ia berkata, "tunggu aku jemput besok pagi."
"Ciyeee perhatian banget sih." Ejek Gia.
"Apa sih?" Balasku ketus.
"Assalamualaikum,"
Kami menengok ke arah suara bersamaan. Terlihat mama baru datang, wajahnya terlihat lelah dan cemas. Namun balutan blezer warna biru langit itu membuatnya tetap terlihat menawan.
"Waalaikumsalam wr wb." Jawab kami serempak.
Kami menyalami mama bergantian. Mama duduk di sebelahku setelah Gia bergeser, mengambil duduk disebelah Faruq.
"Kalian baik-baik aja? Keliatannya pada bingung gitu." Kata mama. Pandangan mama berhenti padaku. "Tunggu dulu, Fay kenapa pucet gini mukanya?" Mama mulai panik.
"Nggak apa-apa Ma, Fay cuma shock aja tadi." Jawabku.
"Tapi yang lain...biasa aja." Gumamnya sembari membandingkan raut wajahku dengan yang lain.
"Itu karena sebelum kejadian tadi, Fay pingsan disekolah tante."
"Apa?" Seru mama kaget mendengar penjelasan Gia. Gia mengangkat bahu ketika aku menatapnya.
"Tadi pagi kan Fay nggak sarapan, Ma. " balasku.
"Makanya kamu itu bandel dibilangin, jangan sampe nggak sarapan." Omelnya.
"Iya." Sahutku.
"Tante turut berduka atas musibah yang menimpa guru kalian." Ucap mama.
"Iya, Tante." Jawab mereka kompak.
"Kalian kalau kemana-mana atau ngapa-ngapain harus hati-hati ya. Yang namanya musibah nggak ada yang tahu."
"Benar itu, Tante." Kata Cane.