(Intro) Hari yang membosankan

14 1 0
                                    

Malam hari, Aku termangu didalam gulungan selimut. Hari itu, pikiranku kosong entahlah hanya terasa kosong atau hanya dialah yang ada di otakku. Aku selalu berprasangka 'Ah mana mungkin, dia-kan cuma temen lamaku..'  Setiap hari semakin hari semakin aku jatuh dalam pikiran tentangnya. Aku adalah orang yang menyukainya selama 6 tahun dan tidak berani mengungkapkan perasaanku. Alasannya hanya 'takut'

        Gloria Swanie. Mereka memanggilku Anie, terkadang juga Gloria. Tetapi aku tidak suka dipanggil Gloria. Usiaku 16 tahun. Tinggi badanku yang 172cm ini membuat hampir semua orang mengira aku adalah atlet. Padahal aku hanya anak pemalas yang hobi membaca novel. Sebetulnya, aku orang yang sangat asyik. hanya saja akhir-akhir ini aku kecanduan membaca novel. ketika aku hendak berbicara bersama seseorang yang bahkan orangtua ku sendiri saja, aku merasa canggung.

      Aku bahkan tidak satu sekolah dengannya . Entah kenapa pikiranku tak bisa lepas darinya. Aku pernah bertanya kepada media sosial tentang hubunganku dengan dia itu. Hampir semua orang menyuruhku untuk move on. Aku sendiri tidak tahu kenapa aku menyukainya. padahal dia sama sekali bukan tipeku. Aku bertanya-tanya pada diriku sendiri yang menyukai seseorang yang bahkan jarangku temui.
      Tingginya 163. Andai saja kami berjalan berdua, pasti semua beranggapan bahwa kami adalah adik kakak. Dia pintar, orangnya cukup serius, tidak mengerti humor, namun tiba tiba menjadi manis dan menggemaskan sekali. itulah kenapa aku menyukainya. Terkadang bersamanya  seperti melihat dua sisi yang jauh berbeda.

       Akhir - akhir ini dia seperti menghindariku entah kenapa. aku selalu memancingnya untuk berbicara, namun dia mematikan pembicaraannya dan membuatku tidak tahu mau mengetik apa lagi. biasanya disebut convo-killer. Aku ingin sekali mengungkapkan perasaanku. Namun, rasanya aku tidak pantas saja mengungkapkannya entah kenapa. Seolah mulut dan tanganku mengunci perbuatanku ketika ingin menyatakan perasaan.

"Anie! Kok ngelamun terus sih? Jangan-jangan masih belum move on?" Namanya Keizeran. Dipanggil Kei. Dia sahabatku dari SD. Ya tentu saja dia tahu apa yang membuatku seperti ini.

"Kepikiran sedikit doang kok." Jawabku sambil mengelus kepalanya. Kami terlihat seperti kakak dan adik karena dia juga pendek. Aku terus menggunakan hal itu sebagai bahan olokan meskipun terlihat offensif, bagiku ini adalah senjata untuk membuatnya jengkel.

"Anjing, berhenti  mengelus rambut orang. Kamu aneh, kamu tahu tidak? Kita itu bukan dikira kakak adik lagi, malah dikira ibu dan anak tahu! Padahal yang seharusnya jadi anak itu kamu, Anie!" Ucapnya cemberut dan sedikit menjauhiku.

"Bacot ah, mending baca wattpad" Ucapku yang malah ikutan kesal. Aku membukan handphone-ku. Hal seperti ini sudah sangat biasa antara kami berdua.

Jam dinding ditengah-tengah ruangan itu berputar cepat. Seperti sekedip mata, tiba-tiba saja aku sudah keluar dari gerbang itu. Susana pulang sekolah kali ini terasa ramai. Aku pulang dengan berjalan kaki sambil mendengar musik. Rumahnya Kei berbeda jauh denganku jadi kami berpisah di gerbang saja lalu aku pergi sendiri.

Aku hendak memakai kacamataku saat aku baru memegang dan ingin memakainya, 'Gubrak' seseorang menabrakku kencang dari arah berlawanan. Kacamata yang ada di tangakanku terjatuh dan pecah sebelah.

"Woy tanggung jawab kurang ajar! kok malah lari!"
Kacamata yang baru saja ia beli setelah yang sebelumnya hilang, malah pecah dan orangnya tidak bertanggung jawab pula.

5'7Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang