DUA

11 6 0
                                    

Entah apa yang membuat wajah adiknya keruh di pagi hari yang cerah ini. Yang pasti suasana hati Yasmin pasti sedang tidak baik. Yosep tak menyinggung tentang hal tersebut, sebab tahu adiknya itu pasti tak akan menjawab.

Pandangannya tertumpu pada kemacetan jalan. Sedangkan benaknya tanpa bisa di tahan mengingat-ngingat mimpinya semalam. Penyebab suasana hatinya tak tentu arah. Sosok itu kembali hadir lewat mimpinya. Mungkin karena kemarin ada yang menyebut nama itu.

Sebenarnya mimpi semalam bisa di sebut mimpi indah. Mimpi yang mengabulkan keinginan Yasmin untuk kembali berbicara dengan laki-laki itu. Tapi saat tahu itu hanya mimpi, kenyataan mencubitnya.

Andai itu bukan sekedar bunga tidur. Pasti akan memperbaiki hubungannya yang merenggang.

***

Genta bertopang dagu menyaksikan Selly yang tengah uring-uringan hanya karena tidak di kontek pacarnya. Bagas mengorek-ngorek kupingnya, indera pendengarannya itu mulai pengang. Selly yang bawel sanggup mengomel berlama-lama dan dengan kecepatan macam rapper.

Selly mondar-mandir dengan wajah penuh kecemasan.

"Lo kontek duluan lah Sel. Gitu aja di ambil pusing." Bagas mulai dongkol.

"Tau. Aneh gue sama lo, sukanya nunggu mulu. Dulu juga lo kan nunggu-nunggu si Liam peka sama perasaan lo. Nah sekarang udah pacaran masih nungguin dia ngontek duluan. Terus aja gitu sampe Indonesia jadi negara maju." Genta gemas dengan sikap Selly itu.

Selly berhenti mondar-mandir tak terima dirinya dengan ucapan Genta.

Bagas terkekeh. "Emang cewek-cewek kan pada gitu Ta. Maunya di pancing mulu."

"Ya gengsi lah kalo mulai duluan. Lagian kan udah dari zaman dulu paham itu dianut. Walopun sekarang udah abad duasatu, tetep aja gak etis kalo cewek nembak duluan."

"Genta menyilangkan tangan. Ah! Kata siapa? Kalo menurut gue sih sah-sah aja. Kalo lo suka sama cowok terus lo pengen perasaan lo di bales ya si cowok itu harus tahu dulu perasaan lo ke dia. Dan mana dia bisa tahu kalo elo gak bilang. Kita cowok-cowok bukan mahluk sensitif yang gampang peka sama kode-kode. Kita juga bukan paranormal yang bisa baca pikiran. Jadi lo harus inisiatif. Gengsi lo piara. Kambing noh piara. Biar bisa di kurbanin."

"Si Magenta apaan sih nih? Ngenes banget sama gue." Selly mengerucutkan bibir.

Bagas memijat pelipisnya. Pusing dengan perdebatan dua temannya ini yang kian memanas. "Udah deh. Jangan jadi berantem cuma gara-gara beda pendapat."

Selly menghela nafas lalu melirik sinis pada Genta. Sedangkan Genta malah mengedikkan bahu tak peduli.

"Sini gue pinjem hp lo Sel. Biar gue telepon si Liam."

Selly memberikan ponselnya pada Bagas.

"Halo? Ini gue Bagas. Si Selly khawatir nih katanya sama elo. Abis gak ada kabar. Jeda cukup lama. Oh. Bagas menjauhkan ponsel dari telinganya. Lo mau ngomong gak?"

Dia kemana katanya?

"Dia lagi demam Sel. Jadi gak maen hp."

Selly merebut ponsel di tangan Bagas dan berbicara pada Liam. "Sejak kapan Yang?" Nadanya terdengar khawatir. "Udah minum obat belum?" Ada jeda. "Oh, ya udah. Entar aku kesana deh ya." Selly mengakhiri telepon dan menjejalkan ponselnya ke saku. Raut wajahnya terlihat cemas.

Genta berpangku tangan. "Gue bilang juga apa, kontek aja dulu. Lo kan jadi tau si Liam lagi sakit."

"Ya gue kan gak tau Ta."

"Nah makannya lo kontek duluan." Timpal Genta gemas. "Biar tahu mbak, nggak tempe."

Bagas tak sanggup lagi menyaksikan debat kusir antara dua temannya itu. Ia pun memutuskan untuk keluar kelas.

Bintang JatuhTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang