Belasan menit berlalu. Tapi Genta masih menikmati semilir angin dengan menutup mata.
Pun Yasmin masih menatapnya.
"Kenapa baik lo gak konsisten sih Ta?"
Genta bergeming. Balik menatap dua manik sewarna karamel itu sekilas. "Khilaf kali. Namanya juga manusia Min."
"Tapi khilaf lo suka kelewatan."
Genta terkekeh. "Gue minta maafnya lebaran aja ya."
Yasmin mencibir.
Kalau dianggap serius sih Yasmin pasti sudah membenci Genta, tapi ia hanya menganggap keusilan Genta hanya sekedar iseng, supaya tidak dongkol juga. Walaupun memang sering keterlaluan. Bahkan Yasmin tidak ingat semua. Ini diantaranya saja; Pasangan sepatu Yasmin yang dihilangkan Genta, seragam Yasmin yang sobek gara-gara di tarik, layar ponsel Yasmin retak, Genta yang ngamuk gara-gara Yasmin membalasnya dengan mengelem bokong lelaki itu di kursi, Genta yang sering marah-marah tidak jelas karena apa, dan masih banyak lagi.
"Udah tiga bulan bener gak sih Min? Tiga bulan tuh berarti dua belas minggu. Gimana hati lo sekarang? Udah mulai pulih? "
Ralat, empat bulan. Sudah pulih atau belum? Entahlah. Yasmin tidak menyempatkan untuk bertanya pada hatinya. Ia hanya mengandalkan waktu yang katanya bisa jadi obat terbaik bagi luka.
"Berdua-duaan aja nih." Yasmin bersyukur sekali Dita datang di saat yang tepat. Ia tak perlu susah-susah menjawab pertanyaan Genta.
"Lagi ngobrolin apaan sih?" Tanya Dita seraya membenarkan gulungan lengan bajunya.
"Ngomongin Yasmin." Sahut Genta.
Meski merasa aneh dengan jawaban Genta ia bertanya lagi. "Lo kok gak di kelas Ta?" Dita beralih melihat Genta.
"Males. Materi yang di bahasnya HAM mulu. Dari kelas satu ampe sekarang itu-itu terus. Kan bosen."
"Udah, balik ke kelas lo gih. Kurang-kurangin tuh kemalesan lo." Yasmin mencengkram kedua bahu Genta, memutar badan cowok itu, dan mendorongnya.
Alih-alih melawan Genta malah melambaikan tangannya tanpa berbalik.
Genta mengendap-ngendap agar kehadirannya tidak ketahuan oleh guru piket yang tengah berpatroli. Kalau sampai ketahuan ia tidak akan bisa menikmati apa yang diinginkannya sekarang melainkan di hukum dan menambah catatan kenakalan dirinya, berabe.
Ia menyusuri selasar dengan langkah cepat. Lalu masuk ke sebuah ruangan dan menguncinya agar aman.
***
Yasmin melahap donat sambil menyaksikan pertandingan futsal dari depan kelasnya.
Pertandingan antara XI IPS 2 dengan XII IPS 3. Kelas yang saat di class meeting semester lalu memperebutkan gelar juara umum. Yang menjadi salah satu peristiwa bersejarah karena ke dua kelas itu sempat bersitegang sebab sama-sama ingin jadi pemenang. Dan lagi pertandingan basket saat itu jadi penentunya. Sampai sekarang hubungan antara dua kelas itu tak sepenuhnya membaik. Masih ada hawa-hawa balas dendam dari XII IIS 5 yang tak rela menerima kenyataan bahwa dikalahkan oleh adik kelas.
Yasmin berhenti mengunyah. Bersitatap beberapa detik dengan laki-laki yang barusan bergabung ke lapangan membuat perasaannya tak menentu.
Ia membalikan tubuhnya. Matanya mengerjap-ngerjap seolah berusaha meyakinkan.
Sejak perpisahan itu ini bukan kali pertama Yasmin melihatnya. Harusnya tak semenegangkankan ini. Tapi sensasinya masih sama. Mendebarkan.
Ia menelan ludah. Memberanikan diri membalikkan badan untuk menyaksikan lagi pertandingan basket itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bintang Jatuh
Teen FictionSeperti bintang jatuh kau melintasi hatiku. Meninggalkan jejak yang dalam. Seperti saat kau melihat bintang jatuh, kau selalu kagum dan akhirnya membuat sebuah permohonan. Begitu juga denganku. Aku tidak akan pernah membiarkan jejak ini memudar. Kar...